by ifid|| 06 Juni 2023 || || 875 kali
Workshop Motif Batik Yogyakarta menjadi bagian tak terpisahkan dari rangkaian kegiatan Ajur Ajer #1 Jejamu, Perayaan Warisan Budaya Takbenda DIY 2023. Pada Jumat pagi ini, peserta workshop datang dengan antusias di lokasi Workshop.
Motif batik Yogyakarta telah menjadi fokus perhatian dunia sejak UNESCO menetapkannya sebagai Warisan Budaya Takbenda pada tahun 2009. Kepentingan dari motif batik ini tidak dapat diabaikan, karena batik tidak hanya menjadi bentuk seni kerajinan tangan, tetapi juga memiliki nilai-nilai budaya yang mendalam. Dalam workshop ini, dua maestro batik terkemuka, Hani Winoto Sastro dan Hartanto, hadir sebagai narasumber untuk membagikan pengetahuan dan pengalamannya.
Hartanto, seorang ahli batik yang berpengalaman, memulai sesi workshop dengan menunjukkan kain-kain batik yang mengagumkan. Ia mengungkapkan sejarah panjang batik Yogyakarta yang berkembang di dalam dan di luar lingkungan keraton. Batik di luar daerah keraton dikenal dengan sebutan saudagaran dan batik rakyat, melibatkan petani dan masyarakat umum dalam proses kreatifnya.
"Berkat Panembahan Senopaten, batik Yogyakarta pertama kali dikomposeri dan menjadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat," ungkap Hartanto. Ia juga menjelaskan bahwa motif batik Parang, khususnya Parang Rusak Klitik, Parang Rusak Gendreng, dan Parang Rusak Barong, merupakan motif-motif yang memiliki sejarah panjang dan makna yang mendalam. Motif Parang dianggap sangat istimewa dan hanya digunakan oleh kalangan istana yang memiliki strata tinggi.
Hartanto menyoroti betapa pentingnya menjaga kemurnian batik Yogyakarta, khususnya motif Parang. Ia menjelaskan bahwa hingga saat ini, ada larangan tidak tertulis bagi tamu tertentu untuk mengenakan motif Parang. Sejarah batik Yogyakarta juga terkait erat dengan keraton, dimana seluruh proses pembuatan batik, mulai dari nyorek, malam, pencelupan, hingga finishing, dilakukan di dalam keraton. Meskipun seiring waktu proses finishing dilakukan di luar tembok benteng keraton, kemurnian batik tersebut tetap terjaga.
Dalam paparannya, Hartanto menyampaikan bahwa batik Yogyakarta bukan sekadar kain berhias, tetapi juga mengandung harapan bagi pemakainya. "Secara umum, selembar batik adalah harapan. Yakni harapan agar mulia, mukti, lancar rezeki, sehat, dan seluruh aspek lain," ungkap Hartanto dengan penuh makna. Ia menekankan bahwa batik Yogyakarta memiliki simbolisme yang dalam dan memberikan pesan positif kepada pemakainya.
Selanjutnya, Hartanto menjelaskan tentang pembagian motif batik Yogyakarta menjadi tiga kategori utama, yaitu Lereng/Parang, Semen, dan Nitik. Lereng/Parang menggambarkan keindahan alam serta menceritakan kisah hidup seseorang. Sedangkan motif Semen merupakan penggambaran sebuah kehidupan yang beragam dan kompleks. Motif Nitik, yang baru-baru ini meraih indikasi geografis, menampilkan kehalusan dan keanggunan dalam pola titik-titik yang teratur.
Tak lupa, Hartanto menyoroti pentingnya keraton sebagai pusat budaya yang memiliki keterkaitan erat dengan batik. Ia menjelaskan bahwa keraton bukan hanya tempat keberadaan batik, tetapi juga sebagai sumber inspirasi dan penjaga nilai-nilai tradisional yang terkandung dalam batik Yogyakarta.
Hartanto juga memperkenalkan konsep "Daur Hidup Batik dalam Inisiasi Upacara", yang menunjukkan peran batik dalam berbagai tahap penting dalam kehidupan masyarakat Yogyakarta. Misalnya, Batik Kelahiran memiliki fungsi ganda sebagai lemek yang menampung darah saat kelahiran, serta sebagai sarana menggendong bayi. Batik ini melambangkan harapan, makna, dan doa, karena doa bisa terwujud melalui media apapun.
