Penjelasan UU Keistimewaan DIY

by admin|| 08 September 2012 || 124.240 kali

...

PENJELASAN ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

TENTANG

KEISTIMEWAAN
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA


I.    UMUM
Status istimewa yang melekat pada DIY merupakan bagian integral dalam sejarah pendirian negara-bangsa Indonesia. Pilihan dan keputusan Sultan Hamengku Buwono IX dan Adipati Paku Alam VIII untuk menjadi bagian dari Republik Indonesia, serta kontribusinya untuk melindungi simbol negara-bangsa pada masa awal kemerdekaan telah tercatat dalam sejarah Indonesia. Hal tersebut merupakan refleksi filosofis Kasultanan, Kadipaten, dan masyarakat Yogyakarta secara keseluruhan yang mengagungkan ke-bhinneka-an dalam ke-tunggal-ika-an sebagaimana tertuang dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Masyarakat Yogyakarta yang homogen pada awal kemerdekaan meleburkan diri ke dalam masyarakat Indonesia yang majemuk, baik etnik, agama maupun adat istiadat. Pilihan itu membawa masyarakat Yogyakarta menjadi bagian kecil dari masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, Keistimewaan DIY harus mampu membangun keharmonisan dan kohesivitas sosial yang berperikeadilan.

Sentralitas posisi masyarakat DIY dalam sejarah DIY sebagai satu kesatuan masyarakat yang memiliki kehendak yang luhur dalam berbangsa dan bernegara dan keberadaan Kasultanan dan Kadipaten sebagai institusi yang didedikasikan untuk rakyat merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.

Setelah Proklamasi 17 Agustus 1945, Sultan Hamengku Buwono IX dan Adipati Paku Alam VIII memutuskan untuk menjadi bagian dari Indonesia. Kedua tokoh itu masing-masing secara terpisah, tetapi dengan format dan isi yang sama, mengeluarkan Maklumat pada tanggal 5 September 1945 yang kemudian dikukuhkan dengan Piagam Kedudukan Presiden Republik Indonesia tanggal 6 September 1945 menyatakan integrasi Yogyakarta ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan status daerah istimewa.

Keputusan kedua tokoh tersebut memiliki arti penting bagi Indonesia karena telah memberikan wilayah dan penduduk yang nyata bagi Indonesia yang baru memproklamasikan kemerdekaannya. Peran Yogyakarta terus berlanjut di era revolusi kemerdekaan yang diwujudkan melalui upaya Kasultanan dan Kadipaten serta rakyat Yogyakarta dalam mempertahankan, mengisi, dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

DIY pada saat ini dan masa yang akan datang akan terus mengalami perubahan sosial yang sangat dinamis. Masyarakat Yogyakarta dewasa ini memasuki fase baru yang ditandai oleh masyarakat yang secara hierarkis tetap mengikuti pola hubungan patron-klien pada masa lalu dan di sisi lain masyarakat memiliki hubungan horizontal yang kuat. Perkembangan di atas, sekalipun telah membawa perubahan mendasar, tidak menghilangkan posisi Kasultanan dan Kadipaten sebagai sumber rujukan budaya bagi mayoritas masyarakat DIY. Kasultanan dan Kadipaten tetap diposisikan sebagai simbol pengayom kehidupan masyarakat dan tetap sebagai ciri keistimewaan DIY.

Pengaturan Keistimewaan DIY dalam peraturan perundang-undangan sejak berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia tetap konsisten dengan memberikan pengakuan keberadaan suatu daerah yang bersifat istimewa. Bahkan, Pasal 18B ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memberikan pengakuan terhadap eksistensi suatu daerah yang bersifat istimewa dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Namun, konsistensi pengakuan atas status keistimewaan suatu daerah belum diikuti pengaturan yang komprehensif dan jelas mengenai keistimewaannya. Kewenangan yang diberikan kepada DIY melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 semata-mata mengacu pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pemerintahan Daerah yang memperlakukan sama semua daerah di Indonesia. Hal yang sama juga terjadi pada masa berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah sampai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Hal di atas telah memunculkan interpretasi bahwa Keistimewaan DIY hanya pada kedudukan Gubernur dan Wakil Gubernur.

