by museum|| 16 Oktober 2025 || || 39 kali
Terlahir dengan nama Raden Mas Soewardi Soerjaningrat menjadi sebuah berkah bagi Dewantara Muda. Privilege yang ia dapatkan tak menjadikan dirinya sebagai pribadi yang lupa akan kehidupan sosial masyarakat masa itu. Buah pikirnya menjadi salah satu nyala api perjuangan dalam berbagai bidang. Raden Mas Soewardi Soerjaningrat pernah tergabung dalam organisasi Boedi Oetomo hingga Indische Partij. Kegelisahanya pun memuncak ketika melihat penjajahan di Nusantara, hal inilah yang mendasarinya menulis artikel di surat kabar dengan judul Als ik eens Nederlander was yang dalam bahasa Indonesia memiliki arti Seandainya Aku Seorang Belanda. Kritik ini memicu kemarahan para penjajah hingga akhirnya pada tahun 1913 Raden Mas Soewardi Soerjaningrat menerima konsekunsi diasingkan ke Belanda.
Raden Mas Soewardi Soerjaningrat mengubah namanya menjadi Ki Hadjar Dewantara untuk meninggalkan gelar kebangsawaannya agar lebih dekat dengan rakyat. Semangatnya untuk memajukan masyarakat membuat Ki Hadjar Dewantara bertekad untuk mendirikan perguruan. Sepulangnya dari pengasingan di Belanda, pada tahun 1922 Ki Hadjar Dewantara mendirikan Perguruan Taman Siswa di Yogyakarta. Sekolah ini didesain sebagai tempat pendidikan dengan dasar nilai – nilai kebangsaan, kemerdekaan berpikir dan budaya lokal. Konsep pendidikan ini diharapkan mampu menjadi perlawanan terhadap sistem pendidikan kolonial yang masih diskriminatif.
Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani yeng memiliki pengertian di depan memberi teladan, di tengah membangun semangat, di belakang memberi dorongan, menjadi sebuah semangat yang dikibarkan dalam sistem pendidikan Ki Hadjar Dewantara. Pendidikan harus mampu memerdekakan manusia, anak didik harus tumbuh sesuai kodrati dan selaras dengan lingkungan budaya bangsa sendiri dan konsep guru dan murid merupakan mitra belajar yang harus berkolaborasi.
Agustus 1934, Ki Hadjar Dewantara bersama Ki Sudarminto dan Ki Supratolo membeli rumah dan tanah di Gevangenis Laan Wirogunan yang saat ini dikenal sebagai Jalan Taman Siswa, milik Mas Adjeng Ramsinah seharga ± 3.000 gulden. Bangunan yang didirikan tahun 1925 ini memiliki gaya arsitektur khas kolonial. Selain menjadi tempat tinggal Ki Hadjar Dewantara, kompleks ini juga menjadi pusat perguruan Taman Siswa. Dalam perkembangannya rumah Ki Hadjar Dewantara diubah menjadi Museum yang diresmikan oleh Nyi Hadjar Dewantara pada 2 Mei 1970 dengan nama Museum Dewantara Kirti Griya. Nama Dewantara Kirti Griya diambil dari bahasa jawa yang memiliki arti Rumah yang berisi hasil kerja Ki Hadjar Dewantara.
Museum Dewantara Kirti Griya memiliki lebih dari 3.000 koleksi yang merupakan barang peninggalan Ki Hadjar Dewantara. Koleksi yang dipamerkan diantaranya adalah perabot rumah tangga, naskah, surat kabar, piano, hingga surat. Salah satu sudut museum digunakan untuk mengisahkan perjuangan Ki Hadjar Dewantara yang menentang penjajahan Belanda dengan menulis kritik Als ik eens Nederlander was. Baju tahanan yang dipakai Ki Hadjar Dewantara saat menjalani pengasingan juga dipamerkan di ruangan ini. Harapannya Museum Dewantara Kirti Giya dapat dijadikan sebagai tempat pendidikan sejarah, mengenang dan melestarikan pemikiran Ki Hadjar Dewantara baik nilai-nilai pendidikan, kebudayaan, hingga buah pikir Taman Siswa. Bangunan Museum Dewantara Kirti Griya telah ditetapkan sebagai Bangunan Cagar Budaya dengan SK Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 243/M/2015. (cupmus)
Salam dan Bahagia
by museum || 04 Juli 2023
Air merupakan salah satu sumber daya alam yang diperlukan untuk kelangsungan hidup makhluk hidup di bumi. Untungnya, air adalah sumber daya alam terbarukan. Proses pembaharuan air berlangsung dalam ...
by museum || 02 Juni 2022
Batik merupakan karya bangsa Indonesia yang terdiri dari perpaduan antara seni dan teknologi oleh leluhur bangsa Indonesia, yang membuat batik memiliki daya tarik adalah karena batik memiliki corak ...
by museum || 24 Mei 2022
Raden Dewi Sartika dilahirkan tanggal 4 Desember 1884 di Cilengka, Jawa Barat, puteri Raden Somanagara dari ibu Raden Ayu Rajapermas. Dewi Sartika menumpuh Pendidikan di Cicalengka. Di sekolah ia ...
by museum || 18 September 2023
Limbah merupakan masalah besar yang dirasakan di hampir setiap negara. Jumlah limbah akan semakin bertambah seiring berjalannya waktu. Permasalahan sampah timbul dari berbagai sektor terutama dari ...
by museum || 24 Oktober 2022
Raden Ayu Lasminingrat terlahir dengan nama Soehara pada than 1843, merupakan putri seorang Ulama/Kyai, Penghulu Limbangan dan Sastrawan Sunda, Raden Haji Muhamad Musa dengan Raden Ayu Ria. Lasmi ...
by museum || 27 Januari 2020
Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) DIY melalui Seksi Permuseuman telah memulai seleksi administrasi Pemilihan Duta Museum DIY tahun 2019 pada tanggal 21 Januari 2019. Dari Seleksi Administrasi ...
by museum || 04 Februari 2021
Selasa 2 Februari 2021, Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) DIY melalui Seksi Permuseuman mengadakan rapat koordinasi dengan Barahmus DIY dalam rangka pembuatan buletin permuseuman 2021. Pada tahun ...
by museum || 04 Februari 2021
source pic : https://kebudayaan.jogjakota.go.id/detail/index/858 Jogja selain merupakan kota pendidikan , kini juga merupakan Daerah Istimewa. Daerah yang menyimpan banyak sejarah, budaya dan ...