YOGYA (KRjogja.com) - Masyarakat dunia perlu mengetahui bahwa Yogyakarta memiliki beberapa keunggulan terkait kebudayaan. Salah satunya karya Pangeran Mangkubumi yang selanjutnya dikenal sebagai Sri Sultan HB I yang telah merancang sumbu filosofis antara Panggung Krapyak hingga Tugu Pal Putih terkait tata kota Yogyakarta di masa lampau.
“Sumbu filosofi ini tidak hanya dikenal sebagai tata kota. Tapi juga simbol kehidupan manusia sangkan paraning dumadi serta simbol lingga dan yoni,” tegas Kepala Dinas kebudayaan Umar Priyono MPd dalam Jalan Sehat Laku Lampah Sumbu Filosofi Jogja Istimewa sebagai rangkaian Sosialisasi Yogyakarta Warisan Budaya Dunia ‘City of Philosophy’ di Plaza Monumen Serangan Oemoem 1 Maret kawasan Titik Nol Kilometer Yogyakarta, Minggu (30/10/2016).
Menurut Umar, sumbu filosofi ini akan diusulkan sebagai kawasan warisan budaya dunia sehinga makin dikenal. Pasalnya menurut Umar berdasar sejarah dan literature tata ruang yang dimiliki Yogyakarta ini sangat langka. Sehingga Pemda DIY sepakat untuk mengajukan keunikan ini tidak hanya dimiliki Yogyakarta, tapi warisan dunia seperti Candi Prambanan, Keris, Batik dan Wayang.
“Jika ini diterima, berarti akan menjadi tata kota pertama di Indonesia yang diakui secara luas oleh dunia. Namun begitu perlu peran serta masyarakat. Bukan hanya semata soal fisik, tapi tidak kalah penting nilai filosofisnya,” ucap Umar.
Terpisah Gubernur DIY Sri Sultan HB X dalam sambutannya yang dibacakan Wakil Gubernur KGPAA Paku Alam X menyebutkan filosofi pembentukan pusat kota Yogyakarta ditumpukan pada Kraton. Hal tersebut akan menampilkan jati diri kota yang secara spesifik memancarkan citra Kota Yogyakarta.
“Filosofi ini menjadi dasar atau pondasi yang kuat berlandaskan system religi. Kebudayaan dan system social serta interaksi antara ketiganya dalam tata lingkungan kehidupan pada jamannya,” ucap Sultan HB X.
Ditambahkan DIY memiliki kekhasan dan keistimewaan dalam penataan kota. Terbentuknya sumbu filosofi Kraton Yogyakarta meliputi Tugu Golong Gilig/Pal Putih-Kraton-Panggung Krapyak. Sumbu filosofis yang Hinduistis tersebut diubah menjadi konsep Jawa, yaitu sangkan paraning dumadi oleh Sri Sultan HB I.
“Nilai filosofis dari Panggung Krapyak ke utara adalah perjalanan manusia sejak dilahirkan hingga dewasa, menikah sampai melahirkan anak. Sementara dari Tugu Pal Putih ke selatan melambangkan perjalanan manusia untuk menghadap Sang Khalik,” jelas Sri Sultan HB X.
Rangkaian kegiatan ini diawali dengan ‘Laku Lampah’ oleh masyarakat yang dibagi salah dua rombongan besar. Satu rombongan dengan identitas kain hijau berangkat dari Tugu Pal Putih mengarah ke selatan. Sedang sebelumnya rombongan dengan kain kuning berangkat dari kawasan Panggung Krapyak ke utara. Kedua rombongan ini lantas bertemu di titik kumpul di Plaza Monumen SO1M Yogyakarta untuk melanjutkan rangkaian acara. (R-7)