Oleh karena itu, diperlukan perubahan, penyesuaian dan penegasan terhadap substansi keistimewaan yang diberikan kepada Daerah Istimewa melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1955 dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Untuk itu, dalam rangka perubahan dan  penyesuaian serta penegasan Keistimewaan DIY, perlu dibentuk undang-undang tentang keistimewaan DIY.

Pengaturan Keistimewaan DIY bertujuan untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik dan demokratis, ketenteraman dan kesejahteraan masyarakat, menjamin ke-bhinneka-tunggal-ika-an, dan melembagakan peran dan tanggung jawab Kasultanan dan Kadipaten dalam menjaga dan mengembangkan budaya Yogyakarta yang merupakan warisan budaya bangsa. Pengaturan tersebut berlandaskan  asas pengakuan hak asal-usul,  kerakyatan, demokrasi, ke-bhinneka-tunggal-ika-an, efektivitas pemerintahan, kepentingan nasional, dan pendayagunaan kearifan lokal. Oleh karena itu,  dengan memperhatikan aspek historis, sosiologis, dan yuridis, substansi Keistimewaan DIY diletakkan pada tingkatan pemerintahan provinsi.

Kewenangan istimewa meliputi tata cara pengisian jabatan, kedudukan, tugas, dan wewenang Gubernur dan Wakil Gubernur, kelembagaan Pemerintah Daerah DIY, kebudayaan, pertanahan, dan tata ruang. Dengan demikian, Pemerintahan Daerah DIY mempunyai kewenangan yang meliputi kewenangan istimewa berdasarkan Undang-Undang ini dan kewenangan berdasarkan oleh undang-undang tentang pemerintahan daerah. Namun, kewenangan yang telah dimiliki oleh pemerintahan daerah kabupaten/kota di DIY tetap sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Dalam rangka mendukung efektivitas penyelenggaraan Keistimewaan DIY, Undang-Undang ini mengatur pendanaan Keistimewaan yang pengalokasian dan penyalurannya melalui mekanisme transfer ke daerah.

II.    PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
    Cukup jelas.

Pasal 2
    Ayat (1)
        Cukup jelas.

    Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "peta" dalam ketentuan ini adalah peta rupa bumi dengan sumber data minimal skala 1:250.000 yang dibuat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 3
    Cukup jelas.

Pasal 4
    Huruf a
Yang dimaksud dengan “asas pengakuan atas hak asal-usul” adalah bentuk penghargaan dan penghormatan negara atas pernyataan berintegrasinya Kasultanan dan Kadipaten ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk menjadi bagian wilayah setingkat provinsi dengan status istimewa.
    Huruf b
Yang dimaksud dengan “asas kerakyatan” adalah asas yang mengutamakan kepentingan rakyat dalam semua pengambilan keputusan di DIY.
    Huruf c
Yang dimaksud dengan “asas demokrasi” adalah adanya pengakuan, penghargaan, dan persamaan hak asasi manusia secara universal.
    Huruf d
Yang dimaksud dengan “asas ke-bhinneka-tunggal-ika-an” adalah asas yang menjamin ruang bagi setiap daerah untuk menata daerahnya sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan lokal dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional.
    Huruf e
Yang dimaksud dengan “asas efektivitas pemerintahan” adalah  asas pemerintahan yang berorientasi pada rakyat, transparan, akuntabel, responsif, partisipatif, dan menjamin kepastian hukum.
    Huruf f
Yang dimaksud dengan “asas kepentingan nasional” adalah pengaturan mengenai Keistimewaan DIY harus sekaligus melayani kepentingan Indonesia, dan sebaliknya.
    Huruf g
Yang dimaksud dengan “asas pendayagunaan kearifan lokal” adalah menjaga integritas Indonesia sebagai suatu kesatuan sosial, politik, ekonomi, budaya, pertahanan dan keamanan, serta pengakuan dan peneguhan peran Kasultanan dan Kadipaten tidak dilihat sebagai upaya pengembalian nilai-nilai dan praktik feodalisme, melainkan sebagai upaya menghormati, menjaga, dan mendayagunakan kearifan lokal yang telah mengakar dalam kehidupan sosial dan politik di Yogyakarta dalam konteks kekinian dan masa depan.

