Sekilas Poros Mataram : Kotagede, Kerta, Pleret

by museum|| 25 Juni 2024 || || 778 kali

...

A. Kotagede Kotagede, sebuah daerah di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta yang pernah menjadi bukti sejarah berdirinya Kerajaan Mataram Islam pada tahun 1532 M. Kala itu kerajaan Mataram Islam yang berpusat di Kotagede ini dipimpin oleh Panembahan Senapati. Pada awalnya kotagede merupakan sebuah wilayah yang bernama Alas Mentaok yang merupakan hadiah dari Sultan Hadiwijaya penguasa dari Kesultanan Panjang untuk Ki Gede Pemanahan sebagai hadiah atas keberhasilannya menaklukkan musuh kerajaan. Setelah beberapa waktu berlalu Ki Gede Pemanahan kemudian mendirikan sebuah desa kecil di Alas Mentaok yang akhirnya berkembang. Setelah Ki Gede Pemanahan wafat, kepemimpinannya di wilayah ini digantikan oleh putranya Danang Sutowijoyo yang bergelar Senapati Ing Alaga. Pada masa kepemimpinan Panembahan Senapati, desa mentaok terus berkembang menjadi sebuah kota yang besar hingga dikenal sebagai Kotagede (kota besar). Dengan semakin besarnya Kotagede menjadi sebuah kerajaan, Panembahan Senapati membangun benteng dalam (cepuri) yang mengelilingi kraton dan benteng luar (baluwarti) yang mengelilingi wilayah kota seluas kurang lebih 200 ha sebagai upaya pertahanan wilayah, Pembangunan benteng ini didukung dengan adanya pembangunan parit pada sisi luar kedua benteng tersebut. Salah satu raja ternama saat Mataram Islam berada yang lahir dan besar di Kotagede adalah Sultan Agung yang memiliki nama kecil Raden Jatmika atau dikenal juga dengan sebutan Raden Mas Rangsang. Sultan Agung merupakan putra dari pasangan Prabu Hanyokrowati dan Ratu Mas Adi Dyah Banowati. Sultan Agung adalah raja Kesultanan Mataram yang memerintah pada tahun 1613-1645. Sultan Agung dikenal sebagai raja yang berhasil membawa kerajaan Mataram Islam mencapai puncak kejayaan di berbagai bidang. Pada masa pemerintahan Sultan Agung daerah pesisir seperi Surabaya dan Madura berhasil ditaklukan. Selain itu wilayah kekuasaan Mataram Islam semakin berkembang meliputi Jawa Tengah, Jawa Timur dan sebagian Jawa Barat. Pada kurun waktu tahun 1613–1645, Sultan Agung merencanakan kepindahan pusat kerajaan dari Kotagede ke Kerta yang berjarak sekitar 5 - 6 km ke arah selatan dari Kotagede. Sebagai bekas ibukota kerajaan Mataram Islam, Kotagede menyisakan banyak peninggalan arkeologis. Konsep tatanan kawasan tradisional Jawa juga diterapkan di Kotagede dengan adanya empat elemen (catur gatra) yaitu keraton, pasar, alun—alun dan masjid. Hingga saat ini pasar Kotagede masih menjadi pusat kegiatan aktivitas ekonomi masyarakat Untuk mengetahui sejarah lengkap perkembangan Kotagede, silahkan datang ke Museum Kotagede : Intro Living Museum. Pengunjung dapat mengetahui sejarah Kotagede melalui 4 klaster yang disajikan. Di Museum ini Kotagede dibagi menjadi Klaster Situs Arkeologi dan Lansekap Sejarah, Klaster Kemahiran Teknologi Tradisional, Klaster Seni Pertunjukan Sastra, Adat-Tradisi dan Kehidupan Keseharian, dan klaster Pergerakan Sosial Kemasyarakatan. B. Kerta – Pleret Kerta dan Pleret berada 5 – 6 km ke arah selatan dari Kotagede. Keraton Kerta diperkirakan mulai dibangun oleh Sultan Agung pada tahun 1613, namun baru digunakan pada tahun 1618. Pada awalnya Kerta menjadi tempat untuk menyimpan logistic pada masa transisi perpindahan pusat pemerintahan dari Kotagede. Kerta berasal dari bahasa Jawa Kuno yang memiliki arti makmur, sedangkan dalam bahasa Sanskerta k?ta berarti suatu "pencapaian". Jika disimpulkan pembangunan kota ini adalah sebuh harapan berdirinya sebuah kota yang makmur yang akan menjadikan Kesultanan Mataram menjadi sebuah kerajaan yang besar. Peristiwa besar yang pernah terjadi selama Mataram Islam berada di Kerta diantaranya adalah terjadinya penyerangan Sultan Agung ke Batavia terhadap VOC selama dua kali pada tahun 1928 dan 1929. Serangan ini dilatarbelakangi semangat pengusiran VOC yang menguasai Batavia. Pembangunan komponen Keraton Kerta dan sarana penunjang lainnya dilakukan secara bertahap diantaranya pembangun, Siti Inggil hingga pembangunan bendungan Sungai Opak untuk dijadikan Segaran atau danau buatan. Saat ini tidak banyak yang tersisa dari cerita kemegahan Keraton Kerta. Hanya bisa kita jumpai umpak berukuran besar yang diduga sebagai komponen bangunan istana serta situs – situs di sekitar wilayah kerta. Saat ini Lokasi Kerta berada di wilayah Dusun Kerto dan Dusun Kanggotan, Desa Pleret, Kecamatan Pleret. Pada masa kepemimpinan Amangkurat I kerajaan Mataram Islam dipindahkan dari kerta ke pleret yang terjadi sekitar tahun 1647. Keraton pleret di bangun pada masa Amangkurat 1 anak dari Raja Sultan Agung (keturunan keempat Raja Mataram islam). Ada beberapa versi tentang perpindahan pusat kerajaan Mataram dari Kerta ke Plered. Pertama karena adanya pageblug (bencana) dan yang kedua sebagai bagian strategi perang Sultan Agung untuk melawan pihak VOC. Pleret merupakan lokasi yang ideal untuk sebuah ibukota kerajaan. Adanya dua sungai yang mengapit wilayah ini, yaitu sungai Opak dan Gajah Wong dianggap baik untuk dijadikan komponen pertahanan kerajaan. Sebagai sebuah kerajaan, Pleret juga dilengkapi dengan komponen seperti sumur gumuling (masih dapat dijumpai hingga saat ini) pada bagian depan istana kerajaan, benteng kerajaan yang mengelilingi serta masjid agung yang berada di wilayah kauman pleret saat ini. Kraton Plered mulai ditinggalkan dan dipindah ke Kartasura pada tahun 1616 Masehi pada masa pemerintahan Amangkurat II. Setelah itu Kraton Plered terbengkalai dan tidak digunakan lagi. Pada masa Perang Diponegoro (1825-1830 M) benteng Keraton Plered masih dimanfaatkan sebagai salah satu benteng bagi pasukan Diponegoro. Keraton Plered semakin mengalami kerusakan setelah Belanda berhasil menguasai wilayah ini dan mendirikan pabrik gula. Pembangunan pabrik gula dan komponen bangunan penunjang lainnya memanfaatkan bata-bata yang masih tersisa di bekas Keraton Plered yang menjadi salah satu faktor kerusakan parah hingga saat ini tidak dijumpai lagi bangunan Keraton tersebut. Untuk mengetahui sejarah perkembagan Kerta dan Pleret, silahkan berkunjung ke Museum Pleret. Museum yang didirikan di atas bekas kompleks Keraton Mataram Islam masa kekuasaan Raja Amangkurat I ini tidak hanya memiliki koleksi dari masa Mataram Islam saja, namun juga memiliki koleksi yang ditemukan di Kabupaten Bantul. Kontributor : A. Pratiwi – Pemerhati Museum

