Terpilihnya Sudirman sebagai Panglima Besar

by museum|| 12 Januari 2023 || || 733 kali

...

Tampak kesibukan luar biasa di Jalan Gondokusuman, Yogyakarta, sejak pagi buta. Kala itu bulan November tahun 1945. Terdengar derap sepatu yang bergegas. Kaki-kaki telanjang dalam langkah lebar tak meninggalkan kewaspadaan. Terdengar berbagai percakapan dari ruangan-ruangan. Menandakan akan ada peristiwa penting di sana.

Dari kota ini, R. Urip Sumoharjo yang saat itu merupakan Kepala Staf Markas Besar Umum Tentara Keamanan Rakyat (TKR), mulai membangun ketentaraan Indonesia. Di tengah-tengah desingan peluru dan gemuruh perjuangan pada masa itu, TKR mengadakan pertemuan yang akan menentukan sikap dan kelangsungan hidupnya di masa depan.

Pertemuan itu adalah kali kedua setelah rencana pada pertemuan pertama tak bisa dilangsungkan. Hanya beberapa orang Kepala Divisi yang datang. Pertemuan kedua ini pun diperluas dengan harapan akan bertambah banyak para komandan yang menghadirinya.

Menjelang pukul 10 pagi, para Kepala Divisi dan Kepala-kepala Resimen disertai pengawal-pengawalnya mulai berdatangan. Seraya mengepalkan tangan, mereka berseru ”Merdeka!”. Seruan yang memberi arti tersendiri kepada sejarah pertumbuhan kepribadian Tentara Nasional Indonesia.

Dengan berbagai cara, akhirnya dapat juga mereka datang memenuhi panggilan Kepala Staf Markas Besar Oemoem (MBO) TKR. Di situlah tepat pukul 10 pagi dibuka Permusyawaratan Markas Besar Umum dengan Kepala-kepala Resimen ke atas.

Sebagian dari mereka yang hadir pernaha memasuki KNIL pada masa penjajahan Belanda dulu seperti Urip Sumoharjo, Didi Kartasasmita, A.H. Nasution, dan Suryadarma. Mereka pun telah menyatakan ikrar bersama untuk mengabdi kepada tanah air Indonesia pada 14 Oktober 1945.

Para prajurit berjaga-jaga di luar ruangan dan di halaman. Jiwa mereka tampak masih semangat walau raga mereka tampak letih. Urip Sumoharjo membuka permusyawaratan dengan suaranya yang tenang dan berat.

Dijelaskannya apa tujuan pertemuan hari itu untuk kepentingan TKR dalam membela tanah air. Setelah menjelaskan uraian tentang kedudukan dan hubungan antara pemerintah dan TKR serta nasihat dari pemerintah, Urip Sumoharjo mulai menjelaskan seluk-beluk tentara.

Musyawarah semakin hangat ketika memasuki acara kelima, yaitu tentang Kepala Tertinggi TKR, Markas Besar Umum dan soal Kepala-kepala bagian lainnya. Beberapa nama mulai disebutkan diikuti sederetan alasan yang dipandang dapat memenuhi persyaratan yang diajukan.

Beberapa kali pula pimpinan memperingatkan agar peserta musyawarah tenang. Kolonel Hollan Iskandar segera tampil mengajukan diri menggantikan Urip Sumoharjo sebagai pimpinan rapat. Urip Sumoharjo pun menyetujuinya.

Kolonel Sudirman mengacungkan tangannya seraya berkata, ”Saudara Ketua, lebih baik pertemuan ini di-schors sebentar.” Usul ini disetujui bersama secara aklamasi.

Kelompok-kelompok kecil mulai terbentuk di dalam dan di luar ruangan untuk berdiskusi siapa kiranya orang yang tepat untuk dipilih sebagai Kepala Tertinggi TKR.

Hingga pada akhirnya, hasil akhir keputusan dari musyawarah tersebut adalah Kolonel Sudirman yang terpilih menjadi Kepala Tertinggi TKR. Tepuk tangan menyambut hasil pemilihan tersebut. Menerima kenyataan musyawarah itu, Kolonel Sudirman tertegun dan tafakur. ”Tuhan, berilah hambamu kekuatan. Ibu, Bapak, dan Guru-guruku, kumohon doa restumu,” tercetus dalam hatinya,

Dengan kata-kata sederhana, akhirnya ia menerima pengangkatan itu. Ia tidak menjanjikan apa-apa. Ia mengajak mereka yang hadir dalam ruangan untuk bersatu, untuk sama-sama berjuang membela tanah air.

Orang tidak ingat lagi, pukul berapa permusyawaratan itu berakhir. Mereka tahu pasti bahwa pertemuan itu merupakan salah satu tonggak penting yang harus dilalui dan akan ikut serta menentukan jalannya perjuangan itu sendiri. Permusyawaratan itu sendiri telah menunjukkan bagaimana TKR berusaha untuk mengembangkan diri menjadi tentara kebangsaan kebanggaan NKRI.

