Tari Golek Menak

by admin|| 04 Maret 2014 || 81.549 kali

...

 

Disebut juga Beksa Golek Menak, atau Beksan Menak. Mengandung arti menarikan wayang Golek Menak. Tari Golek  Menak merupakan salah satu jenis tari klasik gaya Yogyakarta yang diciptakan oleh Sri Sultan Hamengku Buwana IX. Penciptaan tari Golek Menak berawal dari ide sultan setelah menyaksikan pertunjukkan Wayang Golek Menak yang dipentaskan oleh seorang dalang dari daerah Kedu pada  tahun 1941. Sri Sultan Hamengku Buwana IX sangat terkesan menyaksikan pertunjukan wayang golek dari Kedu itu. Maka dibenak beliau timbul ide untuk menarikan wayang golek itu di atas pentas. Untuk melaksanakan ide itu Sultan pada tahun 1941 memanggil para pakar tari yang dipimpin oleh K.R.T. Purbaningrat, dibantu oleh K.R.T. Brongtodiningrat, Pangeran Suryobrongto, K.R.T. Madukusumo, K.R.T. Wiradipraja, K.R.T.Mertodipuro, RW Hendramardawa, RB Kuswaraga dan RW Larassumbaga. Proses penciptaan dan latihan untuk melaksanakan ide itu memakan waktu cukup lama. Pagelaran perdana dilaksanakan di Kraton pada tahun 1943 untuk memperingati hari ulang tahun sultan. Bentuknya masih belum sempurna, karena tata busana masih dalam bentuk gladi resik. Hasil pertama dari ciptaan sultan tersebut mampu menampilkan tipe tiga karekter yaitu : tipe karakter puteri untuk Dewi Sudarawerti dan Dewi Sirtupelaeli, tipe karakter putra halus untuk Raden Maktal, dan tipe karakter gagah untuk Prabu Dirgamaruta. Tiga tipe karakter tersebut ditampilkan dalam bentuk dua beksan, yaitu perang antara Dewi Sudarawerti melawan Dewi Sirtupelaeli, serta perang antara Prabu Dirgamaruta melawan Raden Maktal.

Sebenarnya sultan menghendaki satu karya besar yang bisa menandingi wayang wong. Tetapi karena keadaan politik dan ekonomi saat itu belum memungkinkan, maka hasil ciptaan sultan itu dibiarkan saja. Meskipun sultan tidak menghiraukan lagi, tetapi Bebadan Among Beksa Kraton Yogyakarta, tetap melestarikan ciptaan sultan itu, bahkan mengembangkannya menjadi dramatari. Melalui pertemuan-pertemuan, dialog dan sarasehan antara sultan dengan para seniman dan seniwati, maka sultan Hamengku Buwana IX membentuk suatu tim penyempurna tari Golek Menak gaya Yogyakarta. Tim tersebut terdiri dari enam lembaga, yaitu : Siswo Among Beksa, Pusat Latihan Tari Bagong Kussudiardja, Sekolah Menengah Karawitan Indonesia (SMKI), Mardawa Budaya, Paguyuban Surya Kencana dan Institut Seni Indonesia (ISI). Keenam lembaga ini setelah menyatakan kesanggupannya untuk menyempurnakan tari Golek Menak (1 Juni 1988), kemudian menyelenggarakan lokakarya dimasing-masing lembaga, dengan menampilkan hasil garapannya. Giliran pertama jatuh pada siswa Among Beksa pada tanggal 2 Juli 1988. Lokakarya yang diselenggarakan oleh siwa Among Beksa pimpinan RM Dinusatama diawali dengan pagelaran fragmen lakon kelaswara, dengan menampilkan 12 tipe karakter, yaitu : alus impur (tokoh Maktal, Ruslan dan Jayakusuma), alus impur (tokoh  Jayengrana), alur kalang kinantang (Perganji), gagah kalang kinantang (Kewusnendar, Tamtanus, Kelangjajali, Nursewan dan Gajah Biher), gagah kambeng (Lamdahur), gagah bapang (tokoh Umarmaya), gagah bapang (Umarmadi dan Bestak), Raseksa (Jamum), Puteri (Adaninggar seorang Puteri Cina), puteri impur (Sudarawerti dan Sirtupelaeli), puteri kinantang (Ambarsirat, Tasik Wulan Manik lungit, dan kelas wara), Raseksi (mardawa dan Mardawi). Bahasa yang digunakan dalam dialog adalah bahasa bagongan. Busana yang dikenakan para penari mengacu pada busana Wayang Golek Menak Kayu, semua tokoh berbaju lengan panjang, sedangkan cara berkain menerapkan cara rampekan, kampuhan, cincingan, serta seredan disesuaikan dengan tokoh yang dibawakan.

