by pamongbudaya|| 19 Oktober 2023 || || 1.385 kali
Tim Pemugaran dari Dinas Kebudayaan DIY melakukan kunjungan kerja ke DKI Jakarta untuk belajar mengenai pelestarian warisan budaya yang dilakukan oleh Pemda DKI, pada tanggal 12-14 September 2023. Tim Pemugaran adalah tim yang berisikan orang-orang yang mendampingi kegiatan pemugaran bangunan cagar budaya dan/atau struktur cagar budaya yang dilakukan oleh Dinas Kebudayaan DIY atau didanai oleh Pemda DIY. Tim Pemugaran terdiri dari Pendamping Pemugaran dan Asisten Pendamping Pemugaran pada tahap pelaksanaan konstruksi, Pendamping Pemugaran pada tahap perencanaan, Pendamping Pemugaran yang diikutkan pada pelaksana pekerjaan, Pendamping Pemugaran yang diikutkan pada konsultan pengawas, dan Konservator. Pada acara tersebut, Tim Pemugaran belajar dari kegiatan pelestarian warisan budaya berupa pemugaran bangunan Museum Bahari, pemugaran bangunan rumah yang dulunya milik Pahlawan Revolusi MT Haryono dan penanganan temuan warisan budaya pada proyek pembangunan MRT Jakarta Fase ke-2. Pada pemugaran bangunan Museum Bahari yang terletak di wilayah kota tua Jakarta, Tim Pemugaran dijelaskan mengenai pemugaran yang dilakukan pada bangunan tersebut khususnya mengenai penambahan perkuatan berupa tiang dan balok kayu yang dibuat serupa/selaras dengan tiang dan balok kayu lama. Pada pemugaran rumah yang dulunya milik MT Haryono yang terletak di daerah Menteng, banyak pekerjaan sejenis dengan yang selama ini dilakukan oleh Tim Pemugaran dalam pelaksanaan tugasnya. Pada kegiatan penanganan temuan warisan budaya pada proyek pembangunan MRT Jakarta Fase 2, tim pemugaran banyak mendapatkan informasi baru karena kegitan seperti ini jarang dilakukan di Indonesia. Proyek pembangunan MRT Jakarta Fase 2 ini adalah melanjutkan dari proyek sebelumnya, Fase 1. Saat ini masyarakat umum sudah dapat menggunakan MRT yang dibangun pada fase 1 yang membentang dari Stasiun Lebak Bulus di Jakarta Selatan hingga Stasiun Bundaran HI di Jakarta Pusat. Fase 2 ini nantinya akan membentang antara Stasiun Bundaran HI hingga ke Stasiun Ancol Barat di Jakarta Utara. Pada proses pembangunan di fase 2 ini terdapat sejumlah temuan warisan budaya/objek diduga cagar budaya, antara lain adalah tembok kota Batavia, rel trem, saluran kuno Batavia dari terakota, Jembatan Glodok, dan saluran kuno dari kayu. Temuan ini berada di lokasi yang direncanakan dibangun sebagai Stasiun MRT Kota dan Stasiun MRT Glodok. Pada lokasi yang bukan direncanakan sebagai stasiun tetapi sebagai jalur rel MRT tidak dilakukan penggalian dari atas tetapi langsung penggalian dengan cara pengeboran secara horisontal. Mengingat temuan berada di kedalaman kurang dari 3 meter sementara posisi bagian atas terowongan tempat rel MRT berada pada kedalaman lebih dari 3 meter dari permukaan tanah, maka hampir dapat dipastikan tidak ada temuan pada pengeboran horisontal tersebut. Pada temuan berupa tembok kota Batavia yang terletak di bawah jalan Pintu Besar Utara yang berada di barat Stasiun Kereta Api Jakarta Kota, tindakan yang dilakukan adalah mengubah letak rencana awal pintu masuk menuju Stasiun MRT. Dalam hal ini, dengan berbagai pertimbangan, maka desainnya yang berubah yaitu menggeser letak pintu masuk stasiun sehingga temuan berupa tembok kota Batavia tetap berada pada posisi semula. Pada temuan rel trem, proses yang dilakukan adalah pengupasan tanah, kemudian dilakukan penampakan seluruh rel pada lokasi yang akan digunakan sebagai stasiun MRT. Setelah seluruh rel trem tampak, maka dilakukan pendokumentasian, pendataan dan pemberian kode pada rel trem tersebut. Setelah itu rel trem dilepas satu per satu, bagian per bagian, baik rel maupun bantalan rel, dan kemudian diangkat untuk diangkut ke gudang penyimpanan yang sudah disiapkan sebelumnya. Bantalan rel trem berbahan kayu dan diperkirakan rel trem ini dibangun sekitar akhir 1920-an. Berdasar peta buatan tahun 1934, terdapat 5 jalur trem yang beroperasi di Batavia dengan 3 di antaranya melewati daerah Glodok. Pada temuan saluran kuno terakota, setelah dilakukan pengupasan tanah dan penampakan saluran tersebut, dilakukan pendokumentasian antara lain dengan pemindaian photogrammetry menggunakan beberapa metode. Hasil dari pemindaian ini digunakan pada saat penyusunan kembali pasca pemindahan. Pemindahan struktur saluran ini ke luar lokasi menjadi alternatif untuk mempertahankan bukti sejarah agar tetap dapat hadir di masa mendatang. Pemindahan dilakukan karena untuk mempertahankan struktur di lokasi aslinya sulit dilakukan mengingat panjang stasiun yang mencapai 400, dengan kedalaman sekitar 1,5 m di bawah struktur tersebut. Setelah dilakukan pendokumentasian, maka dilakukan pelepasan bata lapis per lapis pada bagian atas, selanjutnya pada pipa terakota yang terdapat di