Raden Ajeng Kartini (1879-1904) Tokoh Pelopor Kebangkitan Kaum Wanita Indonesia

by museum|| 19 April 2022 || || 9.606 kali

...

Dari kanak-kanak yang masih di Taman Kanak-kanak hingga orang-orangtua, terutama kaum wanita, sudah lama mengenal nama Raden Ajeng Kartini, sebab tiap tahun pada hari kelahirannya, 21 April, di sekolah-sekolah diadakan Hari Peringatan. Nama R.A. Kartini memang sudah menjadi terlalu besar. R.A. Kartini adalah puteri bangsawan R.M.A Sosrokartono yang lahir pada tanggal 21 April 1879 pada waktu ayahnya masih menjabat wedana di Mayong, daerah Jepara, Jawa Tengah.

Putra-putri R.M.A Sosroningrat ada 11 orang dari dua orang isteri, yakni 5 orang pria dan 6 orang wanita. Dari 5 orang pria itu antara lain adalah Drs. R.M Sosrokartono, seorang terpelajar yang menguasai banyak bahasa barat dan timur dan ilmu kebatinan. Dari 6 orang putrinya yang banyak disebut adalah adalah R.A. Kartini dan 2 orang adiknya R.A Rukmini dan R.A. Kardinah. Bupati Jepara itu beristrikan dua orang wanita, yang pertama R.Ayu Wuryan disebut “garwa padmi” (isteri pertama atau isteri utama), sedang yang kedua disebut “garwa selir atau ampil” (isteri kedua). R.A. Kartini adalah puteri yang diperoleh dari “garwa ampil” yang bernama Mas Ajeng Ngasirah, seorang puteri Kyai Haji Modirono, guru agama di Telukawur, Jepara. Semua putra-purti Sosroningrat yang berjumlah 11 orang hidup bersama-sama di Kabupaten Jepara bersama dengan 2 ibu mereka.

R.A. Kartini setelah tiba masa sekolahnya  dimasukkan dalam Sekolah Kelas Dua Belanda. Disamping itu dan saudara-saudaranya mendapat pendidikan bahasa dan tatakrama Jawa dan mengaji Quran berikut pelajaran agama. Dengan demikian Kartini bersaudara termasuk putera-puteri yang beruntung di zamannya karena ayahnya berpikiran luas dan berhasrat memberikan pengetahuan sebanyak-banyaknya kepada puteri-puterinya, terutama pada puteranya.

 

 

Kartini terkenal lincah dan memperoleh nama kesayangan “Trinil” nama panggilan dari Tini dan mempunyai arti nama seekor burung kecil indah dan lincah. Masa bersekolah bagi Kartini dan saudara-saudra wanitanya merupakan masa yang amat menyenangkan. Umur 12 tahun sudah dianggap dewasa dan Krtini masuk dalam apa yang disebut “pingitan” yang artinya simpanan atau yang disimpan. Pada mulanya teman-teman nona-nona Belanda berkunjung ke kabupaten, namun lama-kelamaan pun makin kurang teman-temannya yang datang. Dalam kesepian yang mencekam itu Kartini masih lumayan keadaanya, karena ia mempunyai kegemaran membaca. Dari bacaan itu ia banyak mengetahui kemajuan kaum wanita di lain-lain negeri seperti di negeri Belanda, Jerman dan Perancis. Mengetahui hal-hal seperti itu jiwa Kartini memberontak. Ia berpikir, bahwa harus ada sesuatu yang dilakukan untuk mengakhiri keadaan buruk itu. Buah pikiran yang demikian itu ia uraikan dalam surat-suratnya kepada teman-temannya atau bekas gurunya diluar negeri Belanda.

Kartini memang cukup peka kepada keadaan di lingkungannya. Ketika Pemerintah bermaksud mengurangi jumlah pegawai ia teringat kepada nasib para pengukir kayu di Jepara yang tentu akan mengalami akibatnya dengan berkurangnya jumlah pegawai ia teringat kepada nasib para pengukir kayu itu Kartini memanggil mereka untuk bekerja di dalam kabupaten. Menjelang perkawinan ratu Belanda, para bupati minta kepada Kartini untuk membuat peti jahitan dari kayu jati berukir yang akan dihadiahkan kepada sang ratu. Dari segala usaha Kartini itu yang diinginkan sebenarnya ialah mengenai kemajuan kaum wanita bangsanya.

