by museum|| 22 Oktober 2024 || || 56 kali
Sinar matahari yang belum begitu terang menemaniku di suatu pagi hari minggu. Cuaca yang mendung diselinggi hujan ringan membuat kopi hangat dipadu singkong goreng terasa lebih nikmat dari biasanya. Sebagai warga yang tinggal di daerah sleman barat sudah tentu bisa menikmati udara segar dari pepohonan yang rindang setiap waktu. Sawah yang masih luas dan hijau selalu menjadi pemandangan mudah dijumpai yang membuat sejuk mata ini ditengah riuhnya aktivitas harian di jogja kota. Gerimis yang mulai mereda membuat saya semangat berkeliling desa untuk sekedar menikmati suasana jalanan kampung yang basah dipadu sejuknya udara pagi itu.
Sepeda motor sudah mulai berjalan sekitar 15 menit dari rumah menuju ke arah seyegan sleman melewati pedesaan. Hingga tak terasa sampailah pada sebuah jalan yang memasuki sebuah bangunan yang menyerupai terowongan jalan berjajar. Sejenak berpikir, bangunan apakah ini yang memiliki arsitektur menarik khas colonial dengan tembok tebal. Sejenak berkeliling mengamati, bangunan yang berada di wilayah Kapanewon Tempel dan Minggir Sleman ini nampak seperti sebuah jalan air yang dibangun diatas jalan raya. Pertanyaan semakin meluas di bekan saya, bangunan apakah ini yang memiliki karakter pilar pilar kokoh pada bagian bawahnya yang melengkung bersambung - sambungan. Talang berbahan tembaga juga nampak menjadi sebuah sambungan bangunan ini ke saluran - saluran air berikutnya.
Buk Renteng, ya begitulah orang-orang disekitar menyebutnya. Sebuah nama lokal pemberian masyarakat yang memiliki arti sebuah saluran air yang berderet memanjang. Dari beberapa sumber yang say abaca, bangunan yang cukup ikonik di Sleman barat ini memiliki nama asli Kanal Van Der Wijck. Nama yang diambil dari seorang Gubernur Jenderal Hindia Belanda dari tahun 1893 – 1899. Memiliki nama lengkap Carel Herman Aart Van der Wijck, Gubernur Jenderal Hindia Belanda ini membangun kanal pada masa pemerintahan kolonial Belanda sekitar tahun 1909. Bangunan ini berfungsi sebagai saluran irigasi dengan ketinggian kurang lebih empat meter diatas permukaan tanah dengan lebar 2,5 meter. Diduga bangunan ini dibuat tinggi karena memanfaatkan efek gravitasi sebagai sebuah teknologi alami untuk mengalirkan air dari tempat tinggi ke tempat yang lebih rendah. Bangunan ini memiliki panjang sekitar 17 Kilometer dengan kedalaman antara 2 sampai 3 meter.
Saluran yang memiliki hulu di Bendungan Karang Talun (pintu air sungai progo) di Desa Bligo, Kecamatan Ngluwar, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah ini mengairi lahan pertanian di wilayah Tempel. Moyudan, Seyegan, Godean, Minggir dan Sedayu (hilirnya di daerah Bantul). Diduga Selokan Van Der Wijck memang dibuat sebagai saluran yang digunakan untuk mengairi perkebunan tebu milik Belanda yang ada di wilayah Sleman. Menurut beberapa catatan dan sumber di wilayah Minggir, Moyudan hingga sedayu pernah terdapat perkebunan tebu hingga pabrik gula masa kolonial.
sumber gambar : https://www.rri.co.id/
Dilansir dari https://pariwisata.slemankab.go.id/ Pemerintah Kabupaten Sleman bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, PT Pos Indonesia, dan Perkumpulan Filatelis Indonesia telah meluncurkan perangko penanda kota: Buk Renteng. Perangko yang diinisiasi oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Sleman sebagai salah satu upaya untuk lebih mengenalkan potensi pariwisata di Sleman barat. Penerbitan perangko penanda kota, Buk Renteng ini merupakan kolaborasi antara Dinas Pariwisata, Dinas Kebudayaan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan, Kementerian Komunikasi dan Informatika RI, PT Pos Indonesia dan Perkumpulan Filatelis Indonesia sebagai upaya untuk mempromosikan Buk Renteng, sebagai heritage tourism di Kabupaten Sleman. Buk Renteng yang merupakan saluran irigasi berusia ratusan tahun ini telah ditetapkan Bupati Sleman sebagai Cagar Budaya pada tanggal 11 November 2008 melalui Keputusan Nomor 72.4/Kep.KDH/A/2022. Bangunan yang memiliki nilai historis dan edukatif ini perlu dijaga kelestariannya agar tidak rusak dan terkena vandalism. Bersamaan dengan peringatan hari jadi sleman yang ke 108
Kontributor
A. Pratiwi – Pemerhati Museum dan Budaya
by museum || 04 Juli 2023
Air merupakan salah satu sumber daya alam yang diperlukan untuk kelangsungan hidup makhluk hidup di bumi. Untungnya, air adalah sumber daya alam terbarukan. Proses pembaharuan air berlangsung dalam ...
by museum || 02 Juni 2022
Batik merupakan karya bangsa Indonesia yang terdiri dari perpaduan antara seni dan teknologi oleh leluhur bangsa Indonesia, yang membuat batik memiliki daya tarik adalah karena batik memiliki corak ...
by museum || 24 Oktober 2022
Raden Ayu Lasminingrat terlahir dengan nama Soehara pada than 1843, merupakan putri seorang Ulama/Kyai, Penghulu Limbangan dan Sastrawan Sunda, Raden Haji Muhamad Musa dengan Raden Ayu Ria. Lasmi ...
by museum || 12 September 2022
Malahayati adalah salah seorang perempuan pejuang yang berasal dari Kesultanan Aceh. Sebagai perempuan yang berdarah biru, pda tahun 1585-1604, ia memegang jabatan Kepala Barisan Pengawal Istana ...
by museum || 24 Mei 2022
Raden Dewi Sartika dilahirkan tanggal 4 Desember 1884 di Cilengka, Jawa Barat, puteri Raden Somanagara dari ibu Raden Ayu Rajapermas. Dewi Sartika menumpuh Pendidikan di Cicalengka. Di sekolah ia ...
by museum || 27 Januari 2020
Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) DIY melalui Seksi Permuseuman telah memulai seleksi administrasi Pemilihan Duta Museum DIY tahun 2019 pada tanggal 21 Januari 2019. Dari Seleksi Administrasi ...
by museum || 04 Februari 2021
Selasa 2 Februari 2021, Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) DIY melalui Seksi Permuseuman mengadakan rapat koordinasi dengan Barahmus DIY dalam rangka pembuatan buletin permuseuman 2021. Pada tahun ...
by museum || 04 Februari 2021
source pic : https://kebudayaan.jogjakota.go.id/detail/index/858 Jogja selain merupakan kota pendidikan , kini juga merupakan Daerah Istimewa. Daerah yang menyimpan banyak sejarah, budaya dan ...