UPACARA BABAT DALAN DI DESA GIRING, PALIYAN

by admin|| 01 April 2012 || 8.893 kali

...

Upacara BabatDalan di desa Giring menurut ceritanya pencarian tempat bersemayamnya Ki Ageng Giring, pencarian itu di sepanjang jalan sambil “mbabati “ rerumputan sepanjang jalan yang dilaluinya sampai didapatinya tanda–tanda tertentu sebudang tanah yang bau wangi dan tulang/bangkai burung berceceran disekitarnya. Saat membuat jalan dengan babat–babat rerumputan,  disitu ditemukan beberapa buah benda yaitu tutup kepala dan sebuah tongkat (diberi nama teken dan kethu) dengan kepercayaan benda tersebut milik Ki Ageng Giring. Babat dalan berarti babati jiawa sing ora apik  (menghilangkan hati yang tidak baik). Dahulu masyarakat setempat melaksanakan upacara ini doi masjid Sada, pada waktu itu sarana yang diperlukan upacara tersebut yaitu pada “ingin kurung” harus diikat dengan janur, mereka membawa clathung (arit) untuk mengambil blarak/janur yang dipasang pada pohon kukun. Sekarang upacara bersama sada giring dilaksanakan sendiri– sendiri.

Pada masa sekarang tujuan utama diadakannya upacara ini untuk mengingatkan ajaran– ajaran Ki Ageng Giring yang terkandung dalam upacara Babat Dalan yaitu mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, keprihatinan, keteguhan hati dalam keimanan. Selain itu berkaitan dengan adanya kepercayaan supaya warga desa diberi keselamatan dan kesejahteraan maka warga desa perlu melaksanakan tradisi tersebut.

Pelaksanaan upacara di desa Giring dan desa Sodo dilaksanakan pada hari Jum’at Kliwon setelah masa panen, tempat pelaksanan di balai desa dipimpin oleh Rois/Pemimpin upacara dengan membacakan doa yang telah dilengkapi dengan sesaji. Selesai doa selamatan baik berupa nasi dan lauk pauknya beserta kelengkapan lainnya dibagikan kepada semua warga masyarakat, ada yang dimakan disitu ada pula yang dibawa pulang untuk dikeringkan menjadi ‘‘aking“ selanjutnya dicampur dengan benih padi disebarkan dilahan garapan dengan kepercayaan akan memperoleh hasil panen yang baik.

 

Rangkaian sesaji  dan maknanya :

a. Abon – abon           :  yang  berisi  kemeyan, tembakau, kemmbang telon dan sekedar uang

diletakkan di depan sesepuh adat/pemimpin upacara untuk sarana  mantra.

b. Nasi liwet :  untuk  menghormati yang menjaga kelestarian luar dan dalam rumah

masing – masing.

c. Jenang merah putih : untuk menghormati terjadinya kedua wahyu dari ayah dan ibu

d. Jenang merah            :  untuk menghormati penguasa Sangkala yaitu Baginda Ambyah

e. Jenang baro–baro     :  Peringatan wahyu yang lahir bersama penetapan namun lain

tempat

f. Jenang moncowarno  :  memperingati kiblat empat lima yang ditempati

g. Jenang piringan         :  memperingati sahabatnya Nyai Roro Kidul

h. Tumpeng Among      :  mem peringati  malaikat  pamomong  semua warga masyarakat

dan hak pemilikan semua warga

i. Tumpeng sampur       :  melambangkan  saat  menerima wahyu agar bisa sampurna dan

lestari

j. Nasi ambeng             :  peringatan  para   arwah  leluhur  yang  telah  mendahului  kita

menghadap Tuhan Yang Maha Esa.

k. Nasi memule             :  peringatan  semua  yang  ada di muka bumi dan dibawah langit

ini semua diperingati agar bisa memberikan keselamatan apa yang menjadi keinginan warga masyarakat seluruh desa Giring

l. Nasi tumpeng

   Batok Bolu             :  peringatan  yang   berkewajiban   menjaga   sebelah   pintu kiri

luar dan dalam

m. Apem Goreng          :  Mohon ampun bilamana  banyak kesalahan para arwah leluhur

agar semua sukma yang masih dipintu neraka segera diterima disisi Tuhan Yang Maha Esa

n. Nasi Tumpeng Alus   :  permohonan agar semua permintaan dikabulkan

o. Pisang Ayu               :  mangayu – ayuning bawono murih raharjaning praja dalam arti

semua keberadaan di muka bumi dari Tuhan wajib kita lestarikan.

p. Brakalan                   :  (polo  kependem,  polo  rambat)  mengingatkan   bahwa   masa

hidupnya Ki Ageng Giring adalah petani yang menanam jenis tanaman tersebut dan tidak lupa makan jenis makanan tadi, yang menggambarkan cara hidup sederhana.

Artikel Terpopuler


...
Istilah - Istilah Gamelan dan Seni Karawitan

by admin || 07 Maret 2014

Ada-ada. Bentuk lagu dari seorang dhalang, umumnya digunakan dalam menggambarkan suasana yang tegang atau marah, hanya diiringi dengan gender.    Adangiyah. Nama dari jenis ...


...
Istilah- Istilah Gerakan Tari  Gaya  Yogyakarta

by admin || 05 Maret 2014

Ngithing. Posisi tangan dengan mempertemukan ujung jari tengah ibu jari membentuk lingkaran, sedangkan jari-jari lainnya agak diangkat keatas dengan masing-masing membentuk setengah ...


...
Kanjeng Raden Tumenggung Madukusumo

by admin || 04 Maret 2014

Kanjeng Raden Tumenggung Madukusumo. Dilahirkan pada tanggal 22 Maret 1899 di Yogyakarta Putera Ngabehi Prawiroreso ini pada tahun 1909 tamat Sekolah Dasar di Gading dan Tahun 1916 masuk menjadi abdi ...



Artikel Terkait


...
PASAR MALAM PERAYAAN SEKATEN

by admin || 01 April 2012


...
GREBEG

by admin || 01 April 2012

Upacaya Grebeg berasal dari kata Grebe, Gerbeg. Grebeg dalam bahasa jawa bermakna suara angin. Kata dalam bahasa Jawa Anggrebeg, mengandung makna menggiring Raja, pembesar atau pengantin. Grebeg ...


...
Garebeg Mulud

by admin || 01 April 2012

Upacara Sekaten diadakan setahun sekali, dimulai pada hari kelima di bulan Mulud (bulan Jawa). Upacara ini merupakan perayaan hari kelahiran Nabi Muhammad S.A.W. Masyarakat Yogyakarta dan sekitarnya ...





Copyright@2024

Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Daerah Istimewa Yogyakarta