Cita-cita Katini banyak diuraikan dalam surat-surat kepada teman-teman dan handai taulannya di negeri Belanda. Surat-surat yang banyak itu kemudian dihimpun oleh Mr. J.H. Abendanon dan pada tahun 1911 setelah R.A. Kartini wafat, diterbitkan menjadi buku itu sudah diterjemahkan oleh Armijn Pane dan diterbitkan oleh Balai Pustaka dengan judul “Habis gelap terbitlah terang”. Hingga kini masih dicetak ulang. Kira-kira tahun 1950 buku itu di terjemahkan dalam bahasa Inggris oleh Agnes Louise Symmers dengan judul “Letters of a Javanese Princess” Surat-surat dari bangsawan Jawa. Buku yang di dalam bahasa Belanda itu cepat habis terjual dan harus dicetak ulang. Uang hasilnya dikumpulkan dalam “Kartinifonds” (Dana Kartini) di Den Haag yang bertujuan membantu kaum wanita Indonesia.

Semua itu terjadi setelah Kartini wafat. Sebelum mencapai sukses, Kartini harus berjuang sekuat-kuatnya. Dalam suratnya tanggal 25 Mei 1899 kepada Stella sahabatnya. Kartini mempunyai cita-cita akan belajar di Negeri Belanda. Ternyata usaha itu memakan waktu dan sebelum berhasil, keburu Kardinah menikah dengan bupati Tegal, R.A.A. Reksonegoro. Setahun kemudian Rukmini pun menikah. Maka waktu bertemu lagi dengan Mr. Abendanon, Kartini menyatakan tidak ingin belajar lagi ke Negeri Belanda, karena adik-adiknya sudah menikah. Sekarang Kartini hanya ingin belajar ke Jakarta.

Sambil menunggu usahanya belajar ke Jakarta, ia membuka sekolahan di Jepara. Muridnya hanya 9 orang gadis, terdiri dari sahabat dan teman-temannya. Sekolahnnya itu berjalan lancar dan menggembirakan hati Kartini, namun sementara itu telah datang pinangan kepada dirinya dari Joyoadiningrat, bupati Rembang. Pinangan itu diterima oleh orang tuanya dan Kartini harus siap-siap menghadapi pernikahannya.

Pada tanggal 7 Juli 1903, Kartini menerima surat yang berisi jawaban Pemerintah Hindia Belanda mengabulkan permintaannya akan beasiswa untuk belajar di negeri Belanda. Bagi Kartini tidak mungkin lagi memenuhi hasratnya semula akan belajar ke negeri Belanda, sebab ia telah menjelang pernikahannya pada 8 November 1903, kemudian akan mengikuti suaminya ke Rembang. Kartini masih sempat memikirkan beasiswa dan mengajukan permintaan kepada pemerintah agar beasiswa itu diberikan kepada pemuda Agus Salim (kemudian K.H. Agus Salim), seorang siswa Hogore Burgerschool (HBS) di Jakarta yang lulus nomor satu dalam ujian terakhirnya.

Kehidupan rumah tangga bahagia Kartini tidak berlangung lama. Pada bulan Februari-Maret 1904 Kartini jatuh sakit. Ia menderita bermacam-macam penyakit, pilek, demam, sakit kepala, encok, sakit perut dan cacar air. Mungkin karena bawaan kehamilannya. Siang malam suami, orangtua, dan adik-adiknya selalu mendampinginya dan berbagai usaha dilakukan untuk menyelamatkan jiwanya. Dalam keadaan berat inilah ia melahirkan puteranya dengan selamat. Puteranya diberi nama R.M. Susalit yang menyaksikan hasil perjuangan ibundanya, namun tidak pernah mengenal sendiri ibundanya, sebab waktu ibundanya wafat ia masih bayi. Pada tanggal 17 September 1904 Kartini wafat dengan tenang di kabupaten Rembang setelah mencapai usia 25 tahun. Jenazahnya dikebumikan di desa Bulu, selatan Rembang dan kini banyak diziarahi orang terutama kaum wanita, khususnya pada hari lahirnya 21 April. Di zaman kemerdekaan Susalit yang tamat OSVIA berjuang dalam TNI AD, kemudian meninggal dunia sebagai pensiunan Kolonel.