Giliran kedua jatuh pada Pusat Latihan tari Bagong Kussudiardja diselenggarakan di Padepokan Seni Bagong Kusssudiardja sendiri. Bentuk-bentuk tari yang ditampilkan merupakan garapan baru yang bersumber dari Golek Menak, dengan mempergunakan ragam tari yang pernah dipelajari dari kakaknya, yaitu Kuswaji Kawindrasusanta (seorang peraga Golek Menak pada saat proses penciptaan tari oleh Sri Sultan Hamengkubuwana IX). Beberapa tipe karakter yang ditampilkan antara alain : puteri luruh, puteri Cina, gagah bapang untuk tokoh Umarmaya, gagah kinantang untuk tokoh Umarmadi. Disamping itu ditampilkan pula sebuah garapan kelompok dari  tipe gagah kinantang yang diberi nama tari Perabot Desa, dengan gendhing-gendhing yang digarap sesuai keperluan gerak tari sebagai pengiringnya.

Giliran ketiga jatuh pada Sekolah Menengah Karawitan Indonesia Yogyakarta, dipimpin oleh Sunartama  dan diselenggarakan pada tanggal 30 Juli 1988 S.M.K.I. menitik  beratkan pada penggarapan ragam gerak yang merupakan dasar pokok dari tipe-tipe karakter dari Golek Menak dan memperhatikan gendhing-gendhing yang mengiringi tari agar penampilan tipe-tipe karakter bisa lebih kuat. Penyajian dari S.M.K.I. menampilkan tipe karakter dengan 14 ragam gerak berbentuk demonstrasi, tanpa menggunakan lakon, tata busana, tata rias, antawecana, swerta kandha tidak digarap.

Giliran keempat jatuh pada Mardawa Budaya yang menyelenggarakan lokakarya pada tanggal 9 Agustus 1988 dipimpin oleh Raden Wedana Sasmita Mardawa. Mardawa Budaya menampilkan sebuah fragmen  singkat tetapi padat dengan lakon Kelaswara Palakrama. Dalam penampilannya Mardawa Budaya menampilkan 14 tipe karakter.

Giliran kelima adalah Surya Kencana pimpinan raden Mas Ywanjana, yang menyelenggarakan lokakarya pada tanggal 15 Agustus 1988. Surya Kencana memilih bentuk  demonstrasi dan menampilakan 16 tipe karakter, serta berupaya memasukkan gerak pencak kembang dan silat gaya Sumatera Barat yang disesuaikan dengan rasa gerak Jawa.

Giliran keenam atau terakhir jatuh pada Institut Seni Indonesia Yogyakarta, yang menyelenggarakan lokakarya pada tanggal 22 Agustus 1988. Lokakarya bertempat di Fakultas Kesenian Kampus Utara, dipimpin oleh Bambang Prahendra Pujaswara, dengan menampilkan 15 tipe karakter dalam demonstrasinya. Demonstrasi tipe-tipe karakter kemudian  disusul dengan penampilan sebuah fragmen pendek dengan lakok Geger Mukadam dipetik dari Serat Rengganis. Para penggarap tari dari ISI Yogyakarta menitik beratkan pada garapan geraknya, iringan tari, tata busana, tata rias serta antawecana. Gerak pencak kembang dari Sumatera barat juga telah dimasukkan, bukan hanya pada adegan perang saja, tapi juga pada ragam-ragam geraknya. Bahasa yang dipergunakan untuk antawecana atau dialog adalah bahasa Jawa pewayangan.

