KI PRAWIRO SUWARNO: SOSOK TOKOH PENTING DI KOTAGEDE

by museum|| 07 Juli 2023 || || 875 kali

...

 

Membahas sejarah yang ada di Kota Yogyakarta, tentu tidak akan bisa lepas dari keberadaan Kotagede. Sebuah wilayah bekas ibukota Kerajaan Mataram Islam oleh Panembahan Senopati, sebelum ahirnya seiiring perkembangannya terpecah menjadi dua, yakni Kasultanan Yogyakarta dan Kasunan Surakarta. Oleh sebab itu, Kotagede menjadi semacam tanah leluhur bagi kedua kerajaan tersebut. Kejayaan Kotagede pada masa itu tidak lepas dari adanya peran wong-wong Kalang yang menetap di sana. Diyakini bahwa wong kalang pada masa itu merupakan sosok yang terbilang sukses menjadi penggerak roda perekonomian di kawasan Kotagede. Kehidupan wong kalang sebagai seorang pedagang yang mahsyur mencapai puncaknya saat Pawiro Suwarno mendapat julukan sebagai sebagai Raja Berlian dari Tanah Jawa. Hingga saat ini, kisah Ki Prawiro Suwarno masih sering diperbincangkan oleh masyarakat di Kotagede. Tidak hanya kekayaan dan kebiasaan-kebiasaannya yang eksentrik, tetapi juga tragedi perampokkan yang pernah dialami olehnya hingga kisahnya yang merepotkan pemerintah Belanda hingga membuatnya geram.

Ki Prawiro Soewarno lahir di Kotagede, Yogyakarta pada tahun 1873. Orang tuanya merupakan keturunan seorang pedagang sukses dan memiliki status sosial yang tinggi di masyarakat. Sebelum dikenal sebagai pedagang yang sukses dan mahsyur di Kotagede, Ki Prawiro Suwarno pernah mengalami kegagalan usaha. Tepatnya saat usaha pegadaian yang diturunkan oleh Ki Mertowongso kepadanya berkembang semakin besar dan sukses di bawah pengelolaannya. Pemerintah Hindia Belanda yang melihat usaha Ki Prawiro Suwarno berkembang pesat menjadi tidak suka. Dibuatlah aturan yang menyebabkan bisnis pegadaian yang dimiliki oleh orang-orang kalang hancur. Ki Prawiro Suwarno yang mengalami kebangkrutan mulai memutar otak untuk mencari usaha baru. Akhirnya ia memutuskan untuk berganti usaha dengan berjualan sayuran. Ketekunan dan kegigihannya dalam menjalankan usaha menarik hati seorang keturunan Belanda yang kemudian memberikannya sebuah modal untuk menjalankan usaha berdagang intan berlian. Ki Prawiro Suwarno pun menunjukkan kepiawaiannya dalam menjalankan bisnis, hingga bisnis intan berliannya sukses dan ia menjadi seorang raja berlian yang terkenal bahkan sampai ke Asia Tenggara. Kesuksesannya ini juga menjadikan Ki Prawiro Suwarno sebagai orang terkaya di Kotagede.

Menjadi seorang kaya raya tidak selamanya membuat hidup Ki Prawiro Soewarno tenang. Pada Rabu, 15 Desember 1948 atau beberapa hari sebelum aksi militer Belanda kedua, terjadi peristiwa perampokan yang menimpa rumah Ki Prawiro Soewarno. Perampokan juga dialami oleh keluarga Projodrono yang juga merupakan orang kalang di Kampung Darakan. Peristiwa tersebut terjadi pada siang hari, orang-orang berpakaian sipil dan militer dengan wajah yang sudah dilumuri oleh lumpur, tanpa ragu memasuki rumah kedua orang kalang tersebut. Tanpa adanya perlawanan, para perampok membawa pergi harta korban. Keduanya pun segera melapor ke komandan keamanan Kotagede, sekaligus mengidentifikasi para perampoknya.