Jasa R.A. Kartini diakui oleh sejarah dan tidak akan terhapus dari sejarah perjuangan bangsa Indonesia untuk selama-lamanya. Pemerintah RI berdasarkan SK Presiden No. 108 Tahun 1964 tertanggal 12 Mei 1964 menganugrahi Raden Ajeng Kartini gelar Pahlawan Nasional Indonesia.

Sumber : Perpustakaan Museum Pergerakan Wanita Indonesia

Duta Museum Pergerakan Wanita Indonesia

 

 

 

Berita Terpopuler


...
Raden Ayu Lasminingrat Tokoh Intelektual Pertama

by museum || 24 Oktober 2022

Raden Ayu Lasminingrat terlahir dengan nama Soehara pada than 1843, merupakan putri seorang Ulama/Kyai, Penghulu Limbangan dan Sastrawan Sunda, Raden Haji Muhamad Musa dengan Raden Ayu Ria. Lasmi ...


...
Batik Kawung

by museum || 02 Juni 2022

Batik merupakan karya bangsa Indonesia yang terdiri dari perpaduan antara seni dan teknologi oleh leluhur bangsa Indonesia, yang membuat batik memiliki daya tarik adalah karena batik memiliki corak ...


...
Siklus Air: Definisi, Proses, dan Jenis Siklus Air

by museum || 04 Juli 2023

Air merupakan salah satu sumber daya alam yang diperlukan untuk kelangsungan hidup makhluk hidup di bumi. Untungnya, air adalah sumber daya alam terbarukan. Proses pembaharuan air berlangsung dalam ...


...
Laksamana Malahayati Perempuan Pejuang yang berasal dari Kesultaan Aceh.

by museum || 12 September 2022

Malahayati adalah salah seorang perempuan pejuang yang berasal dari Kesultanan Aceh. Sebagai perempuan yang berdarah biru, pda tahun 1585-1604, ia memegang jabatan Kepala Barisan Pengawal Istana ...


...
Pahlawan Perintis Pendidikan Perempuan Jawa Barat Raden Dewi Sartika (1884-1947)

by museum || 24 Mei 2022

Raden Dewi Sartika dilahirkan tanggal 4 Desember 1884 di Cilengka, Jawa Barat, puteri Raden Somanagara dari ibu Raden Ayu Rajapermas. Dewi Sartika menumpuh Pendidikan di Cicalengka. Di sekolah ia ...



Berita Terkait


...
SEMINAR PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM TOKOH PEWAYANGAN NUSANTARA: JEJAK, PERAN, DAN RELEVANSI

by museum || 03 Maret 2021

Halo Sahabat MuseumKeterlibatan perempuan di berbagai bidang turut dikemas dalam lakon pewayangan. Mulai dari berperang, berpolitik, dan berkeluarga. Setiap tokoh wayang perempuan digambarkan dengan ...


...
Workshop Membuat Poster Pendidikan dan Koleksi MPI UNY

by museum || 09 Maret 2021

Di masa pandemi ini banyak museum yang tutup dan tidak menerima kunjungan sementara. Duta Museum DIY harus tetap mempromosikan museum dengan mengadakan acara Jumpa Sahabat Museum melalui berbagai ...


...
Duta Museum DIY : Free Modelling Class Museum Tembi Rumah Budaya

by museum || 16 Maret 2021

Pada hari Jum'at, 12 Maret 2021 telah berlangsung kegiatan "Free Modelling Class" yang diinisiasi oleh Jossephine Daniella Iki selalu Duta Museum Untuk DIY 2020 untuk Museum Tembi Rumah Budaya. ...





Copyright@2024

Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Daerah Istimewa Yogyakarta