bagian tengah, kemudian pelepasan pada bata bagian bawah. Setelah dilepas kemudian diangkat dan ditumpuk sementara di atas box palet dan selanjutnya dimuat ke truk untuk dikirim ke tempat penyimpanan yang ditentukan. Yang menarik pada penanganan temuan ini, selain dilakukan pemindahan dengan cara pelepasan bata dan pipa terakota secara per bagian atau per buah, dilakukan juga pemindahan secara utuh dalam dimensi tertentu dengan panjang sekitar 3 meter, dengan lebar dan tinggi lebih dari 1 meter sesuai dengan kondisi temuan. Pada bagian ujung untuk pemutusan ukuran panjang tersebut, dilakukan dengan cara manual yaitu bata dilepas satu per satu pada setiap lapisnya. Setelah didapat ukuran tertentu, maka pelat baja diselipkan ke tanah di bawah struktur saluran ini dengan cara mendorongnya menggunakan dongkrak hodrolis dengan posisi horisontal. Setelah keseluruhan struktur berada di atas pelat baja tersebut, maka struktur siap diangkat untuk dipindahkan ke tempat sementara sebelum dipindah ke tempat penyimpanan yang telah ditentukan. Tantangan yang muncul dalam proses ini sekurang-kurangnya ada tiga hal. Yang pertama adalah lain ketika memasukkan plat baja di bawah struktur memerlukan waktu dan ketelitian yang cukup lama, agar struktur di atasnya tidak runtuh dan tidak miring. Yang kedua adalah diperlukannya dinding yang harus dibuat dulu sebagai tumpuan dongkrak hidrolis yang mendorong pelat baja masuk ke bawah struktur. Kemudian yang ketiga pada saat proses pengangkatan juga diperlukan percobaan untuk mengetahui seberapa besar kekuatan yang diperlukan untuk mengangkat struktur dari bawah permukaan tanah ke atas permukaan tanah. Sebelum struktur yang utuh ini diangkat, dilakukan pelindungan terlebih dulu dengan cara membungkus struktur dengan karet busa tebal dan kemudian diikat baik dalam posisi horisontal maupun vertikal agar struktur tetap utuh pada saat pengangkatan dan pemindahan. Pada temuan Jembatan Glodok, hal yang dilakukan adalah sama seperti temuan saluran kuno terakota, yaitu ada yang dilepas per bagian dan ada pula yang diangkat utuh dalam dimensi panjang, lebar dan tinggi tertentu. Pada temuan saluran kuno dari kayu, pada saat kunjungan dilakukan, posisi saluran dari kayu masih di tempat asalnya. Kemungkinan tindakan yang dilakukan akan sama dengan yang dilakukan pada struktur saluran kuno terakota dengan tambahan perlakuan khusus mengkonservasi kayu agar kayu tetap utuh dan tidak lapuk. Menurut informasi dari pihak MRT Jakarta, temuan yang telah diangkat akan diletakkan sementara di sebelah barat Stasiun Jakarta Kota. Pada penampungan sementara ini, temuan berada di tempat terlindung dari sinar matahari, hujan dan aktivitas lain di sekitar proyek. Setelah itu akan dipindah ke gudang penyimpanan yang lebih baik di tempat lain di Jakarta Utara dan nantinya ketika Staisun MRT Kota telah selesai dibangun, maka sebagian dari temuan-temuan tersebut akan ditampilkan di salah satu bagian dari stasiun dan temuan yang lain akan disimpan di museum. Penanganan temuan objek diduga cagar budaya pada proyek ini diharapkan dapat menjadi contoh pada proyek-proyek sejenis di masa mendatang. Pada foto di awal tulisan ini adalah kondisi di bawah permukaan tanah dengan saluran kuno dari kayu ada di sebelah kiri foto. Dalam foto tampak Tim Pemugaran dari Dinas Kebudayaan DIY sedang mendengar penjelasan dari Tim Arkeologi yang terlibat dalam proyek MRT Jakarta. (DD)
by admin || 07 Maret 2014
Ada-ada. Bentuk lagu dari seorang dhalang, umumnya digunakan dalam menggambarkan suasana yang tegang atau marah, hanya diiringi dengan gender. Adangiyah. Nama dari jenis ...
by admin || 05 Maret 2014
Ngithing. Posisi tangan dengan mempertemukan ujung jari tengah ibu jari membentuk lingkaran, sedangkan jari-jari lainnya agak diangkat keatas dengan masing-masing membentuk setengah ...
by admin || 04 Maret 2014
Kanjeng Raden Tumenggung Madukusumo. Dilahirkan pada tanggal 22 Maret 1899 di Yogyakarta Putera Ngabehi Prawiroreso ini pada tahun 1909 tamat Sekolah Dasar di Gading dan Tahun 1916 masuk menjadi abdi ...
by pamongbudaya || 30 Juli 2020
Pada tahun 2018 Dinas Kebudayaan DIY melakukan kegiatan rehabilitasi dinding benteng kraton Yogyakarta. Kegiatan pada tahun 2018 ini berada di dua plengkung dan tiga pojok beteng yaitu Plengkung ...
by pamongbudaya || 31 Agustus 2020
Untuk memperkuat informasi tentang cagar budaya Tugu Pal Putih Yogyakarta dan hubungannya dengan Kraton Yogyakarta dalam sebuah sumbu filosofi, maka Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta ...
by pamongbudaya || 02 September 2020
Pada tahun 2015 Dinas Kebudayaan DIY melakukan rehabilitasi pada beberapa bangunan di kawasan cagar budaya yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta. Pekerjaan dilakukan di beberapa tempat yaitu ...