Berita Terpopuler


...
Siklus Air: Definisi, Proses, dan Jenis Siklus Air

by museum || 04 Juli 2023

Air merupakan salah satu sumber daya alam yang diperlukan untuk kelangsungan hidup makhluk hidup di bumi. Untungnya, air adalah sumber daya alam terbarukan. Proses pembaharuan air berlangsung dalam ...


...
Batik Kawung

by museum || 02 Juni 2022

Batik merupakan karya bangsa Indonesia yang terdiri dari perpaduan antara seni dan teknologi oleh leluhur bangsa Indonesia, yang membuat batik memiliki daya tarik adalah karena batik memiliki corak ...


...
Raden Ayu Lasminingrat Tokoh Intelektual Pertama

by museum || 24 Oktober 2022

Raden Ayu Lasminingrat terlahir dengan nama Soehara pada than 1843, merupakan putri seorang Ulama/Kyai, Penghulu Limbangan dan Sastrawan Sunda, Raden Haji Muhamad Musa dengan Raden Ayu Ria. Lasmi ...


...
Laksamana Malahayati Perempuan Pejuang yang berasal dari Kesultaan Aceh.

by museum || 12 September 2022

Malahayati adalah salah seorang perempuan pejuang yang berasal dari Kesultanan Aceh. Sebagai perempuan yang berdarah biru, pda tahun 1585-1604, ia memegang jabatan Kepala Barisan Pengawal Istana ...


...
Pahlawan Perintis Pendidikan Perempuan Jawa Barat Raden Dewi Sartika (1884-1947)

by museum || 24 Mei 2022

Raden Dewi Sartika dilahirkan tanggal 4 Desember 1884 di Cilengka, Jawa Barat, puteri Raden Somanagara dari ibu Raden Ayu Rajapermas. Dewi Sartika menumpuh Pendidikan di Cicalengka. Di sekolah ia ...



Berita Terkait


...
36 Besar Duta Museum DIY 2019 - 2020

by museum || 27 Januari 2020

Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) DIY melalui Seksi Permuseuman telah memulai seleksi administrasi Pemilihan Duta Museum DIY tahun 2019 pada tanggal 21 Januari 2019. Dari Seleksi Administrasi ...


...
Rapat Koordinasi : Buletin Permuseuman sebagai pusat informasi museum museum di DIY

by museum || 04 Februari 2021

Selasa 2 Februari 2021, Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) DIY melalui Seksi Permuseuman mengadakan rapat koordinasi dengan Barahmus DIY dalam rangka pembuatan buletin permuseuman 2021. Pada tahun ...


...
40 Tahun Museum Puro Pakualaman

by museum || 04 Februari 2021

source pic : https://kebudayaan.jogjakota.go.id/detail/index/858 Jogja selain merupakan kota pendidikan , kini juga merupakan Daerah Istimewa. Daerah yang menyimpan banyak sejarah, budaya dan ...





Copyright@2024

Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Daerah Istimewa Yogyakarta