by museum|| 25 Oktober 2024 || || 49 kali
Industry gula di wilayah Yogyakarta berkembang sekitar tahun 1870 ketika pemerintah Hindia Belanda mengesahkan undang-undang Agrarische Wet. Undang- undang tersebut salah satunya berisi tentang aturan keterbukaan pihak swasta bagi perekonomian colonial. Hal ini membuat pengusaha swasta berbondong-bondong melakukan penanaman modal diwilayah Hindia Belanda. Para pengusaha tertarik melakukan penanaman modal pada sector pertanian dan perkebunan yang dirasa memiliki nilai ekonomis tinggi di pasaran internasional pada waktu itu. Wilayah Yogyakarta yang memiliki kondisi geologi dekat dengan gunung merapi yang menjadikan tanahnya subur. Selain itu kondisi air yang melimpah menjadikan Yogyakarta cocok untuk mengembangkan usaha di bidang pertanian dan perkebunan.
Dari beberapa catatan dahulu pada masa Pemerintahan Kolonial Belanda, wilayah Yogyakarta terdapat pabrik gula berjumlah 19 pabrik. Diduga selain dari adanya Agrarische Wet yang menjadikan industry gula berkembang waktu itu adalah pada masa Tanam Paksa atau Cultuur-Stelsel (1830-1850). Tanaman tebu menjadi salah satu komoditi yang laku dijual dipasaran. Sembilan belas pabrik gula yang pernah berdiri diwilayah Yogyakarta diantaranya yaitu : PG Medari, PG Cebongan, PG Sewugalur, PG Gesikan, PG Bantul, PG Gondanglipuro, PG Barongan, PG Padokan, PG Demakijo, PG Rewulu, PG Sedayu, PG Klaci, PG Sendangpitu, PG Kedaton Plered, PG Pundong, PG Kalasan, PG Randugunting, PG Wonocatur, dan PG Beran.
Sebagai upaya untuk melancarkan bisnis gula di wilayah Yogyakarta adalah sistem transportasi yang memadai. Pemerintah Kolonial Hindia Belanda mulai membuat sistem transportasi dengan kereta api (lori) untuk mendukung aktivitas produksi pabrik gula dan membawa hasil produksi. Pembangunan jalan kereta api ini diprakasai oleh perusahaan swasta masa Kolonial Hindia Belanda yaitu Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS). Bukti adanya jalur kereta api salah satunya terdapat Jembatan Rel Kereta Api di Pangukan Sleman. Diduga jalur ini yang melewati wilayah ini memiliki jarak 47 Km yang merupakan ruas Yogyakarta – Tempel hingga magelang. Jalur ini dibuka tahun 1903 yang melewati PG. Beran,PG Medari dan Pabrik-pabrik Gula lainnya di wilayah Sleman.
Jembatan Kereta Pangukan berada diatas Sungai Bedog yang hingga saat ini masih dapat kita jumpai dan masih terdapat rel, bantalannya serta besi pengait dan baut skrupnya. Dilansir dari https://jogjacagar.jogjaprov.go.id/ Jembatan Kereta Pangukan memiliki panjang 30 meter dan lebar 2,5 meter dengan orientasi timur-barat. Jembatan ini terbuat dari susunan lempengan dan batang besi baja yang tersambung dalam system baut, mur, dan las. Terdapat keunikan pada Jembatan pangukan ini yaitu pada empat sudut ujung bawah jembatan terdapat system rol dan engsel. Sistem rol yang berada diujung bawah sisi timur rel dan system engsel berada diujung bawah sisi barat. System ini merupakan karya dari NISM (Perusahaan Kereta Api Swasta Pemerintahan Belanda), dimana system ini berfungsi untuk menghindarkan patah atau lengkung pada jembatan saat dilewati dengan beban berat. Dengan harapan bahwa system tersebut membuat Jembatan Pangukan kokoh dan tidak akan mengalami masalah ketika dilewati kerata api dengan beban yang lebih besar dari jembatan itu sendiri. Selain itu ditengah jembatan terdapat pengamanan untuk orang ketika kereta lewat
Jembatan Rel Kereta Api Pangukan telah ditetapkan sebagai satu dari struktur cagar budaya di Kabupaten Sleman sesuai dengan keputusan Bupati Sleman Nomor 14.7/Kep.KDH/A/2017 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman. Hal ini menjadikan Jembatan Kereta Api Pangukan ini ini perlu dijaga kelestariannya seperti yang diamanatkan oleh Undang Undang Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya
Kontributor
A. Pratiwi : Pemerhati Museum dan Budaya
by museum || 04 Juli 2023
Air merupakan salah satu sumber daya alam yang diperlukan untuk kelangsungan hidup makhluk hidup di bumi. Untungnya, air adalah sumber daya alam terbarukan. Proses pembaharuan air berlangsung dalam ...
by museum || 02 Juni 2022
Batik merupakan karya bangsa Indonesia yang terdiri dari perpaduan antara seni dan teknologi oleh leluhur bangsa Indonesia, yang membuat batik memiliki daya tarik adalah karena batik memiliki corak ...
by museum || 24 Oktober 2022
Raden Ayu Lasminingrat terlahir dengan nama Soehara pada than 1843, merupakan putri seorang Ulama/Kyai, Penghulu Limbangan dan Sastrawan Sunda, Raden Haji Muhamad Musa dengan Raden Ayu Ria. Lasmi ...
by museum || 12 September 2022
Malahayati adalah salah seorang perempuan pejuang yang berasal dari Kesultanan Aceh. Sebagai perempuan yang berdarah biru, pda tahun 1585-1604, ia memegang jabatan Kepala Barisan Pengawal Istana ...
by museum || 24 Mei 2022
Raden Dewi Sartika dilahirkan tanggal 4 Desember 1884 di Cilengka, Jawa Barat, puteri Raden Somanagara dari ibu Raden Ayu Rajapermas. Dewi Sartika menumpuh Pendidikan di Cicalengka. Di sekolah ia ...
by museum || 27 Januari 2020
Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) DIY melalui Seksi Permuseuman telah memulai seleksi administrasi Pemilihan Duta Museum DIY tahun 2019 pada tanggal 21 Januari 2019. Dari Seleksi Administrasi ...
by museum || 04 Februari 2021
Selasa 2 Februari 2021, Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) DIY melalui Seksi Permuseuman mengadakan rapat koordinasi dengan Barahmus DIY dalam rangka pembuatan buletin permuseuman 2021. Pada tahun ...
by museum || 04 Februari 2021
source pic : https://kebudayaan.jogjakota.go.id/detail/index/858 Jogja selain merupakan kota pendidikan , kini juga merupakan Daerah Istimewa. Daerah yang menyimpan banyak sejarah, budaya dan ...