by ifid|| 16 Juli 2023 || || 483 kali
Kundha Kabudayan, Dinas Kebudayaan DIY menyelanggarakan Pementasan Wayang Wong dengan lakon ’Sumantri Ngenger’ tampil Elegan dan memukau dalam Pergelaran Catur Sagatra 2023 di Kagungan Dalem Bangsal Sewatama Pura Pakualaman, (15/07/2023) Sabtu malam. Kesenian nan adiluhung yang dibawakan dalam keterpaduan ini dinilai mampu membaur mewujudkan akulturasi budaya Trah Agung Mataram dan sebagai tonggak penting mekarnya gerakan Renaisans Mataram.
Pegelaran Catur Sagatra tersebut merupakan anjangsana tahunan empat Dinasti Mataram Islam sebagai bentuk silaturahmi dan pelesatrian budaya masing-masing. Keempat Dinasti Mataram Islam yakni Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat, Keraton Kasunanan Surakarta, Pura Pakualaman dan Pura Mangkunegaran.
Dian Lakshmi Pratiwi Kepala Kundha Kabudayan DIY dalam laporan kegiatannya, mengatakan bahwa gelar budaya Catur Sagatra merupakan pentas tari klasik ragam seni gaya Surakarta, Ngayogyakarta, Pura Pakualaman dan Pura Mangkunegaran Surakarta. Tujuannya menggali sejarah masa silam betapa adiluhung peradaban Mataram, wahana berbagi estetika tari dan upaya meresapi ajaran etika dan kehidupan.
"Kegiatan ini perlu diapresiasi dan diberi ruang untuk menuju rekonsiliasi budaya manunggalnya kembali Trah Mataram.
Seni tari klasik bersifat luwes dan lentur, tetapi magis filosofis. Memiliki nilai keadiluhungan Sawiji, Greget, Sengguh, Ora mingkuh untuk Tari Gaya Yogyakarta dan Lungguh, Sengguh, Tangguh untuk Tari Gaya Surakarta," katanya.
Dian menyebut sekilas pergelaran ini beda dengan pentas Catur Sagatra pada tahun sebelumnya yang mana masing-masing istana menampilkan tarian masing-masing secara terpisah. Kali ini mementaskan satu pertunjukan wayang wong dengan lakon Sumantri Ngeger yang digarap secara kolaborasi dengan menampilkan ragam tari dan karawitan masing-masing istana.
“ Gelaran akbar budaya ini menjadi salah satu pusat aktivitas pengembangan budaya dari empat Keraton dinasti Mataram di Yogyakarta dan Surakarta. Selain itu, Catur Sagatra sekaligus menjadi momentum yang sangat strategis dan tepat untuk mengenalkan budaya warisan leluhur berupa seni tari,” kata Dian.
Dian juga menyampaikan rangkaian Catur Sagatra 2023 menggunakan Dana Keistimewaan (Danais) yang diawali dengan berbagai tahap kegiatan mulai dari ziarah Makam Sultan Agung di Imogiri, Training Camp, dan puncak acara berupa pagelaran Wayang Wong dengan lakon Sumantri Ngenger di Pura Pakualaman dengan melibatkan 200 pelaku seni gabungan dari masing-masing istana. “Kegiatan ini ditujukan untuk mengingatkan kembali betapa adiluhungnya etika dan estetika persembahan kesenian klasik Mataraman dan menyatunya kembali Catur Sagatra keluarga besar Trah Agung Mataram serta terjaganya silaturahmi budaya antar Trah Mataram,” katanya.
Catur Sagatra 2023 dihadiri Wakil Gubernur DIY KGPAA Paku Alam X beserta GKBRAA Paku Alam, KGPAA Mangkunegara X, Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom Hamangkunegoro Sudibyo Rajaputra Narendra Mataram, GRAj Ancillasura Marina Sudjiwo, KPH Notonegoro, KPH Indrokusumo dan Putra/Putri Sentana Dalem lainnya. Hadir pula anggota Forkopimda, Kepala OPD di Lingkungan Pemda DIY dan tamu undangan lainnya.
"Apabila dimaknai secara mendalam, Catur Sagatra adalah konsep kosmologi Jawa yang bertumpu pada aspek mikro dan makrokosmos. Meski masing-masing memiliki fungsi dan peran tersendiri, namun tetap dalam konteks satu keutuhan Gatra yang saling melengkapi," tutur Sri Paduka dalam membacakan sambutan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X
Dengan pengertian 'Kesatutubuhan' itu, Sri Paduka menyampaikan dapat dipetik makna keempat Dinasti Mataram sudah saatnya 'gumregah ' melakukan Renaisans 'Catur Sagotrah' secara berkelanjutan demi manunggalnya ikatan kekerabatan Trah Agung Mataram. Maknanya seiring dengan pergelaran tari yang menggambarkan ikatan kultural tersebut. Harapannya bisa bermuara pada ikatan kekerabatan, seiring 'gareget', 'lungguh, sêngguh, tangguh', 'sawiji, grégêt, sêngguh, ora-mingkuh' dan 'hanêbu sauyun'.
" Gareget inilah yang selayaknya diikuti keterpaduan sinergis budaya-budaya unggul yang dimiliki Trah Paku Buwono dalam olah-seni tari, Trah Hamengku Buwono dalam olah-kepemimpinan, Trah Pakualaman dalam olah-pawiyatan dan Trah Mangkunegaran dalam olah-kapujanggan. Keterpaduan budaya itulah sejatinya merupakan wujud gerakan Renaisans Mataram," ungkapnya.
Sri Paduka juga menaruh harapan besar, budaya-budaya unggul itu dapat disegarkan maknanya seiring perubahan zaman, tanpa meninggalkan makna sejatinya. Nilai-nilai inilah yang selanjutnya di aktualisasi kepada masyarakat sebagai panduan moral dan perekat kohesi sosial serta menjadi sumbangsih nyata Catur Sagatra untuk Indonesia.