Seluruh lokakarya yang berlangsung enam kali direkam dengan video casette dengan maksud agar sultan bisa mengamati secara cermat. Pada pertemuan pada tanggal 16 September 1988 dia Anjungan Daerah Istimewa Yogyakarta, sultan menyatakan kegembiraannya, bahwa enam lembaga tari di DIY telah menanggapi dengan baik permintaan sultan. Karena hasil lokakarya itu baru merupkan hasil awal dari proses penyempurnaan tari Golek Menak, sultan mengharapkan agar segmen disusul dengan rencana kerja kedua, yaitu pada bulan Maret 1989. Tetapi sebelum sultan sempat menyaksikan kerja kedua dari Tim Penyempurnaan Tari Golek Menak yang akan jatuh pada bulan Maret 1989, sultan mangkat di Amerika Serikat pada tanggal 3 Oktober 1988. Beberapa minggu kemudian seluruh anggota Tim sepakat untuk meneruskan penyempurnaan tari Golek Menak, meskipun sultan telah tiada. Maka dalam pagelaran hasil penyempurnaan tari Golek Menak tanggal 17 Maret 1989 itu ditampilkan demonstrasi Wayang Golek Menak serta fragmen dramatari Golek Menak dengan cerita yang sama, yaitu kelaswara palakrama atau perkawinan antara kelaswara dengan Wong Agung Jayengrana. Tim penyempurnaan tari Golek Menak bekerja sesuai dengan petunjuk-petujuk sultan. Tetapi karena perancangan tata busana seperti yang diinginkan sultan menuntut biaya yang besar, maka tata busana untuk pagelaran itu masih menggunakan busana yang telah ada dengan tambahan serta modifikasi seperlunya.

Artikel Terpopuler


...
Istilah - Istilah Gamelan dan Seni Karawitan

by admin || 07 Maret 2014

Ada-ada. Bentuk lagu dari seorang dhalang, umumnya digunakan dalam menggambarkan suasana yang tegang atau marah, hanya diiringi dengan gender.    Adangiyah. Nama dari jenis ...


...
Istilah- Istilah Gerakan Tari  Gaya  Yogyakarta

by admin || 05 Maret 2014

Ngithing. Posisi tangan dengan mempertemukan ujung jari tengah ibu jari membentuk lingkaran, sedangkan jari-jari lainnya agak diangkat keatas dengan masing-masing membentuk setengah ...


...
Kanjeng Raden Tumenggung Madukusumo

by admin || 04 Maret 2014

Kanjeng Raden Tumenggung Madukusumo. Dilahirkan pada tanggal 22 Maret 1899 di Yogyakarta Putera Ngabehi Prawiroreso ini pada tahun 1909 tamat Sekolah Dasar di Gading dan Tahun 1916 masuk menjadi abdi ...



Artikel Terkait


...
Beksan Trunajaya

by admin || 04 Maret 2014

  Disebut juga Beksan Lawung Ageng atau Beksan Lawung Gagah. Dinamakan Beksan Trunajaya karena pada zaman dahulu para penari diambilkan dari regu Trunajaya yang merupakan bagian dari ...


...
Beksan Lawung Alit

by admin || 04 Maret 2014

  Disebut juga Beksan lawung alus.Beksan Lawung Alus ( alit) ditarikan oleh 16 orang penari, terdiri dari 4 orang penari sebagai ploncon atau pengampil. 4 orang penari sebagai lawung ...


...
Beksan Sekar Medura

by admin || 04 Maret 2014

  Tari putera yang para penarinya membawa botol minuman, ditarikan oleh 8 penari putera. Disebut juga Beksan Gendul. Penyebutan Beksan Gendul ini didasarkan pada perlengkapan yang ...





Copyright@2024

Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Daerah Istimewa Yogyakarta