Tak hanya itu, Hartanto juga menjelaskan berbagai jenis batik yang terkait dengan upacara adat seperti Batik Tegak Siten (turun tanah bagi anak pertama), Batik Sunatan yang dapat menggunakan motif lereng, Batik Tetesan, Batik Tarapan, Batik Pernikahan, Batik Mitoni, dan Batik Kematian. Setiap jenis batik ini memiliki makna dan simbolisme yang kaya, mewakili berbagai tahapan kehidupan manusia.
Di sesi selanjutnya, Hani Winoto Sastro, seorang pewaris generasi kedua Batik Winoto Sastro, berbicara tentang pentingnya pelestarian budaya melalui seni batik. Hani menjelaskan bahwa batik adalah seni kerajinan tangan yang menggunakan malam sebagai pelintang warna. Ia juga menunjukkan berbagai macam motif batik mulai dari yang klasik hingga pengembangannya, seperti Nitik, Parang, Semen, Ceplok Geometris, dan Motif Penerapan Batik Cap.
Selama sesi tanya jawab, peserta workshop dengan antusias mengajukan berbagai pertanyaan kepada kedua narasumber. Mereka ingin mengetahui lebih banyak tentang teknik batik, penggunaan motif-motif khas, serta bagaimana mengembangkan kreativitas dalam mengolah batik Yogyakarta.
Workshop Motif Batik Yogyakarta ini telah memberikan wawasan yang mendalam mengenai sejarah, makna, dan proses pembuatan batik Yogyakarta. Peserta pulang dengan pengetahuan baru yang akan mereka terapkan dalam pelestarian dan pengembangan warisan budaya takbenda ini. Semoga keindahan dan makna batik Yogyakarta tetap lestari dan terus dihargai oleh generasi mendatang.
by museum || 04 Juli 2023
Air merupakan salah satu sumber daya alam yang diperlukan untuk kelangsungan hidup makhluk hidup di bumi. Untungnya, air adalah sumber daya alam terbarukan. Proses pembaharuan air berlangsung dalam ...
by museum || 02 Juni 2022
Batik merupakan karya bangsa Indonesia yang terdiri dari perpaduan antara seni dan teknologi oleh leluhur bangsa Indonesia, yang membuat batik memiliki daya tarik adalah karena batik memiliki corak ...
by museum || 24 Oktober 2022
Raden Ayu Lasminingrat terlahir dengan nama Soehara pada than 1843, merupakan putri seorang Ulama/Kyai, Penghulu Limbangan dan Sastrawan Sunda, Raden Haji Muhamad Musa dengan Raden Ayu Ria. Lasmi ...
by museum || 12 September 2022
Malahayati adalah salah seorang perempuan pejuang yang berasal dari Kesultanan Aceh. Sebagai perempuan yang berdarah biru, pda tahun 1585-1604, ia memegang jabatan Kepala Barisan Pengawal Istana ...
by museum || 24 Mei 2022
Raden Dewi Sartika dilahirkan tanggal 4 Desember 1884 di Cilengka, Jawa Barat, puteri Raden Somanagara dari ibu Raden Ayu Rajapermas. Dewi Sartika menumpuh Pendidikan di Cicalengka. Di sekolah ia ...
by admin || 06 Juli 2019
Mengambil tema Sangkan Paraning Dumadi, pelatihan tata Nilai Budaya Yogyakarta yang dilaksanakan oleh Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) DIY ini dilaksanakan selama 2 hari yaitu pada tanggal 6 dan 7 ...
by admin || 07 Juli 2019
Dinas Kebudayaan (KundhaKabudayan) Daerah Istimewa Yogyakarta menyelenggarakan kegiatan pengembangan danimplementasi nilai-nikai luhur dalammasyarakat. Pelatihan ini dilaksanakan selama dua ...
by admin || 23 September 2019
Kementrian Pendidikan & Kebudayaan RI melalui Direktorat Jenderal Kebudayaan, Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya, hari Kamis, 15 Agustus 2019, menetapkan 30 karya budaya DIY sebagai Warisan ...