BETWEEN TWO GATES, REPRESENTASI KERUKUNAN ANTAR WARGA DI YOGYAKARTA

by museum|| 07 Juli 2023 || || 523 kali

...

Berjalan-jalan menyusuri sudut Kotagede, terdapat salah satu cagar budaya yang cukup unik dinamakan Between Two Gates atau diartikan sebagai ‘di antara dua gerbang.’ Tempat inimerupakan salah satu bentuk pemukiman khas Kotagede di mana sebagian rumah penduduknya di bangun dalam satu pekarangan dengan satu pintu gerbang, seperti cluster. Lingkungan permukiman ini seperti halnya sebuah rumah besar yang ditinggali oleh satu keluarga besar dengan sikap kerukunan dan gotong royong yang tinggi. Lokasi cagar budaya ini berada di Kampung Alun-alun, Kelurahan Purbayan, Kecamatan Kotagede, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Penamaan Between Two Gates tidak lepas dari campur tangan sekelompok tim peneliti arsitektur pada tahun 1986 dan kemudian menjadi populer di kalangan masyarakat Kotagede. Dinamakan demikian, sebab rumah-rumah yang ada di sana dibangun berbanjar dari timur ke barat dan saling berhadapan ke arah utara dan selatan. Deretan rumah-rumah itu dipisahkan oleh jalan kecil seperti lorong yang menghubungkan dua gerbang yang masing-masing di ujung timur dan barat. Pada prinsipnya, Between Two Gates adalah sebuah lingkungan kecil dari pemukiman yang bersifat semi tertutup karena diapit oleh gerbang-gerbang pada kedua ujungnya. Lingkungan tersebut terbentuk dari sejumlah joglo terdiri atas dalem dan pendhapa yang berjajar dalam satu deret.

Ada Sembilan rumah yang di bangun di sana. Uniknya, satu kepemilikan rumah terbagi atas dua sisi utara dan selatan yang saling berhadapan. Artinya, setiap rumah yang berhadapan adalah milik satu orang dengan rumah induk berada di sisi utara menghadap ke selatan. Masyarakat setempat meyakini bahwa bangunan rumah tidak boleh menyamai bangunan keraton yang menghadap ke utara, melainkan harus menghadap ke arah selatan atau menghadap keraton. Dalam hal ini, terdapat hasil sejumlah penelitian yang menjawab adanya alasan fungsional mengapa rumah-rumah yang ada di tempat itu menghadap ke selatan. Di jelaskan sisi selatan merupakan daerah pantai (pantai selatan) dan sis utara merupakan daerah gunung (merapi). Pada malam hari manfaat dari posisi rumah seperti ini adalah bisa menyimpan angin yang datang dari sisi selatan, sehingga tidak terasa panas.

Tidak sekedar bentuk bangunan fisiknya saja yang unik, Between Two Gates juga menggambarkan suasana lingkungan sosial dan budaya di tempat itu. Pada tiap-tiap bangunannya merepresentasikan kerukunan antar warganya. Hal ini dapat dilihat dari penggunaan pendapa bersama sebagai tempat untuk mengadakan pengajian atau aktivitas bersama lainnya. Warga yang memiliki rumah dengan luas terbatas bisa meminjam pendapa tetangganya. Keunikan lainnya juga tampak pada bangunan-bangunan induk yang saling berimpit satu sama lain. Bangunan-bangunan itu hanya dipisahkan dengan pintu yang saling terhubung di bangunan belakang. Kegunaannya adalah semisal seorang warga yang kedatangan tamu kehabisan gula atau teh, mereka bisa sementara meminta ke tetangga sebelah tanpa mempermalukan diri di hadapan tamu. Masyarakat di sana memegang prinsip ‘tetangga adalah keluarga terdekat’. Di sana terdapat sebuah gang yang dijuluki oleh masyarakat sebagai gang kerukunan. Dinamai demikian sebab jalan yang terbentuk berasal dari sebagian tanah milik pribadi, tetapi boleh dilewati oleh masyarakat umum. Keberadaan gang kerukunan membuat warga yang tinggal di daerah tersebut menjadi lebih rukun karena sering berinteraksi.

Terdapat pula pilar penyangga yang disebut bahu danyang karena memiliki bentuk seperti bahu orang yang tengah menyangga beban di atasnya. Bahu danyang hanya bisa kita jumpai di rumah-rumah joglo yang ada di Kotagede. Ada yang mengatakan kalau bahu danyang digunakan untuk tolak bala. Tetapi, dalam hasil ajian arsitek bahu danyang digunakan hanya sebagai penyangga bangunan saja. Semakin rumit ukirannya maka semakin tinggi pula status sosialnya. Sementara untuk desain rumah utama berupa teras di sisi depan, ruang lapang dengan empat pilar di sisi tengah, dan tiga ruang senthong yang disebut senthong kiwo, senthong tengen, dan senthong tengah. Pada jaman dahulu, senthong tengah digunakan sebagai tempat sesembahan Dewi Sri atau Dewi Kesuburan dan senthong kiwo serta senthong tengen digunakan sebagai tempat untuk menyimpan senjata. Tetapi sekarang, tempat itu dijadikan sebagai tempat salat dan ruang tidur.

