by museum|| 07 Agustus 2024 || || 770 kali
Industri gula merupakan salah satu industri berbasis pertanian dengan menjadikan tebu sebagai bahan baku untuk menghasilkan gula. Sebagai salah satu bahan pokok di masyarakat permintaan gula cukup tinggi dipasar lokal maupun internasional. Namun taukah kamu jika ternyata Yogyakarta pernah menjadi wilayah yang banyak memiliki Pabrik Gula. Bahkan keberadaan Pabrik Gula tersebut telah ada sejak tahun 1913 di berbagai wilayah. Setidaknya terdapat 19 pabrik gula yang pernah berdiri di Yogyakarta dan tersebar di wilayah Bantul, Sleman, dan Kulon Progo. Sembilan belas pabrik gula yang pernah berdiri diwilayah Yogyakarta tersebut diantaranya adalah: PG Medari, PG Cebongan, PG Sewugalur, PG Gesikan, PG Bantul, PG Gondanglipuro, PG Barongan, PG Padokan, PG Demakijo, PG Rewulu, PG Sedayu, PG Klaci, PG Sendangpitu, PG Kedaton Plered, PG Pundong, PG Kalasan, PG Randugunting, PG Wonocatur, PG Beran. Industri yang dimulai pada masa Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda ini hanya menyisakan satu pabrik gula yang masih aktif memproduksi gula yaitu PG Madukismo baru di Bantul. Lalu faktor utama apakah yang menjadikan Yogyakarta pada waktu itu menjadi wilayah yang memiliki banyak pabrik gula? Ternyata perkembangan industri gula di Yogyakarta dimulai sekitar tahun 1870-an. Waktu itu pemerintah Hindia Belanda sedang mengesahkan aturan atau undang-undang yang dikenal dengan nama Agrarische Wet . Undang-undang tersebut menjadi landasan yuridis formil masuknya investasi swasta non pemerintah dalam industri perkebunan di Hindia Belanda. Dampak langsung dari diterapkannya Agrarische Wet 1870 adalah meningkatnya intensitas jumlah ekspor komoditas perkebunan dan semakin bertambah luasnya lahan perkebunan besar di Hindia Belanda khususnya di Pulau Jawa. Salah satu poin dari undang-undang ini yaitu tentang adanya keterbukaan pihak swasta bagi perekonomian colonial untuk melakukan penanaman modal diwilayah Hindia Belanda yang sebagian sebagian besar dilakukan disektor pertanian dan perkebunan yang memiliki nilai ekonomis tinggi dipasar internasional. Faktor lain yang menyebabkan industri gula berkembang adalah tanaman tebu masuk dalam komoditi utama ketika Tanam Paksa atau Cultuur-Stelsel (1830-1850) diberlakukan. Kemunculan Pabrik Gula milik pemerintah Hindia Belanda maupun swasta berkembang dengan tujuan mengelola hasil panen perkebunan tebu menjadi gula. Selain itu dimulainya era Liberalisme (1870) dan diperkenalkan sistem Hak Sewa Tanah untuk masa sewa selama 70 tahun juga menjadi faktor pendukung. Dengan kemunculan pabrik gula tersebut sarana pendukung lainnya seperti sistem transportasi turut dikembangkan. Salah satunya adalah kereta api beserta jalurnya yang digunakan sebagai alat transportasi utama untuk penggangkutan hasil industri gula. Kehadiran Nederlandsch-Indische Spoorweg maatschappij (NIS) perusahaan swasta masa Kolonial Hindia Belanda sebagai motor pengembang Pembangunan jalan kereta api di lintas selatan Yogyakarta. Jalur kereta api yang dibangun secara bertahap ini menghubungkan ruas Yogyakarta - Palbapang - Srandakan – Sewugalur – Ngabean - Pundong sedangkan untuk lintas utara Yogyakarta menghubungkan Yogyakarta - Tempel - Magelang untuk memudahkan akses ke PG. Beran,PG Medari dan Pabrik-pabrik Gula lainnya Pada tahun 1929 perekonomian dunia mengalami kelesuan yang disebabkan oleh anjloknya bursa saham di New York waktu itu. krisis moneter global yang disebut dengan Mallaise ini berdampak pada Hindia – Belanda kehilangan negara tujuan ekspor, yang kemudian diikuti dengan pembatasan produksi gula. Sekitar tahun 1931 terjadi kesepakatan perdagangan gula yang dikenal dengan Charbourne