Pasal 5
    Cukup jelas.

Pasal 6
Yang dimaksud dengan “Kewenangan Istimewa DIY berada di Provinsi” adalah penyelenggaraan urusan keistimewaan dilaksanakan di provinsi bukan di kabupaten/kota.

Pasal 7
    Cukup jelas.

Pasal 8
    Cukup jelas.

Pasal 9
    Cukup jelas.

Pasal 10
    Cukup jelas.

Pasal 11
    Cukup jelas.

Pasal 12
    Cukup jelas.

Pasal 13
        Ayat (1)
            Huruf a
                    Cukup jelas.
            Huruf b
                        Cukup jelas.

            Huruf c
Yang dimaksud dengan “melaksanakan tugas sehari-hari Gubernur” adalah tugas rutin pemerintahan yang tidak berkaitan dengan pengambilan kebijakan yang bersifat strategis dalam aspek keuangan, kelembagaan, personel dan perizinan, serta kebijakan strategis lainnya.
Yang dimaksud “berhalangan sementara” adalah keadaan tidak dapat melaksanakan tugas jabatan karena sedang melakukan pendidikan, pelatihan, kursus, kunjungan ke luar negeri, kunjungan ke dalam negeri, menunaikan ibadah keagamaan, sakit, cuti, atau alasan lain yang sejenis dengan itu.
            Huruf d
                    Cukup jelas.

        Ayat (2)
            Cukup jelas.

        Ayat (3)
        Cukup jelas.

Pasal 14
    Cukup jelas.

Pasal 15
    Cukup jelas.

Pasal 16
    Huruf a
            Cukup jelas.
    Huruf b
Yang dimaksud dengan “turut serta dalam suatu perusahaan” adalah menjadi direksi atau komisaris perusahaan.
    Huruf c
            Cukup jelas.
    Huruf d
            Cukup jelas.
    Huruf e
            Cukup jelas.
    Huruf f
            Cukup jelas.
    Huruf g
        Cukup jelas.

Pasal 17
    Cukup jelas.

Pasal 18
    Cukup jelas.


Pasal 19
    Cukup jelas.

Pasal 20
    Cukup jelas.

Pasal 21
    Cukup jelas.

Pasal 22
    Cukup jelas.

Pasal 23
    Cukup jelas.

Pasal 24
    Cukup jelas.

Pasal 25
    Cukup jelas.

Pasal 26
    Cukup jelas.

Pasal 27
    Cukup jelas.

Pasal 28
    Cukup jelas.

Pasal 29
    Cukup jelas.

Pasal 30
    Cukup jelas.

Pasal 31
    Cukup jelas.

Pasal 32
        Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “badan hukum” adalah badan hukum khusus bagi Kasultanan dan Kadipaten, yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang ini.

        Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “tanah Kasultanan (Sultanaat Grond)”, lazim disebut Kagungan Dalem, adalah tanah milik Kasultanan.

    Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “tanah Kadipaten (Pakualamanaat Grond)”, lazim disebut Kagungan Dalem, adalah tanah milik Kadipaten.


