by admin|| 04 Maret 2014 || 22.988 kali
Salah satu opera tari di Yogyakarta yang menarinya dengan cara jongkok (lutut tidak menyentuh lantai, hanya pada saat tancep lutut dipakai sebagai salah satu tumpuan). Ketika bergerak, telapak kaki yang dipakai sebagai tumpuan dalam posisi jinjit (berjengket) dengan badan tetap dalam sikap tegap.
Lahir antara tahun 1855-1913, buah karya tokoh seniman bangsawan Yogyakarta, Raden Tumenggung Purwodiningrat yang selanjutnya dikembangkan oleh ipar beliau yaitu putera Sri Sultan Hamengku Buwana VI, yang bergelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Mangkubumi. Langendriya adalah drama tari gaya Yogyakarta yang berdialog dengan tembang macapat, menggunakan teknik tari berjongkok, mengambil cerita Damarwulan. Tari ciptaan Pangeran Mangkubumi ini mempunyai suasana pementasan seperti di Kraton.
Kemunculan dramatari ini diawali dari adanya suatu kebiasaan yang terjadi pada saat pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwana VI. Pada waktu itu setiap bulan Ramadhan (puasa) semua kegiatan yang ada hubungannnya dengan tari dan karawitan ditiadakan. Sebagai penggantinya tiap malam diadakan pembacaan babad yang berbentuk tembang, yang bertempat hampir di setiap rumah bangsawan termasuk di kediaman K.R.T. Purwadiningrat. Suatu ketika K.R..T. Purbaningrat mempunyai gagasan untuk melibatkan orang lebih banyak untuk setiap orang membawakan peran yang berlainan, berpakaian lebih baik dan duduk berhadap-hadapan ditengah pendapa. Gagasan ini ternyata menarik perhatian K.G.P.A. Mangkubumi yang kemudian mengusulkan agar jalannya waktu menuju pendapa dilakukan dengan cara jongkok dan diberi pakaian tari. Karena terbentur masalah biaya, maka K.R.T. Purbaningrat mengusulkan agar K.G.P.A. mengambil alih. Dengan terlaksananya ide tersebut maka lahirlah Langendriyan dengan cerita dari Serat Damarwulan. Setelah K.G.P.A. Mangkubumi wafat, kegiatan diambil alih oleh salah seorang puteranya yaitu K.R.T. Wiraguna.
Kaidah-kaidah tari dan ragam gerak dalam Langendriya sama seperti wayang wong yang ada di Istana Yogyakarta. Karakter tokoh-tokoh dalam Langendriya juga menyesuaikan dengan wayang wong, dengan jalan menyepadankan tokoh-tokoh yang terdapat di dalam serat Damarwulan.
Dari awal pertumbuhannya, kemunculan Langendriya hanya sampai tahun 1913, setelah itu selama 64 tahun tanpa kegiatan. Baru pada tahun 1977 Yayasan Siswa Among Beksa mengadakan penelitian melalui naskah-naskah langendriya peninggalan K.R.T. Wiraguna. Dengan didukung pakar-pakar tari antara lain : K.P.H. Brontodiningrat, K.R.T. Purbadipraja dan K.R.T.Purwadiningrat, penelitian ini berhasil merekonstruksi kembali opera tari Langendriya dengan tokoh Menak Jingga Lena.
by admin || 07 Maret 2014
Ada-ada. Bentuk lagu dari seorang dhalang, umumnya digunakan dalam menggambarkan suasana yang tegang atau marah, hanya diiringi dengan gender. Adangiyah. Nama dari jenis ...
by admin || 05 Maret 2014
Ngithing. Posisi tangan dengan mempertemukan ujung jari tengah ibu jari membentuk lingkaran, sedangkan jari-jari lainnya agak diangkat keatas dengan masing-masing membentuk setengah ...
by admin || 04 Maret 2014
Kanjeng Raden Tumenggung Madukusumo. Dilahirkan pada tanggal 22 Maret 1899 di Yogyakarta Putera Ngabehi Prawiroreso ini pada tahun 1909 tamat Sekolah Dasar di Gading dan Tahun 1916 masuk menjadi abdi ...
by admin || 01 April 2012
Bimbingan dimulai dari bulan Maret 2004, yang dilaksanakan setiap hari minggu mulai pukul 10.00 wib s/d pukul 12.00 wib.
by admin || 04 Maret 2014
Kanjeng Raden Tumenggung Wiroguno. Putra dari KGPA Mangkubumi dan RAY. Tejomurti ini dilahirkan pada tanggal 3 Nopember 1876 di Yogyakarta. Beliau ,mempunyai kegemaran melukis dengan ...
by admin || 04 Maret 2014
Tari tunggal gaya Yogyakarta, lahir di lingkungan istana dan ditampilkan sebagai pertunjukkan tersendiri yang klasik. Pada penampilannya klana Alus lebih lunak dan lamban irama ...