Agenda Terbaru


LOMBA LUKIS DIY KYOTO 2023

09 September 2023 - 09 September 2023


Workshop & Lomba Komik Kukuruyug #9

13 Agustus 2023 - 14 Agustus 2023



Kompetisi Pendanaan Pembuatan Film 2023

28 April 2023 - 12 Mei 2023


GELAR PENTAS CATUR SAGATRA 2022

22 Juli 2022 - 22 Juli 2022


Diciptakan Alam Pria dan Wanita

by admin || 23 Oktober 2015 || 23 Oktober 2015 - 23 Oktober 2015 || 3.952 kali

...

.Mari hadir di Forum Diskusi Preliminary Notes #5, sebuah forum diskusi musik hasil kerjasama LARAS Studies of Music in Society dan Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjasoemantri Universitas Gadjah Mada (PKKH UGM).

Edisi diskusi kali ini akan mengangkat tema "Diciptakan Alam Pria dan Wanita: Menelisik Konstruksi Gender dalam Lagu Pop Indonesia", yang akan diselenggarakan pada:


Jumat, 23 Oktober 2015
Pukul 14.00 – 16.00 WIB
Di Ruang Gong PKKH UGM, Bulaksumur, Yogyakarta.


Diskusi ini terbuka untuk umum. Sampai jumpa di PKKH!

***
Pacarku...ayo kita pulang
Waktu hampir jam dua belas malam
Kita nggak bisa kemana-mana lagi
Karena kita sudah berjanji

Pacarku...kita harus pulang
Aku nggak mau nanti disalahkan
Dicap jelek sama keluargamu
Dimusuhi sama mamamu
Kamu harus cepat pulang
Jangan terlambat sampai dirumah
Kamu harus cepat pulang
Walau sedang nikmati malam ini
Mereka nggak pernah mengerti
Mereka nggak mau mengerti
Mereka nggak akan mengerti
Itu pasti
Pacarku lupakan saja
Rencana ke tempat hiburan malam
Pacarku tunggu apa lagi
Jangan tunggu ayam jantan berbunyi
Pacarku kamu harus pulang
Waktu sudah tidak memungkinkan
Jangan memaksa untuk pulang pagi
Itu sama saja bunuh diri

(yaudah lo pulang deh, jangan ngikutin gue terus donk)
(gua cowok dan gua bebas, nah elo cewek)

(“Kamu Harus Pulang”, Slank: 1994)


-----
Penggalan lirik lagu tersebut menyiratkan terjadinya perbedaan yang menyebabkan remaja perempuan tidak memiliki kebebasan yang sama dengan remaja laki-laki, seolah terdapat aturan yang telah disepakati bersama. Dalam lirik lagu lainnya, juga dapat ditemui bagaimana sosok laki-laki dan perempuan dipandang, dibedakan, dibayangkan, digambarkan, dan dipahami sebagai sebuah entitas sosial. 

Adakalanya perempuan dicitrakan dan dipuji dengan semua gambaran baik tentang fisiknya. Ya, tentu mempesona secara fisik. Namun, berapa banyak lagu yang memuji perempuan dengan gambaran sikap kepribadiannya? Adakalanya juga, sebuah lagu menggambarkan sudut pandang lelaki yang ditinggal pergi kekasihnya, entah karena selingkuh, entah karena jarak, entah karena status sosial, dan berakhir dicap sebagai pria cengeng, tidak jantan, dan menye-menye. 

Sejak kapan dibuat peraturan bahwa lelaki tak boleh menangis, bahwa air mata hanya sah diteteskan oleh perempuan? Sejak kapan perempuan hanya pantas mendapat pujian secara fisik dan tidak pernah dibicarakan kepribadiannya? Sejak kapan dibuat aturan bahwa perempuan boleh saja lemah, atau harus menjadi lemah agar laki-laki jadi ada gunanya di dunia ini?

Namun, siapakah yang sebenarnya membentuk gambaran-gambaran tersebut? Apakah penulis lagu? Apakah lagu yang mempengaruhi sikap dan cara pandang masyarakat, atau fenomena di masyarakat yang diangkat menjadi sebuah lagu? Apakah ini hanya persoalan penulis lagu atau pemusik? Atau lebih jauh lagi; adakah praktik kekuasaan dari rezim dalam suatu negara yang bekerja perlahan-lahan hingga membentuk pemahaman yang—mau tak mau—harus diyakini oleh setiap masyarakat yang hidup di dalamnya? 

Dalam hal ini, LARAS akan mengajak khalayak untuk membicarakan persoalan seputar gender dan mencoba mediskusikan pertanyaan-pertanyaan di atas lewat media lirik lagu pop Indonesia. Pemilihan genre musik pop disebabkan karena sifatnya yang lebih bersifat entertaining (baca: hiburan). Terlebih genre ini telah dikonsumsi secara luas dan massal. Dari hal tersebut, dapat kita telusuri pandangan-pandangan akan klasifikasi sex dan gender, serta hal-hal yang terjalin dengan persoalan itu. 

Terlebih dalam masyarakat modern ini, di mana tema yang diangkat dalam musik pop dan fenomena sosial telah terjadi di sekitar, bahkan saling berkelindan. Sebenarnya, mana yang terjadi lebih dulu, fenomena masyarakat yang terjadi lalu diangkat menjadi tema lagu, atau tema lagu yang mempengaruhi fenomena sosial? Pertanyaan ini sama sulitnya untuk dijawab sebagaimana pertanyaan, mana yang lebih dulu muncul, telur atau ayam? Atau mungkin tema lagu pop yang bermula dari pengalaman personal yang spesifik kemudian menjadi cara pandang baru dalam masyarakat, sehingga fenomena tersebut kemudian meluas. 

Diskusi ini diharap dapat memantik ide-ide dan gagasan untuk peneliti, aktivis, maupun penulis lagu untuk kembali menilik pemahaman masyarakat terhadap persoalan gender. Tentu saja, ini bukan sekadar persoalan benar-salah, tapi bagaimana kita mencoba membongkar selubung-selubung wacana yang tertera di sekitar kita. Bahkan lebih jauh, membongkar selubung yang telah terlanjur melingkupi kepala kita, untuk kemudian melihat lagi persoalan seputar gender dengan lebih jernih dan cermat. 

Diskusi Preliminary Notes kali ini menghadirkan Wiwik Sushartami (Dosen FIB UGM) dan Irfan R. Darajat (Peneliti Musik) sebagai pembicara, Rizky Sasono sebagai moderator, untuk membicarakan kemungkinan-kemungkinan yang dapat muncul dari sebuah penelisikan atas pemahaman gender dalam musik populer Indonesia.


Copyright@2024

Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Daerah Istimewa Yogyakarta