by pamongbudaya|| 22 Juni 2021 || || 1.740 kali
Menurut naskah-naskah lama tentang bangunan rumah berarsitektur tradisional Jawa, bangunan kampung ini sebenarnya berasal dari kata kapung /katepung yang artinya adalah dihubungkan. Jadi untuk mempermudah pendirian rumah maka cukup menghubungkan dua bidang atap dan meniadakan kelengkapan kayu lainnya yang ada pada ketiga bentuk sebelumnya, yaitu pada bentuk tajug, joglo dan limasan. Kayu yang dihilangkan pada bangunan kampung adalah dudur (jurai) yaitu yang menghubungkan sudut atap bagian atas (yang terhubung dengan molo atau bubungan) dan sudut atap bagian bawah (yang menumpu di balok bagian bawah yang terletak di atas tiang atau dinding). Pada bangunan kampung, atap pada sisi pendek bangunan ditiadakan dan diganti dengan bidang tegak berebntuk segitiga yang disebut dengan tutup keyong atau jika terbuat dari batu bata ada yang menyebut gunungan.
Variasi bentuk atap kampung menurut naskah-naskah lama tersebut adalah sebagai berikut :
No. |
Sebutan |
Ciri-ciri |
1 |
Nom |
Tidak ada keterangan |
2 |
Srotongan |
Blandar pengeret berjumlah lebih dari empat |
3 |
Dara gepak |
Diberi atap emper berkeliling di empat sisi |
4 |
Jompongan |
Blandar pangeret hanya dua dengan ukuran ruangan berbangun kubus |
5 |
Gajah ngombe |
Diberi atap emper hanya pada satu sisi samping saja |
6 |
Trajumas |
Blandar pangeret hanya tiga |
7 |
Pacul gowang |
Pada kiri kanan atap brunjung hanya satu bagian saja yang diberi atap emper |
8 |
Semar tinandhu |
Memakai balok pangeret dua batang, tiang penyangga dua batang dan diletakkan di tengah balok pangeret. |
9 |
Gedhang (pisang) salirang |
Atap hanya pada satu sisi saja |
Pada foto yang menyertai tulisan ini, yang diambil di Kawasan Cagar Budaya Kotagede, dapat dilihat dua buah bangunan dengan jenis atap kampung menggunakan dua jenis bahan yang berbeda pada tutup keyong. Pada bangunan di sebelah kiri menggunakan bahan dari kayu sedangkan yang di kanan menggunakan dinding dari pasangan batu bata. (DD)
Daftar pustaka :
Anindita, Widya, KRT. dan Djatiningrat, KRT. 2015. Kajian Naskah Kawroeh Kambeng. Yogyakarta : Museum Negeri Sonobudoyo, Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta
Prijotomo, Josef. 2006. (Re-)Konstruksi Arsitektur Jawa, Griya Jawa dalam Tradisi Tanpatulisan. Surabaya : PT. Wastu Lanas Grafika.
by admin || 07 Maret 2014
Ada-ada. Bentuk lagu dari seorang dhalang, umumnya digunakan dalam menggambarkan suasana yang tegang atau marah, hanya diiringi dengan gender. Adangiyah. Nama dari jenis ...
by admin || 05 Maret 2014
Ngithing. Posisi tangan dengan mempertemukan ujung jari tengah ibu jari membentuk lingkaran, sedangkan jari-jari lainnya agak diangkat keatas dengan masing-masing membentuk setengah ...
by admin || 04 Maret 2014
Kanjeng Raden Tumenggung Madukusumo. Dilahirkan pada tanggal 22 Maret 1899 di Yogyakarta Putera Ngabehi Prawiroreso ini pada tahun 1909 tamat Sekolah Dasar di Gading dan Tahun 1916 masuk menjadi abdi ...
by admin || 23 September 2019
Ketika ada kegiatan pembangunan baik itu berupa gedungmaupun prasarana lain seperti jalan dan jembatan, kita hampir selalu melihat bidang pembatas yang membatasi antara area yang bisa dilalui umum ...
by admin || 23 September 2019
Pre Construction Meeting atau juga disebut dengan rapat persiapan pelaksanaan kontrak, adalah rapat koordinasi yang dilakukan setelah penandatanganan kontrak dan sebelum pelaksanaan kegiatan ...
by admin || 23 September 2019
Pameran tentang cagar budaya dilakukan dengan beberapa tujuan antara lain adalah pengenalan tentang cagar budaya kepada masyarakat, pemberian informasi mengenai cara-cara pelestarian cagar budaya dan ...