Bahu Danyang juga terdapat di dalam Museum Kotagede Intro Living Museum dan menjadi salah satu koleksi yang terletak di dalam klaster tiga Museum. Disana akan membahas perkembangan Bahu Danyang dan seperti apa karakteristik yang membedakannya dengan bahu penyandang di daerah lainnya. Sejarah perkembangan Bahu Danyang menjadi Konsol besi juga terdapat dalam ruangan ini. Bentuk dan ukiran yang sangat unik yang dimiliki Bahu Danyang ini membuat Rumah Adat Joglo khas Kotagede jadi berbeda dengan Rumah Adat Joglo yang ada di wilayah Yogyakarta maupun Jawa Tengah pada umumnya. Di Kotagede sendiri masih mempertahankan identitas bahu danyang sebagai sokong penyangga rumah adat joglo khas Kotagede meskipun sempat di pengaruhi pada zaman penjajahan menjadi konsol besi.

 

Ramdani Rachmat

Duta Museum DIY untuk Museum Kotagede

Berita Terpopuler


...
Raden Ayu Lasminingrat Tokoh Intelektual Pertama

by museum || 24 Oktober 2022

Raden Ayu Lasminingrat terlahir dengan nama Soehara pada than 1843, merupakan putri seorang Ulama/Kyai, Penghulu Limbangan dan Sastrawan Sunda, Raden Haji Muhamad Musa dengan Raden Ayu Ria. Lasmi ...


...
Batik Kawung

by museum || 02 Juni 2022

Batik merupakan karya bangsa Indonesia yang terdiri dari perpaduan antara seni dan teknologi oleh leluhur bangsa Indonesia, yang membuat batik memiliki daya tarik adalah karena batik memiliki corak ...


...
Siklus Air: Definisi, Proses, dan Jenis Siklus Air

by museum || 04 Juli 2023

Air merupakan salah satu sumber daya alam yang diperlukan untuk kelangsungan hidup makhluk hidup di bumi. Untungnya, air adalah sumber daya alam terbarukan. Proses pembaharuan air berlangsung dalam ...


...
Laksamana Malahayati Perempuan Pejuang yang berasal dari Kesultaan Aceh.

by museum || 12 September 2022

Malahayati adalah salah seorang perempuan pejuang yang berasal dari Kesultanan Aceh. Sebagai perempuan yang berdarah biru, pda tahun 1585-1604, ia memegang jabatan Kepala Barisan Pengawal Istana ...


...
Pahlawan Perintis Pendidikan Perempuan Jawa Barat Raden Dewi Sartika (1884-1947)

by museum || 24 Mei 2022

Raden Dewi Sartika dilahirkan tanggal 4 Desember 1884 di Cilengka, Jawa Barat, puteri Raden Somanagara dari ibu Raden Ayu Rajapermas. Dewi Sartika menumpuh Pendidikan di Cicalengka. Di sekolah ia ...



Berita Terkait


...
SEMINAR PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM TOKOH PEWAYANGAN NUSANTARA: JEJAK, PERAN, DAN RELEVANSI

by museum || 03 Maret 2021

Halo Sahabat MuseumKeterlibatan perempuan di berbagai bidang turut dikemas dalam lakon pewayangan. Mulai dari berperang, berpolitik, dan berkeluarga. Setiap tokoh wayang perempuan digambarkan dengan ...


...
Workshop Membuat Poster Pendidikan dan Koleksi MPI UNY

by museum || 09 Maret 2021

Di masa pandemi ini banyak museum yang tutup dan tidak menerima kunjungan sementara. Duta Museum DIY harus tetap mempromosikan museum dengan mengadakan acara Jumpa Sahabat Museum melalui berbagai ...


...
Duta Museum DIY : Free Modelling Class Museum Tembi Rumah Budaya

by museum || 16 Maret 2021

Pada hari Jum'at, 12 Maret 2021 telah berlangsung kegiatan "Free Modelling Class" yang diinisiasi oleh Jossephine Daniella Iki selalu Duta Museum Untuk DIY 2020 untuk Museum Tembi Rumah Budaya. ...





Copyright@2024

Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Daerah Istimewa Yogyakarta