Selepas permusyawaratan, Sudirman tidak sempat beristirahat. Kolonel Sudirman harus mengatur siasat untuk menghindarkan pasukannya dari kesalahan saat menghadapi pasukan Inggris yang telah tiba. Pada waktu yang sama, angan-angannya sudah terbayang beberapa rencana untuk menyempurnakan TKR.

Kolonel Sudirman berangkat tanpa menunggu keputusan Kabinet tentang pengangkatannya. Di garis depan, tanpa memperhatikan taktik apa yang sebaiknya digunakan, musuh harus didesak mundur. Gelombang tekanan yang terus-menerus akhirnya memaksa lawan meninggalkan Ambarawa.

Sukses yang telah dicapai di Ambarawa ternyata belum berhasil meyakinkan pemerintah untuk melantik Kolonel Sudirman sebagai Kepala Tertinggi TKR. Pada sebelum tanggal 18 Desember 1945, Presiden, Wakil Presiden, Perdana Menteri, dan anggota-anggota kabinet mengadakan pertemuan di Markas Tertinggi TKR untuk mendiskusikan siapa yang tepat menjadi Kepala Tertinggi TKR. Sudirman maupun Urip Sumoharjo merupakan calon-calon yang kuat.

Pertemuan yang dipimpin presiden tersebut pun berjalan sangat lamban dan kaku. Hingga pada akhir pertemuan, tercapailah kesepakatan dan persetujuan bahwa Sudirman ditunjuk sebagai Kepala Tertinggi TKR.

 Ayuningtyas Rachmasari, S.S., Duta Museum DIY 2022 untuk Museum Jenderal Besar Sudirman.

Berita Terpopuler


...
Siklus Air: Definisi, Proses, dan Jenis Siklus Air

by museum || 04 Juli 2023

Air merupakan salah satu sumber daya alam yang diperlukan untuk kelangsungan hidup makhluk hidup di bumi. Untungnya, air adalah sumber daya alam terbarukan. Proses pembaharuan air berlangsung dalam ...


...
Batik Kawung

by museum || 02 Juni 2022

Batik merupakan karya bangsa Indonesia yang terdiri dari perpaduan antara seni dan teknologi oleh leluhur bangsa Indonesia, yang membuat batik memiliki daya tarik adalah karena batik memiliki corak ...


...
Raden Ayu Lasminingrat Tokoh Intelektual Pertama

by museum || 24 Oktober 2022

Raden Ayu Lasminingrat terlahir dengan nama Soehara pada than 1843, merupakan putri seorang Ulama/Kyai, Penghulu Limbangan dan Sastrawan Sunda, Raden Haji Muhamad Musa dengan Raden Ayu Ria. Lasmi ...


...
Pahlawan Perintis Pendidikan Perempuan Jawa Barat Raden Dewi Sartika (1884-1947)

by museum || 24 Mei 2022

Raden Dewi Sartika dilahirkan tanggal 4 Desember 1884 di Cilengka, Jawa Barat, puteri Raden Somanagara dari ibu Raden Ayu Rajapermas. Dewi Sartika menumpuh Pendidikan di Cicalengka. Di sekolah ia ...


...
Limbah Industri: Jenis, Bahaya dan Pengelolaan Limbah

by museum || 18 September 2023

Limbah merupakan masalah besar yang dirasakan di hampir setiap negara. Jumlah limbah akan semakin bertambah seiring berjalannya waktu. Permasalahan sampah timbul dari berbagai sektor terutama dari ...



Berita Terkait


...
SEMINAR PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM TOKOH PEWAYANGAN NUSANTARA: JEJAK, PERAN, DAN RELEVANSI

by museum || 03 Maret 2021

Halo Sahabat MuseumKeterlibatan perempuan di berbagai bidang turut dikemas dalam lakon pewayangan. Mulai dari berperang, berpolitik, dan berkeluarga. Setiap tokoh wayang perempuan digambarkan dengan ...


...
Workshop Membuat Poster Pendidikan dan Koleksi MPI UNY

by museum || 09 Maret 2021

Di masa pandemi ini banyak museum yang tutup dan tidak menerima kunjungan sementara. Duta Museum DIY harus tetap mempromosikan museum dengan mengadakan acara Jumpa Sahabat Museum melalui berbagai ...


...
Duta Museum DIY : Free Modelling Class Museum Tembi Rumah Budaya

by museum || 16 Maret 2021

Pada hari Jum'at, 12 Maret 2021 telah berlangsung kegiatan "Free Modelling Class" yang diinisiasi oleh Jossephine Daniella Iki selalu Duta Museum Untuk DIY 2020 untuk Museum Tembi Rumah Budaya. ...





Copyright@2025

Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Daerah Istimewa Yogyakarta