by sf|| 25 Agustus 2020 || || 77 kali
Sejak satu dekade silam (2010, dan sebelumnya), komikus indonesia mulai meninggalkan perdebatan mengenai gaya menggambar komik. Gaya apapun tidak masalah, Jepang, Amerika, dan Eropa, dulu punya pengaruh sampai negara-negara lain. Sekarang, mereka punya gaya gambar komik yang beraneka ragam, seperti juga di Indonesia. Demikian diungkap Terra Bajraghosa, pemerhati komik di Yogyakarta. Keadaan ini bisa dilihat pada komikus masa kini, yang cenderung memilih pengaruh gayanya sendiri-sendiri. Pada masa sebelumnya, gaya Amerika atau Eropa merupakan pilihan.
Zaman sekarang, karya komik ditekankan pada penceritaan (bedakan dengan pencitraan). Gaya apapun dipersilakan, yang penting maksimal. Cerita bisa disampaikan, atau dengan lain kata, gagasan komikus bisa diterima. Pembacanya pun bisa membaca dengan baik, dan secara ekonomi, komik bisa terbeli. Keadaan inilah yang dianggap penting, tegas Terra.
Gaya yang terpengaruh pada keinginan pasar, tidak serta merta diikuti. Misalnya, dengan gaya campur-campur, namun berbeda dengan biasanya, kemungkinan besar bisa diterima masyarakat. Hal ini mungkin tercapai, sepanjang bisa menjaga kemapanan jalan cerita, bagus, dan gambarnya luwes, dalam arti bisa menyampaikan artikulasi (makna) cerita dengan bagus.
Terkait dengan kesukaan akan komik, remaja zaman 1970-an atau 1980-an dengan anak muda sekarang, diakui Terra, yang lahir pada 1981, bahwa masa kecilnya diramaikan dengan komik Eropa terjemahan. Meskipun demikian, dia merasa beruntung dengan keberadaan komik indi, yang pembuatnya punya berbeda-beda gaya.
Sekarang, dengan kemajuan teknologi, komik bahkan sudah bisa dinikmati melalui smartphone, webtoon, atau komik digital online. Jadi, masing-masing generasi punya pengalaman sendiri-sendiri. Lebih dari itu, mestinya semua tersedia, baik yang mau melihat dari online, maupun yang senang bukunya langsung. Ini bisa dibandingkan dengan keberadaan koran cetak, yang masih punya pembaca setia.
Sejumlah penerbit komik online masih memandang penting pasar cetak. Mereka punya strategi tersendiri bahwa suatu komik hanya bisa dibaca [sebagai iklan melalui dunia maya], dan tidak bisa dimiliki. Pembaca tidak diberi pilihan lain. Kalau ingin membaca, online saja. Tidak bisa diunduh. Kalaupun bisa, mutu gambarnya rendah. Setelah beberapa judul, atau sekian bulan sekali, baru komiknya diterbitkan (cetak).(hen/lembud)
by admin || 24 November 2016
TRIBUNJOGJA.COM, KULONPROGO - Perajin batik Kulonprogo mulai merasakan tanda-tanda kelesuan pasar batik yang biasa terjadi di akhir tahun. Untuk menjaga stabilitas produksinya, perajin batik ...
by admin || 09 Oktober 2016
Laporan Reporter Tribun Jogja, Arfiansyah Panji Purnandaru TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Rombongan Funbike Gebyar Museum Pleret tiba di Museum Purbakala Pleret. Tari Sigrak Sesolak, Tari Nawung Sekar ...
by admin || 07 Oktober 2016
YOGYA (KRjogja.com) - Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogya (Disbud DIY) bersama dengan Ikatan Pelajar Mahasiswa Daerah (IKPMD) mengadakan 'Karnaval Selendang Sutra' 2016 guna mengurangi gesesekan ...
by admin || 07 September 2016
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Dinas Kebudayaan (Disbud) DIY bersama Masyarakat Tradisi (Matra) Yogyakarta, akan menyelenggarakan Festival Gejog Lesung Keistimewaan, pada 9 dan 10 September 2016 ...
by admin || 16 Oktober 2016
TRIBUNJOGJA.COM, KULONPROGO - Dinas Kebudayaan Kabupaten Kulon Progo menggelar Festival Budaya Menoreh 2016. Rangkaian acara yang diselenggarakkan memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) Kulonprogo ...
by Vishnu || 01 Maret 2020
Peringatan Peristiwa Bersejarah bertajuk "Semarak Peringatan 1 Maret 1949 ke-71" yang merupakan rangkaian dari Kegiatan Peringatan 1 Maret digelar tepat tanggal 1 Maret 2020 di Titik Nol Kilometer ...
by Vishnu || 09 Maret 2020
Konser Orkestra yang mengusung judul Serenade Bunga Bangsa yang digelar Sabtu Malam, 7 Maret 2020 berlangsung spektakuler. Musisi handal dari Alillaqus Shymphony Orchestra dan Paduan suara dari Con ...