by museum|| 17 Februari 2023 || || 2.096 kali
Kotagede, Yogyakarta bukan hanya dikenal sebagai kota pengrajin perak, tetapi juga terkenal akan jejak-jejak peninggalan Kerajaan Mataram. Hal ini dapat dilihat dari gedung-gedung khas yang masih berdiri di sana. Begitu juga dengan kulinernya yaitu kue kembang waru. Konon katanya, kue kembang waru merupakan hidangan persembahan bagi Raja Mataram yang artinya hanya dapat ditemui pada perayaan-perayaan khusus saja.
kue ini menjadi salah satu saksi bahwa masyarakat Kotagede sangat gigih dan tekun dalam melestarikan budaya leluhur. kue yang ada sejak zaman kerajaan Mataram masih bisa kita jumpai dan nikmati rasanya hingga saat ini. Hal ini yang perlu di apresiasi dan dijaga serta dicontoh agar generasi hari ini bisa menjaga dan melestarikannya untuk generasi yang akan datang di masa mendatang.
Kue ini berbentuk seperti bunga waru dengan delapan kelopak. Dahulu para sahabat kerajaan membuat kue ini dikarenakan banyaknya pohon waru yang tumbuh di sekitar Kotagede. Memiliki delapan kelopak, kue kembang waru memiliki makna filosofi yang tinggi. Delapan kelopak tersebut memiliki arti delapan jalan utama atau hasto broto, yang diibaratkan delapan elemen penting bagi kehidupan manusia yaitu matahari, bulan, bintang, mega (awan), tirta (air), kismo (tanah) Samudra, dan maruto (angin).
Kedelapan unsur dalam hasto broto memiliki karakternya masing-masing. Bumi melambangkan sifat kaya hati yang memiliki arti suka berbagi. Air melambangkan ketenangan hati dan batin dalam menghadapi masalah. Angin melambangkan manfaat bagi orang banyak. Api melambangkan kemampuan untuk menerima semua masalah dan kesulitan sebagai bagian dari pembelajaran hidup. Matahari melambangkan sinar harapan bagi yang sedang kesulitan. Bulan melambangkan terang yang membawa rasa kesabaran ketika menghadapi masalah. Bintang melambangkan kemampuan dan ketangguhan hati dan raga, serta langit melambangkan sifat mengayomi dan melindungi semua orang tanpa pilih kasih. Delapan nilai ini menjadi kunci keseimbangan dan harmonisasi antara jagat gededan jagat cilik.
Hasta atau Hasto dalam Bahasa Jawa diartikan sebagai angka delapan dan kata Brata atau Broto memiliki arti sebagai “laku” atau jalan spiritual. Bila seorang calon atau pemimpin bersedia mengadopsi keseluruhan unsur tersebut, maka semoga ia akan menjadi pemimpin yang baik, berwibawa dan mampu mengayomi.
Dalam proses pembuatannya, bahan yang digunakan antara lain tepung terigu, telur ayam, gula, susu, vanili, dan mentega. Sementara untuk wewangian kue kembang waru digunakan daun pandan atau pun vanili. Meski demikian, rasa dan kualitasnya tetap terjaga seperti aslinya. Semua bahan-bahan tersebut kemudian dicampur menjadi adonan. Selanjutnya adonan yang sudah jadi dimasukkan ke dalam cetakan berbentuk bunga waru yang sebelumnya sudah diolesi dengan mentega. cetakan ini terbuat dari besi yang sudah dibentuk khusus untuk mencetak kue ini. Setelah itu adonan dipanggang di dalam oven. Uniknya, oven yang digunakan untuk memanggang kue kembang waru masih menggunakan arang sebagai bahan bakarnya. Arang-arang itu ditempatkan di atas dan di bawah oven.
Memiliki tekstur lembut dengan citarasa manis menjadikan roti kembang waru cocok dijadikan sebagai teman santai bersama kopi dan teh. Kue kembang waru masih dapat kita jumpai di Kotagede dengan harga mulai dari Rp1000 – Rp3000. Bahkan pada beberapa warung yang menyajikan kue ini dapat kita saksikan proses pembuatannya secara langsung.
Ramdani Rachmat
Duta Museum DIY untuk Museum Kotagede
by museum || 04 Juli 2023
Air merupakan salah satu sumber daya alam yang diperlukan untuk kelangsungan hidup makhluk hidup di bumi. Untungnya, air adalah sumber daya alam terbarukan. Proses pembaharuan air berlangsung dalam ...
by museum || 02 Juni 2022
Batik merupakan karya bangsa Indonesia yang terdiri dari perpaduan antara seni dan teknologi oleh leluhur bangsa Indonesia, yang membuat batik memiliki daya tarik adalah karena batik memiliki corak ...
by museum || 24 Oktober 2022
Raden Ayu Lasminingrat terlahir dengan nama Soehara pada than 1843, merupakan putri seorang Ulama/Kyai, Penghulu Limbangan dan Sastrawan Sunda, Raden Haji Muhamad Musa dengan Raden Ayu Ria. Lasmi ...
by museum || 24 Mei 2022
Raden Dewi Sartika dilahirkan tanggal 4 Desember 1884 di Cilengka, Jawa Barat, puteri Raden Somanagara dari ibu Raden Ayu Rajapermas. Dewi Sartika menumpuh Pendidikan di Cicalengka. Di sekolah ia ...
by museum || 18 September 2023
Limbah merupakan masalah besar yang dirasakan di hampir setiap negara. Jumlah limbah akan semakin bertambah seiring berjalannya waktu. Permasalahan sampah timbul dari berbagai sektor terutama dari ...
by museum || 03 Maret 2021
Halo Sahabat MuseumKeterlibatan perempuan di berbagai bidang turut dikemas dalam lakon pewayangan. Mulai dari berperang, berpolitik, dan berkeluarga. Setiap tokoh wayang perempuan digambarkan dengan ...
by museum || 09 Maret 2021
Di masa pandemi ini banyak museum yang tutup dan tidak menerima kunjungan sementara. Duta Museum DIY harus tetap mempromosikan museum dengan mengadakan acara Jumpa Sahabat Museum melalui berbagai ...
by museum || 16 Maret 2021
Pada hari Jum'at, 12 Maret 2021 telah berlangsung kegiatan "Free Modelling Class" yang diinisiasi oleh Jossephine Daniella Iki selalu Duta Museum Untuk DIY 2020 untuk Museum Tembi Rumah Budaya. ...