by museum|| 13 Februari 2023 || || 19.777 kali
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan salah satu wilayah yang menjadi pusat penyebaran agama Islam di Pulau Jawa. Hal ini dilihat dari banyaknya peninggalan Kerajaan Mataram Islam di kawasan Kotagede, sebagai bekas ibukota Mataram Islam. Maka tidak heran jika banyak masjid yang sudah berusia ratusan tahun di Yogyakarta. Masjid Gedhe Mataram Kotagede menjadi masjid tertua yang ada di Yogyakarta, sekaligus menjadi saksi perkembangan Islam di Yogyakarta khususnya dan Pulau Jawa pada umumnya.
Masjid Gedhe Mataram mulai dibangun pada tahun 1578 dan selesai pada tahun 1587. Masjid ini dibangun pada era Panembahan Senopati dengan banyak melibatkan masyarakat yang pada saat itu masih menganut agama Hindu dan Budha. Sejarah berdirinya masjid ini berawal dari perpindahan Ki Ageng Pemanahan dan anaknya Danang Sutawijaya ke Alas Mentaok Kotagede. Tanah pemberian Kasultanan Pajang lalu dijadikan masjid oleh Ki Ageng Pemanahan atas saran gurunya yaitu Sunan Kalijaga Di sisi lain, terdapat sumber yang mengatakan bahwa masjid ini dibangun pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono I. Pernyataan ini didasarkan pada prasasti di masjid tersebut yang menggunakan huruf Arab dan berbahasa Jawa, menerangkan bahwa masjid ini didirikan pada hari Ahad Kliwon tanggal 6 Rabiul Akhir 1188 Hijriah atau pada 27 Juni 1773 sesuai penanggalan masehi.
Pada saat berlangsungnya pembangunan masjid, umat Islam membangun bagian utama bangunan masjid dan umat Hindu membangun bagian pagar masjid. Hal ini dapat dilihat pada pintu masuk Masjid Gedhe Mataram yang berwujud Pura. Konsep itu diajarkan oleh Sunan Kalijaga dan didukung oleh Panembahan Senopati yang berpesan agar bangunan fisik tidak boleh diubah, mulai dari bangunan masjid maupun gapura yang berbentuk pura. Dipertahankannya corak akulturasi pada bangunan masjid dengan maksud untuk menyebarkan ajaran agama Islam di tanah Mataram mengingat pada saat itu mayoritas masyarakatnya masih menganut kepercayaan animisme dan dinamisme. Pada masa itu ajaran agama Islam sangat sulit diterima oleh masyrakat. Sunan Kalijaga kemudian melakukan pendekatan budaya yang ada di masyarakat untuk menyebarkan ajaran agama Islam, dan cara tersebut berhasil hingga akhirnya agama Islam pun diterima di sana. Seiring berjaannya waktu, Masjid Gedhe Mataram mulai mengalami perkembangan. Masjid yang awalnya hanya berbentuk bangunan sederhana, kemudian dibangun serambi dan halaman masjid pada masa Sultan Agung tahun 1611 masehi.