"Saya ucapkan terima kasih dan apresiasi kepada ketiga pemangku budaya Mataram, Sri Sultan HB X, Sri Susuhunan PB XIII dan KGPAA Mangkunegara X. Sehingga momen ini mampu menginspirasi akulturasi budaya Trah Agung Mataram sebagai tonggak penting berkembang dan mekarnya Gerakan Renaisans Mataram," tuturnya.
Dititipi Senjata
Pertunjukan ini menceritakan tentang Bambang Sumantri, putra Begawan Suwandagni dari Pertapaan Jatisrana yang berparas sangat tampan dan mempunyai kesaktian tiada tara. Sumantri mempunyai adik Raden Sukrasana berwujud raksasa yang menyeramkan. Suatu hari, Sumantri disuruh ayahnya mengabdi kepada negara Maespati dan dititipi senjata cakra untuk dikembalikan ke Raden Arjuna. Sukrasana ingin ikut Sumantri ke Maespati, tetapi tidak diizinkan.
Di negara Maespati, Sumantri langsung mengutarakan niatnya untuk mengabdi. Raden Arjuna menerima dengan syarat Sumantri bisa memenangkan sayembara yang diadakan Dewi Citrawati dari negara Magada. Sumanti setuju mengikuti sayembara. Dengan menggunakan senjata cakra yang dibawanya, Sumantri berhasil mengalahkan para raja saingannya dan berhasil memperistri Dewi Citrawati.
Sumantri menjadi sombong karena dapat mengalahkan para raja. Kemudian Sumantri menantang Raden Arjuna kemudian terjadilah pertempuran. Di tengah-tengah perkelahian, Sumantri mengeluarkan senjata cakra yang dibawanya. Raden Arjuna marah karena cakra itu adalah senjatanya kemudian Raden Arjuna menjelma menjadi raksasa dan mengalahkan Sumantri.
Lantas Sumantri diminta memindahkan Taman Sriwedari ke negara Maespati. Akhirnya dengan bantuan Sukrasana, taman itu dapat dipindahkan dan Sumantri dapat diterima menjadi patih di Maespati. Sumantri malu mengajak Sukrasana ke Maespati sehingga ia ditinggal di Taman Sriwedari.
Ketika Dewi Citrawati melihat Sukrasana, dia ketakutan dan segera melapor kepada Raden Arjuna. Kemudian Raden Arjuna menyuruh Sumantri membunuh raksasa tersebut yang notabene adiknya. Dengan segera Sumantri mengusir Sukrasana, tetapi Sukrasana tak mau pergi. Akhirnya Sukrasana menubrukan diri pada senjata Sumantri. Sang adik ikhlas mati demi derajat, pangkat, kesaktian dan kebahagian kakaknya.
Antusisme Masyarakat pun terlihat di luar kolpek Pura Pakualaan, yaitu di alun-alun Sewandanan, Panitia menyediakan Layar lebar untuk masyarakat yang tidak bisa masuk untuk tetap bisa menikamati Pegelaran Catur Sagatra pementasan Wayang Wong Sumantri Ngeger dengan baik, serta Masyarakat dapat menyaksikan Gelar Budaya Catur Sagatra pementasan Wayang Wong Sumantri Ngeger secara live streaming di kanal YouTube tasteofjogja.
by museum || 04 Juli 2023
Air merupakan salah satu sumber daya alam yang diperlukan untuk kelangsungan hidup makhluk hidup di bumi. Untungnya, air adalah sumber daya alam terbarukan. Proses pembaharuan air berlangsung dalam ...
by museum || 02 Juni 2022
Batik merupakan karya bangsa Indonesia yang terdiri dari perpaduan antara seni dan teknologi oleh leluhur bangsa Indonesia, yang membuat batik memiliki daya tarik adalah karena batik memiliki corak ...
by museum || 24 Oktober 2022
Raden Ayu Lasminingrat terlahir dengan nama Soehara pada than 1843, merupakan putri seorang Ulama/Kyai, Penghulu Limbangan dan Sastrawan Sunda, Raden Haji Muhamad Musa dengan Raden Ayu Ria. Lasmi ...
by museum || 12 September 2022
Malahayati adalah salah seorang perempuan pejuang yang berasal dari Kesultanan Aceh. Sebagai perempuan yang berdarah biru, pda tahun 1585-1604, ia memegang jabatan Kepala Barisan Pengawal Istana ...
by museum || 24 Mei 2022
Raden Dewi Sartika dilahirkan tanggal 4 Desember 1884 di Cilengka, Jawa Barat, puteri Raden Somanagara dari ibu Raden Ayu Rajapermas. Dewi Sartika menumpuh Pendidikan di Cicalengka. Di sekolah ia ...
by sf || 13 November 2021
pekan Budaya Difabel ( PBD ) 2021 akan segera digelar Dinas Kebudayaan Derah Istimewa Yogyakarta, dengan mengambil tema Gemati atau akronim kata yang tulus, diharapkan PBD tahun ini mampu menumbuhkan ...
by sf || 15 November 2021
Pekan Budaya Difabel ( PBD ) 2021 mulai bergema di Daerah Istimewa Yogyakarta, kegiatan ini dilaksanakan Pemda DIY melalui Dinas Kebudayaan DIY dalam rangka memperingati Hari Disablitas Internasional ...
by sf || 17 November 2021
Dinas Kebudayaan DIY melui kegiatan Pembinaan lembaga Penggiat Seni mengadakan Sosialisasi tentang Hak Kekayaan Intelektual tentang suatu karya. Tujuan utama diadakan kegiatan ini adalah untuk ...