Sejarah Adikarto & Kulonprogo

by admin|| 30 Desember 2015 || 29.921 kali

...

I.Latar Belakang Sejarah

Kabupaten Kulon Progo sebagai salah satu daerah kabupaten dalam wilayah  administratif Daerah Istimewa Yogyakarta, sejak berdirinya telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Kisah berdirinya kabupaten ini secara lengkap telah dimuat di dalam Risalah Harijadi Kabupaten Kulon Progo. Di dalam kisah itu diceritakan bahwa meskipun Harijadi Kabupaten Kulon Progo ditandai dengan penetapan tanggal 15 Oktober 1951 berdasarkan keputusan pemerintah terhadap Kulon Progo sebagai daerah otonom/swatantra, tetapi keberadaan Kulon Progo sebagai wilayah yang berdaulat sudah ada jauh sebelum zaman itu. Sebagai bagian dari wilayah kekuasaan kerajaan, daerah ini sudah berdaulat dan berada di bawah Kadipaten Pakualaman. Pada saat itu wilayah Kulon Progo terdiri atas dua daerah kadipaten/kabupaten, yaitu Kabupaten Adikarta beribukota di Bendungan kemudian dipindahkan ke Wates dan Kabupaten Kulon Progo yang beribukota di Pengasih kemudian dipindahkan ke Sentolo.

Kabupaten Adikarta sebagai wilayah kekuasaan Kadipaten Pakualaman semula disebut dengan “Pasir Urut Sewu” yang terdiri atas rawa-rawa dan disebut dengan Kabupaten Karangkemuning. Pada masa pemerintahan Sri Paduka Paku Alam V diperintahkan kepada R. Rio Wosodirdjo agar mengubah rawa-rawa menjadi daerah yang makmur, sehingga setelah berhasil namanya diganti menjadi Kabupaten Adikarta dan ibukotanya juga dipindahkan dari Brosot ke Bendungan. Selanjutnya, pada tahun 1903 ibukota Bendungan dipindahkan lagi ke Wates. Sementara itu, Kabupaten Kulon Progo setelah Perang Diponegoro dipecah dan diganti nama menjadi Kabupaten Pengasih (1831), Kabupaten Sentolo (1831), Kabupaten Nanggulan (1851), dan Kabupaten Kalibawang (1855). Meskipun namanya kabupaten, tetapi wilayahnya belum seluas saat ini dan pimpinan daerahnya disebut dengan Raden Rio (pada masa kemudian digunakan sebagai gelar untuk Wedana/Pembantu Bupati). Pada tahun 1912 kabupaten-kabupaten di atas digabungkan menjadi satu disebut Kabupaten Kulon Progo dengan ibukota di Pengasih. Pada tahun 1927 Kabupaten Kulon Progo dibagi dalam wilayah district dan onderdistrict, hingga kemudian pada tahun 1934 ibukota Kabupaten Kulon Progo dipindahkan dari Pengasih ke Sentolo.

Kedua wilayah kabupaten itu, Kabupaten Adikarta dan Kabupaten Kulon Progo, sejak berdiri hingga bergabung menjadi satu sebagai Kabupaten Kulon Progo yang bersifat otonom (1951), masing-masing telah memiliki Bupati yang memimpin daerah itu. Adapun daftar nama dan urutan Bupati yang pernah memerintah di Kabupaten Adikarta maupun Kabupaten Kulon Progo adalah sebagai berikut.

No.

Kab. ADIKARTA/NAMA

 

No.

Kab. KULON PROGO/NAMA

1.

KRT. Sosrodigdoyo

 

 

 

2.

R. Rio Wosodirdjo

 

1.

KRT. Poerbawinoto

3.

R.T. Soeratani I dan II

 

2.

KRT. Notopradjarto

4.

RMT. Djajengirawan

 

3.

KRT. Djajaningrat

5.

RMT. Notosoebroto

 

4.

KRT. Pringgodiningrat

6.

KRMT. Surjaningrat/PA

 

5.

KRT. Setjodiningrat

7.

Mr. KRT. Brotodiningrat

 

6.

KRT. Poerwaningrat (1951)

 

à digabung menjadi otonom:

 

7.

KPH. Surjaningrat (1951)

 

Catatan:

1.      Bupati Adikarta KRT. Sosrodigdoyo adalah Bupati Karangkemuning terakhir sebelum diganti menjadi Kabupaten Adikarta atas perintah Sri Paduka Paku Alam V.

2.      KRT. Poerwaningrat adalah Bupati Kulon Progo terakhir sebelum digabungkan dengan Kabupaten Adikarta, sebagai daerah otonom 1951.

 

Berdasarkan daftar nama dan urutan Bupati yang pernah memimpin Kabupaten Adikarta dan Kabupaten Kulon Progo di atas, maka dapat diketahui bahwa R. Rio Wosodirdjo adalah Bupati pertama Kabupaten Adikarta, sedangkan KRT. Poerwaningrat adalah Bupati terakhir Kabupaten Kulon Progo pada saat terjadi penggabungan (blèngkètan) dengan Kabupaten Adikarta. Sementara itu, K.P.H. Surjaningrat adalah Bupati pertama Kabupaten Kulon Progo setelah terjadi penggabungan dan menjadi daerah otonom pada tanggal 15 Oktober 1951. Peristiwa penggabungan dua kabupaten ini lah yang kemudian dijadikan penanda Harijadi Kabupaten Kulon Progo dan dikukuhkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Kulon Progo nomor 7 tahun 1986. Peristiwa penggabungan kedua wilayah itu pantas menjadi catatan sejarah, karena ternyata implikasinya benar-benar menjadi sarana pertemuan-perkawinan dua kultur yang berbeda, seperti tampak dalam penyebutan hari pasaran tradisional mereka (keterangan: Prof. Emiritus dr. R. Daldiri M, M.D. – alm).