    Ayat (4)
Tanah keprabon adalah tanah yang digunakan untuk bangunan istana dan kelengkapannya, seperti Pagelaran, Kraton, Sripanganti, tanah untuk makam Raja dan kerabatnya (di Kotagede, Imogiri, dan Giriloyo), alun-alun, masjid, taman sari, pesanggrahan, dan petilasan.
Tanah bukan keprabon terdiri atas dua jenis tanah, yaitu tanah yang digunakan penduduk/lembaga dengan hak (magersari, ngindung, hak pakai, hutan, kampus, rumah sakit, dan lain-lain) dan tanah yang digunakan penduduk tanpa alas hak.

    Ayat (5)
        Cukup jelas.

Pasal 33
    Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “lembaga pertanahan” adalah lembaga pemerintah non-kementerian yang menangani bidang pertanahan.

    Ayat (2)
        Cukup jelas.

        Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “pihak lain” adalah perseorangan, badan hukum,  badan usaha, dan badan sosial yang mengelola dan memanfaatkan tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten.

    Ayat (4)
     Cukup jelas.

Pasal 34
    Cukup jelas.

Pasal 35
    Cukup jelas.

Pasal 36
    Cukup jelas.

Pasal 37
    Cukup jelas.

Pasal 38
    Cukup jelas.

Pasal 39
    Cukup jelas.

Pasal 40
    Cukup jelas.


Pasal 41
    Cukup jelas.

Pasal 42
    Ayat (1)
Dalam rangka penyediaan pendanaan Keistimewaan DIY, Pemerintah Daerah DIY wajib menyampaikan rencana kebutuhan yang dituangkan dalam rencana program dan kegiatan tahunan dan 5 (lima) tahunan.

    Ayat (2)
Mekanisme pembahasan pendanaan Keistimewaan DIY dilakukan oleh Pemerintah Daerah DIY bersama dengan kementerian/lembaga pemerintah non-kementerian yang menangani urusan pemerintahan bidang perencanaan pembangunan nasional, keuangan, pemerintahan daerah, dan kementerian/lembaga pemerintah non-kementerian yang berkaitan dengan Keistimewaan DIY.

    Ayat (3)
        Cukup jelas.

    Ayat (4)
        Cukup jelas.

    Ayat (5)
        Cukup jelas.

Pasal 43
    Cukup jelas.

Pasal 44
    Cukup jelas.

Pasal 45
    Cukup jelas.

Pasal 46
    Cukup jelas.

Pasal 47
    Cukup jelas.

Pasal 48
    Cukup jelas.

Pasal 49
    Cukup jelas.

Pasal 50
    Cukup jelas.

 
Pasal 51
    Cukup jelas.

Artikel Terpopuler


...
Istilah - Istilah Gamelan dan Seni Karawitan

by admin || 07 Maret 2014

Ada-ada. Bentuk lagu dari seorang dhalang, umumnya digunakan dalam menggambarkan suasana yang tegang atau marah, hanya diiringi dengan gender.    Adangiyah. Nama dari jenis ...


...
Istilah- Istilah Gerakan Tari  Gaya  Yogyakarta

by admin || 05 Maret 2014

Ngithing. Posisi tangan dengan mempertemukan ujung jari tengah ibu jari membentuk lingkaran, sedangkan jari-jari lainnya agak diangkat keatas dengan masing-masing membentuk setengah ...


...
Kanjeng Raden Tumenggung Madukusumo

by admin || 04 Maret 2014

Kanjeng Raden Tumenggung Madukusumo. Dilahirkan pada tanggal 22 Maret 1899 di Yogyakarta Putera Ngabehi Prawiroreso ini pada tahun 1909 tamat Sekolah Dasar di Gading dan Tahun 1916 masuk menjadi abdi ...



Artikel Terkait


...
UU Keistimewaan DIY

by admin || 08 September 2012

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIATENTANGKEISTIMEWAANDAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTADENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESAPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,Menimbang : a. bahwa negara mengakui dan menghormati ...







Copyright@2024

Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Daerah Istimewa Yogyakarta