Masjid Gedhe Mataram berada dalam satu komplek dengan Pesaren Agung (pemakaman besar) Kotagede yang dikelilingi oleh pagar batas setinggi 2,5 meter dalam struktur tataruang pusat kerajaan Islam di Jawa. Masjid ini merupakan bagian dari konsep catur gatra tunggal yang meliputi empat elemen pembentuk identitas kota, yang terdiri atas keraton sebagai pusat pemerintahan, alun-alun sebagai pusat kegiatan sosial budaya, masjid sebagai pusat kegiatan spiritual, dan pasar sebagai pusat kegiatan ekonomi. Arsitektur bangunan masjid memiliki ciri khas berupa pagar bercorak Hindu yang mengelilingi area masjid. Corak ini adalah wujud akulturasi antara Islam dan Hindu kala itu. Ruang utama dari Masjid Gedhe Mataram memiliki atap berbentuk tajug (atap berbentuk piramida) bertingkat dua, terbuat dari kayu dan ditutupi oleh genteng. Puncaknya diberi mahkota yang disebut pataka. Serambi masjid memiliki atap berbentuk limas atau perisai. Sedangkan pada mustaka masjid diberi hiasan kluwih yang merupakan sinonim kataka-luwih-anyang bermakna berlipat ganda. Masjid ini berbentuk bujur sangkar seperti tipe arstitektur jawa lainnya. Hal ini dikarenakan pandangan estetika Jawa yang menggunakan symbol konsep “klebat papat limo pancer”, yakni simbol kemantapan dan sekaligus keselarasan yang merupakan lambing empat mata angin dengan pusat ditengahnya. Masjid ini juga menyimpan sebuah bedug yang usianya hampir sama dengan usia masjid. Bedug berdiameter 1 meter itu tersimpan di serambi masjid. Dikisahkan bedug tersebut didapatkan oleh Sunan Kalijaga ketika ia secara tidak sengaja menemukan pohon yang besar pada saat sedang mengembara melalui Kulon Progo. Diketahui pohon besar tersebut ternyata milik Kyai Pringgit atau dikenal dengan Nyai Brintik. Setelah mengetahui sang pemilik, Sunan Kalijaga meminta pohon itu dan diberilah pohon besar itu yang kemudian digunakan sebagai kerangka bedug. Hingga saat ini Masjid Gedhe Mataram masih digunakan sebagai tempat ibadah sekaligus bagian dari tujuan wisatawan untuk berwisata religi atau wisata ziarah.
Ramdani Rachmat
Duta Museum DIY untuk Museum Kotagede
by museum || 04 Juli 2023
Air merupakan salah satu sumber daya alam yang diperlukan untuk kelangsungan hidup makhluk hidup di bumi. Untungnya, air adalah sumber daya alam terbarukan. Proses pembaharuan air berlangsung dalam ...
by museum || 02 Juni 2022
Batik merupakan karya bangsa Indonesia yang terdiri dari perpaduan antara seni dan teknologi oleh leluhur bangsa Indonesia, yang membuat batik memiliki daya tarik adalah karena batik memiliki corak ...
by museum || 24 Oktober 2022
Raden Ayu Lasminingrat terlahir dengan nama Soehara pada than 1843, merupakan putri seorang Ulama/Kyai, Penghulu Limbangan dan Sastrawan Sunda, Raden Haji Muhamad Musa dengan Raden Ayu Ria. Lasmi ...
by museum || 24 Mei 2022
Raden Dewi Sartika dilahirkan tanggal 4 Desember 1884 di Cilengka, Jawa Barat, puteri Raden Somanagara dari ibu Raden Ayu Rajapermas. Dewi Sartika menumpuh Pendidikan di Cicalengka. Di sekolah ia ...
by museum || 18 September 2023
Limbah merupakan masalah besar yang dirasakan di hampir setiap negara. Jumlah limbah akan semakin bertambah seiring berjalannya waktu. Permasalahan sampah timbul dari berbagai sektor terutama dari ...
by museum || 03 Maret 2021
Halo Sahabat MuseumKeterlibatan perempuan di berbagai bidang turut dikemas dalam lakon pewayangan. Mulai dari berperang, berpolitik, dan berkeluarga. Setiap tokoh wayang perempuan digambarkan dengan ...
by museum || 09 Maret 2021
Di masa pandemi ini banyak museum yang tutup dan tidak menerima kunjungan sementara. Duta Museum DIY harus tetap mempromosikan museum dengan mengadakan acara Jumpa Sahabat Museum melalui berbagai ...
by museum || 16 Maret 2021
Pada hari Jum'at, 12 Maret 2021 telah berlangsung kegiatan "Free Modelling Class" yang diinisiasi oleh Jossephine Daniella Iki selalu Duta Museum Untuk DIY 2020 untuk Museum Tembi Rumah Budaya. ...