Belum sempat lagi komandan keamanan menindaklanjuti laporan perampokan yang dibuat, peristiwa perampokan kembali terjadi. Kali ini, peristiwa perampokan yang terjadi jauh lebih besar setelah Belanda berhasil menduduki Kota Yogyakarta. Perampok dalam jumlah besar itu hanya merampok rumah Ki Prawiro Soewarno yang telah ditinggal mengungsi oleh pemiliknya. Selain membawa pergi uang dan perhiasan dalam jumlah banyak, para perampok juga membawa 15 batang emas murni sebesar kaleng minyak tanah, dekorasi berbentuk sepasang gula jawa terbuat dari emas murni, dan setandan pisang yang terbuat dari emas murni.

Kisah lain juga menceritakan tentang Ki Prawiro Soewarno yang berhasil membuat Pemerintah Hindia Belanda menjadi jengkel kepadanya. Pasalnya permintaan orang terkaya di Kotagede itu kepada Pemerintah Hindia Belanda ialah memasang ubin rumahnya dengan menggunakan uang gulden bergambarkan Ratu Belanda, termasuk koin-koin perak dan emas mata uang Belanda pada saat itu. Penggunaan koin mata uang bergambar Ratu Wilhelmia direncanakan tidak hanya dipasang pada halaman pendopo, tetapi juga pada lantai rumah dan lantai kamar mandi. Tentu permintaan dari Ki Prawiro Soewarno membuat pemerintah Hindia Belanda menjadi geram. Mereka menganggap bahwa apa yang dilakukan olehnya sama saja dengan melecehkan sang ratu. Keinginan Ki Prawiro Soewarno rupanya sampai juga di telinga Keraton Yogyakarta. Pihak Keraton sendiri juga merasa keberatan dengan ide tersebut. Keraton hanya memperbolehkan penggunaan koin Belanda sebagai lantai, dengan ketentuan jika lantai dipasang miring atau tidak tampak permukaan.

Mendengar persyaratan dari Keraton, Ki Prawiro Soewarno pun membatalkan niatnya. Hal itu semata-mata ia lakukan sebagai bentuk penghormatan kepada Keraton Yogyakarta. Konon katanya, rencana Ki Prawiro Soewarno untuk menggunakan uang gulden sebagai keramik rumahnya adalah sebagai bentuk perlawanan sosial kepada para kompeni. Memang pada saat itu masyarakat pribumi juga sedang gencar-gencarnya melakukan perlawanan kepada kolonialisme Belanda. Bukan hanya dari segi militer, tetapi perlawanan juga dalam bentuk sosial ekonomi. Ditambah juga pada saat itu orang-orang Belanda menganggap masyarakat pribumi sebagai masyarakat kelas dua. Meski niatnya untuk melapisi lantai pendopo, rumah, dan kamar mandi dengan uang gulden dibatalkan, tetapi sebagai penanda niat eksentriknya itu konon Ki Prawiro Soewarno menyimpan uang gulden itu di salahsatu dari tujuh sumur yang dibuatnya.

Jika penasaran dengan rumah milik Ki Prawiro Soewarno yang sangat mewah dengan aksen kombinasi arsitektur Jawa, China dan Eropa, maka wajib untuk mengunjungi Kawasan Cagar Budaya Kotagede. Sepanjang Jalan Tegal Gendu terdapat beberapa bangunan Rumah Kalang yang berbeda-beda namun memilihi kesan mewah yang sama. Aksen-aksen bangunan yang dihadirkan sangat mahal. Salah satu rumah kalang yang bisa dikunjungi secara gratis adalah Rumah Kalang yang terletak dihadapan PMI Kota Yogyakarta. Saat ini rumah kalang tersebut sudah beroperasi menjadi museum. Museum itu kemudian bernama Museum Kotagede Intro Living Museum. Museum ini terletak di jalan Tegal Gendu nomor 20, Prenggan, Kotagede, Yogyakarta. Beroperasi dari hari Selasa sampai Jumat pukul 08.00-16.00, di hari Sabtu dan Minggu buka dari jam 08.30-20.00 serta tutup di hari senin dan hari-hari besar nasional. Ketika mengunjungi museum ini pasti akan mendapatkan pengalaman yang luar biasa melihat arsitektur bangunannya yang sudah lama berdiri bertahun-tahun yang lalu namun masih terlihat mewah karena bangunan dan hiasan dari rumah ini yang terbuat dari bahan-bahan yang mahal serta beberapa diimpor langsung dari luar negeri.