Agreement. Salah satu isi perjanjan itu menyebutkan bahwa Pemerintah Hindia Belanda diharuskan untuk mengurangi pasokan produksi gula di Jawa dari sekitar 3 juta ton menjadi 1.4juta ton pertahun. Perjanjian ini tentu berdampak pada keberadaan Pabrik-pabrik Gula di Daerah Istimewa Yogyakarta. Sehingga beberapa Pabrik Gula terpaksa ditutup untuk mengurangi biaya produksi dan beban perusahaan. Hingga akhirnya tinggal delapan Pabrik Gula yang dipertahankan diantaranya adalah PG. Tanjungtirto, PG. Kedaton Pleret, PG. Padokan, PG. Gondanglipuro,PG. Gresikan, PG. Cebongan, PG. Beran dan PG. Medari. Sejarah berlanjut hingga peristiwa Agresi Militer II ketika tentara Belanda ingin menduduki kembali wilayah Yogyakarta setelah proklamasi kemerdekaan. Peristiwa perjuangan rakyat di Yogyakarta ini mengharuskan menutup akses masuk dengan merusak jembatan, jalan, untuk menghalangi mobilisasi tentara Belanda hingga perusakan bekas Pabrik Gula agar tidak digunakan sebagai lokasi pertahanan. Hal tersebut menjadi salah satu faktor hilangnya bekas bangunan yang pernah menjadi saksi sejarah kejayaan produksi gula. Kini banyak pabrik gula yang sudah rata dengan tanah, beralih fungsi dan menjadi lokasi pemukiman penduduk. Kontributor : A. Pratiwi : Pembelajar Museum dan Sejarah Sumber bacaan : - Pengaruh industri gula masa krisis malaise terhadap masyarakat di karesidenan jepara tahun 1930 – 1940, masyrullahushomad sudrajat program studi pendidikan sejarah pascasarjana universitas negeri yogyakarta - Pengaruh industri gula masa krisis malaise terhadap masyarakat di karesidenan jepara tahun 1930 – 1940 agnes petrus fakultas ilmu sosial, universitas negeri yogyakarta - https://perpusarsip.slemankab.go.id/ tulisan Antun Siwi Astutiningsih, Arsiparis Dinas Perpustakaan dan Kearsipan dengan judul Napak Tilas Sejarah Pabrik Gula Di Sleman
by museum || 04 Juli 2023
Air merupakan salah satu sumber daya alam yang diperlukan untuk kelangsungan hidup makhluk hidup di bumi. Untungnya, air adalah sumber daya alam terbarukan. Proses pembaharuan air berlangsung dalam ...
by museum || 02 Juni 2022
Batik merupakan karya bangsa Indonesia yang terdiri dari perpaduan antara seni dan teknologi oleh leluhur bangsa Indonesia, yang membuat batik memiliki daya tarik adalah karena batik memiliki corak ...
by museum || 24 Oktober 2022
Raden Ayu Lasminingrat terlahir dengan nama Soehara pada than 1843, merupakan putri seorang Ulama/Kyai, Penghulu Limbangan dan Sastrawan Sunda, Raden Haji Muhamad Musa dengan Raden Ayu Ria. Lasmi ...
by museum || 12 September 2022
Malahayati adalah salah seorang perempuan pejuang yang berasal dari Kesultanan Aceh. Sebagai perempuan yang berdarah biru, pda tahun 1585-1604, ia memegang jabatan Kepala Barisan Pengawal Istana ...
by museum || 24 Mei 2022
Raden Dewi Sartika dilahirkan tanggal 4 Desember 1884 di Cilengka, Jawa Barat, puteri Raden Somanagara dari ibu Raden Ayu Rajapermas. Dewi Sartika menumpuh Pendidikan di Cicalengka. Di sekolah ia ...
by museum || 27 Januari 2020
Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) DIY melalui Seksi Permuseuman telah memulai seleksi administrasi Pemilihan Duta Museum DIY tahun 2019 pada tanggal 21 Januari 2019. Dari Seleksi Administrasi ...
by museum || 04 Februari 2021
Selasa 2 Februari 2021, Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) DIY melalui Seksi Permuseuman mengadakan rapat koordinasi dengan Barahmus DIY dalam rangka pembuatan buletin permuseuman 2021. Pada tahun ...
by museum || 04 Februari 2021
source pic : https://kebudayaan.jogjakota.go.id/detail/index/858 Jogja selain merupakan kota pendidikan , kini juga merupakan Daerah Istimewa. Daerah yang menyimpan banyak sejarah, budaya dan ...