by museum|| 11 Juli 2024 || || 137 kali
Pukul 23.00 WIB malam tadi angin berhembus cukup kencang disebuah desa tenang yang berada di wilayah Sleman. Desa ini bisa dibilang cukup aktif saat malam hari karena banyak aktivitas para santri memuji sang pencipta melalui lantunan ayat suci dan sholawat. Memang di desa ini banyak berkembang pesantren – pesantren sebagai pusat pendidikan keislaman yang dijadikan tujuan santri dari berbagai wilayah. Rembulan bergerak pelan mengikuti laju jam diantara derap suara langkah dua warga yang sedang menuju poskamling desa ini. Ya, kegiatan sosial di desa ini memang cukup kental salah satunya adalah siskamling. Pak Josh (37) dan Pak Gong (36) yang bertugas siskamling malam tadi disambut Pak We (43) yang merupakan salah satu tokoh masyarakat di desa ini. “Monggo pak pinarak” sambut Pak We mengambil gelas kosong sambil menuang minuman hangat untuk diberikan kepada Pak Josh dan Pak Gong. Tak butuh waktu lama untuk mereka bercerita. Hal yang lumrah bagi warga bercerita apa saja di pos kamling termasuk aktivitas kerjaan maupun lingkungan. Positifnya, hal tersebut dilakukan sebagai bentuk sosialisasi antar warga sambil mengisi waktu di poskamling. Waktu terus berlalu hingga sampailah pada percakapan menarik tentang penemuan arca ganesha beberapa waktu lalu di kampung sayidan, mlati, sleman yang berlokasi tidak jauh dari poskamling. “Arca ganesha kolowingi niko sampun dibeto petugas nggih pak?” Tanya Pak Josh kepada Pak We. “Sampun pak, kolowingi sampun diamankan petugas, kadose dibeto teng bogem prambanan” jawab Pak We. Pak Gong pun turut penasaran “awit rumiyen. teng riku kathah temuan patung menapa pak?” “Lumayan pak, rumiyen nggih wonten sek nemu patung wong wedok numpak sapi sik kathah tangane” sambut Pak We Mendengar jawaban tersebut berbagai dugaan pun muncul termasuk dari kedua bapak tersebut. Terheran dan takjub menjadi reaksi yang lumrah sebagai warga pendatang. Ekspresi Pak Josh nampak sedikit serius seperti berpikir temuan patung apakah yang muncul sebelum ganesha yang ditemukan kemarin. Jika dilihat dari keterangan Pak We, temuan patung tersebut memiliki ciri diantaranya adalah wanita, berdiri diatas sapi dan memiliki tangan banyak. Jika dilihat dari ciri fisik tersebut dugaan kuat temuan patung ini menuju pada sosok Durga Mahesasuramardhini. Lalu siapakah Durga Mahesasuramardhini? Mari kita bahas sekilas. Durga Mahesasuramardhini merupakan tokoh dewi yang memiliki tampilan menyeramkan. Dalam mitologi Hindu, Durga dianggap sebagai penjelmaan dari Um? atau Parwati yang merupakan pasangan (sakti) dari Siwa (sang dewa pelebur). Durg? tercipta dari kumpulan hawa amarah dan kemurkaan para dewa diantaranya Siwa, Wisnu dan dewa lainnya. Tujuan penciptaan Durga tidak lain adalah untuk mengalahkan raksasa Mahisasura. Mahisasura adalah raksasa berwujud kerbau dalam mitologi Hindu yang memiliki akal licik, dapat berubah wujud yang memiliki niat jahat untuk mengusir para dewa dari kahyangan. Durga dikisahkan tumbuh menjadi wanita cantik yang memiliki tangan berjumlah sepuluh. Pada masing-masing tangannya memegang senjata yang merupakan hadiah dari para dewa. Senjata tersebut di antaranya Cakra milik Wisnu, trisula milik Siwa, Sangka (kerang) milik Waruna, pisau milik Agni, (busur dan panah) milik Wayu, sinar yang masuk ketubuh Durga adalah hadiah Surya, kaladanda milik Yama, Vajra milik Indra, dundumbaka (kalungmutiara hitam) hadiah Shesha,dan cangkir berisi anggur milik Kubera. Peperangan antara Durga dan Mahisasura menjadi mitologi penting dalam Hindu yang dipenuhi simbolisme Saktisme atau Sakta Pada mulanya Durga merupakan tokoh dewi yang dipuja di rumah-rumah sebagai dewi pelindung biji-bijian (kesuburan) kesejahteraan kepada masyarakat. Dalam perkembangannya, Durga didudukkan menjadi dewi yang sangat penting yaitu sebagai pahlawan. Pada periode Jawa Tengah Kuna (Mataram Kuna), Durga muncul sebagai tokoh dewi yang paling banyak dipuja didasarkan pada jumlah temuan arca Durga. Salah satu arca Durga terdapat di bilik utara Candi Siwa Prambanan. Durga di Prambanan ini digambarkan berdiri di atas Mahisa dalam sikap psamabangha, terdapat sandaran arca dan di belakang kepala terdapat praha memakai mahkota karandamakuta. --- Kontributor : A. Pratiwi – Pemerhati Museum dan Budaya
by museum || 04 Juli 2023
Air merupakan salah satu sumber daya alam yang diperlukan untuk kelangsungan hidup makhluk hidup di bumi. Untungnya, air adalah sumber daya alam terbarukan. Proses pembaharuan air berlangsung dalam ...
by museum || 02 Juni 2022
Batik merupakan karya bangsa Indonesia yang terdiri dari perpaduan antara seni dan teknologi oleh leluhur bangsa Indonesia, yang membuat batik memiliki daya tarik adalah karena batik memiliki corak ...
by museum || 24 Oktober 2022
Raden Ayu Lasminingrat terlahir dengan nama Soehara pada than 1843, merupakan putri seorang Ulama/Kyai, Penghulu Limbangan dan Sastrawan Sunda, Raden Haji Muhamad Musa dengan Raden Ayu Ria. Lasmi ...
by museum || 12 September 2022
Malahayati adalah salah seorang perempuan pejuang yang berasal dari Kesultanan Aceh. Sebagai perempuan yang berdarah biru, pda tahun 1585-1604, ia memegang jabatan Kepala Barisan Pengawal Istana ...
by museum || 24 Mei 2022
Raden Dewi Sartika dilahirkan tanggal 4 Desember 1884 di Cilengka, Jawa Barat, puteri Raden Somanagara dari ibu Raden Ayu Rajapermas. Dewi Sartika menumpuh Pendidikan di Cicalengka. Di sekolah ia ...
by museum || 27 Januari 2020
Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) DIY melalui Seksi Permuseuman telah memulai seleksi administrasi Pemilihan Duta Museum DIY tahun 2019 pada tanggal 21 Januari 2019. Dari Seleksi Administrasi ...
by museum || 04 Februari 2021
Selasa 2 Februari 2021, Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) DIY melalui Seksi Permuseuman mengadakan rapat koordinasi dengan Barahmus DIY dalam rangka pembuatan buletin permuseuman 2021. Pada tahun ...
by museum || 04 Februari 2021
source pic : https://kebudayaan.jogjakota.go.id/detail/index/858 Jogja selain merupakan kota pendidikan , kini juga merupakan Daerah Istimewa. Daerah yang menyimpan banyak sejarah, budaya dan ...