Setelah penggabungan kedua wilayah itu selanjutnya disebut dengan nama Kabupaten Kulon Progo dengan ibukota di Wates hingga kini. Adapun daftar nama Bupati Kulon Progo sejak penggabungan adalah sebagai berikut.

No.

N  A  M  A

Masa Bhakti

1.

K.P.H. Surjaningrat

1951 - 1959

2.

K.R.T. Prodjosoeparno

1959 - 1962

3.

K.R.T. Kertodiningrat

1963 - 1969

4.

Letkol. TNI. R. Sutedjo

1969 - 1975

5.

Letkol. TNI. R. Soeparno

1975 - 1981

6.

Drs. K.R.T. Wijoyo Hadiningrat

1981 - 1991

7.

Drs. H. Soeratidjo

1991 - 2001

8.

H. Toyo Santoso Dipo

2001 - 2010

9.

Dr. H. Hasto Wardoyo, SP. OG. (K)

2011 – kini.

(Ditulis kembali berdasarkan keterangan Ir. R.M. Noorwidjojowadono, M.Si. – putra K.P.H. Soerjaningrat dan penyesuaian seperlunya).

          Di antara para Bupati yang pernah memimpin Kabupaten Adikarta maupun Kabupaten Kulon Progo di atas, baik sebelum penggabungan maupun setelah penggabungan, ada yang masih memiliki hubungan kekeluargaan/kekerabatan, terutama dari leluhur yang bernama Kyai Tumenggung Singalodra. Tokoh ini lah yang dimakamkan pertama kali (Cungkup Utama) di komp[leks makam Siréap-Giripurna, Tonobakal, Hargomulya, Kokap, Kulon Progo.

          Adapun yang terkait dengan keberadaan kompleks makam Siréap-Giripurna, khususnya keberadaan Kyai Tumenggung Singalodra I dapat dikisahkan kembali secara singkat sebagai berikut.

Pada saat Sri Paduka Paku Alam V bertakhta, beliau mengadakan pertemuan dengan R. Rio Wosodirdjo di Kedungbanteng untuk membicarakan pendirian kompleks makam Girigondo. Setelah disepakati, Dusun Kedungbanteng itu kemudian diberinama Dusun Patemon. Dalam perjalanan waktu tempat ini kemudian berkembang menjadi Desa Temon, selanjutnya menjadi wilayah Temon (Kecamatan), dan akhirnya didirikanlah Kabupaten Adikarta. Pada saat itu pula R. Rio Wosodirdjo I dikukuhkan sebagai Bupati Adikarta I (keterangan: Ir. R.M. Noorwidjojowadono, M.Si. diperkuat oleh R.W. Harsoyo Dirjopranoto, S.H.). Meskipun sebelum itu sudah ada ‘penguasa’ setingkat Bupati (abdi dalem), tetapi belum ada penetapan wilayah Kabupaten Adikarta.

Secara genealogis, R. Rio Wosodirdjo I (Plumbon) adalah putra dari R. Ronggo Martodiwirjo (Ngongkek) atau cucu dari Kyai Tumenggung Surotani I atau buyut dari Kyai Tumenggung Singalodra I. Secara kronologis dapat dikisahkan kembali secara ringkas genealogi Kyai Tumenggung Singalodra sebagai cikal bakal Kulon Progo adalah sebagai berikut (periksa: lampiran Silsilah). Kyai Tumenggung Singalodra I (Bupati Jatingarang, Nanggulan) menikah dengan R.Ay. Maerah dan berputera Kyai Tumenggung Soerotani I (Bupati Girilaya, Ngongkek). Kyai Tumenggung Soeratani I ini memiliki tiga isteri, yaitu pertama tinggal di Bagelen, kedua adalah R.Ay. Soeratani I (Gamplong), dan ketiga adalah putri seorang Bandar Cina. Dari isteri pertama Soeratani I memiliki empat putra, dua di antaranya adalah R.Ngt. Jogoreso (Bagelen) dan Singalodra II (Purworejo). Dari Isteri kedua (R.Ay. Soeratani I – mungkin permaisuri), beliau memiliki putra R. Ronggo Martadiwirja (Ngongkek), sedangkan dari isteri ketiga beliau memiliki putra R.Ngt. Martodihardjo. Di antara keturunan dari isteri pertama (R.Ngt. Jogoreso) yang banyak dikenal di kalangan masyarakat adalah R.Ngt. Letjen. TNI. Sarbini (alm – cucu, Jakarta). Sementara itu, dari keturunan R.Ngt. Martodihardjo yang ikut aktif dalam Paguyuban Trah Singalodra antara lain adalah R. Kresnawijaya (Yogya) dan R. Siswadarsana (Yogya).