Ramdani Rachmat

Duta Museum DIY untuk Museum Kotagede

Berita Terpopuler


...
Raden Ayu Lasminingrat Tokoh Intelektual Pertama

by museum || 24 Oktober 2022

Raden Ayu Lasminingrat terlahir dengan nama Soehara pada than 1843, merupakan putri seorang Ulama/Kyai, Penghulu Limbangan dan Sastrawan Sunda, Raden Haji Muhamad Musa dengan Raden Ayu Ria. Lasmi ...


...
Batik Kawung

by museum || 02 Juni 2022

Batik merupakan karya bangsa Indonesia yang terdiri dari perpaduan antara seni dan teknologi oleh leluhur bangsa Indonesia, yang membuat batik memiliki daya tarik adalah karena batik memiliki corak ...


...
Siklus Air: Definisi, Proses, dan Jenis Siklus Air

by museum || 04 Juli 2023

Air merupakan salah satu sumber daya alam yang diperlukan untuk kelangsungan hidup makhluk hidup di bumi. Untungnya, air adalah sumber daya alam terbarukan. Proses pembaharuan air berlangsung dalam ...


...
Laksamana Malahayati Perempuan Pejuang yang berasal dari Kesultaan Aceh.

by museum || 12 September 2022

Malahayati adalah salah seorang perempuan pejuang yang berasal dari Kesultanan Aceh. Sebagai perempuan yang berdarah biru, pda tahun 1585-1604, ia memegang jabatan Kepala Barisan Pengawal Istana ...


...
Pahlawan Perintis Pendidikan Perempuan Jawa Barat Raden Dewi Sartika (1884-1947)

by museum || 24 Mei 2022

Raden Dewi Sartika dilahirkan tanggal 4 Desember 1884 di Cilengka, Jawa Barat, puteri Raden Somanagara dari ibu Raden Ayu Rajapermas. Dewi Sartika menumpuh Pendidikan di Cicalengka. Di sekolah ia ...



Berita Terkait


...
SEMINAR PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM TOKOH PEWAYANGAN NUSANTARA: JEJAK, PERAN, DAN RELEVANSI

by museum || 03 Maret 2021

Halo Sahabat MuseumKeterlibatan perempuan di berbagai bidang turut dikemas dalam lakon pewayangan. Mulai dari berperang, berpolitik, dan berkeluarga. Setiap tokoh wayang perempuan digambarkan dengan ...


...
Workshop Membuat Poster Pendidikan dan Koleksi MPI UNY

by museum || 09 Maret 2021

Di masa pandemi ini banyak museum yang tutup dan tidak menerima kunjungan sementara. Duta Museum DIY harus tetap mempromosikan museum dengan mengadakan acara Jumpa Sahabat Museum melalui berbagai ...


...
Duta Museum DIY : Free Modelling Class Museum Tembi Rumah Budaya

by museum || 16 Maret 2021

Pada hari Jum'at, 12 Maret 2021 telah berlangsung kegiatan "Free Modelling Class" yang diinisiasi oleh Jossephine Daniella Iki selalu Duta Museum Untuk DIY 2020 untuk Museum Tembi Rumah Budaya. ...





Copyright@2024

Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Daerah Istimewa Yogyakarta