Mengenal Bangunan Berarsitektur Tradisional Jawa : Bangunan Kampung (Bagian 2)

by pamongbudaya|| 28 Oktober 2021 || || 5.108 kali

...

Bangunan kampung ini, menurut naskah-naskah lama tentang bangunan rumah berarsitektur tradisional Jawa, sebenarnya berasal dari kata kapung /katepung yang artinya adalah dihubungkan. Jadi untuk mempermudah pendirian rumah maka cukup menghubungkan dua bidang atap dan meniadakan kelengkapan kayu lainnya yang ada pada ketiga bentuk sebelumnya, yaitu pada bentuk tajug, joglo dan limasan. Menurut naskah-naskah ini, variasi bangunan kampung ada 9 (sembilan) buah, sedangkan menurut R. Ng. Mintoboedoyo dalam Hamzuri (1986) terdapat 13 (tiga belas) variasi. Menurut Dakung (1987) terdapat 10 (sepuluh) variasi bangunan kampung, dan yang dimuat dalam Peraturan Gubernur DIY (Pergub DIY) Nomor 40 tahun 2014 tentang Panduan Arsitektur Bangunan baru Bernuansa Budaya Daerah, terdapat 12 (dua belas) variasi. Tabel berikut ini menunjukkan variasi bangunan kampung menurut beberapa sumber.

 

Naskah lama

Hamzuri

Dakung

Pergub DIY

1

Nom

Kampung pokok

Kampung pokok

Kampung pokok / jompongan

2

Pacul gowang

Pacul gowang

Pacul gowang

Pacul gowang

3

Srotongan

Apitan

Srotong

Srotong

4

Dara gepak

Dara gepak

Dara gepak

Dara gepak

5

Jompongan

Klabang nyander

Klabang nyander

Klabang nyander

6

Gedhang (pisang)

salirang

Lambang teplok

Lambang  teplok

Lambang teplok

7

Semar tinandhu

Lambang teplok semar tinandu

Lambang teplok semar tinandhu

Lambang teplok semar tinandu

8

Trajumas

Gajah njerum

Gajah njerum

Gajah njerum

9

Gajah ngombe

Cere gancet

Cere gancet

Cere gancet

10

---

Semar pinondong

Semar pinondong

Semar pinondong

11

---

Trajumas

---

Trajumas

12

---

Gotong mayit

---

Gotong mayit

13

---

Gajah ngombe

---

---

Berikut ini adalah penjelasan dari beberapa variasi bangunan kampung. Gambar yang ada di dalam tabel ini diambil dari Pergub DIY No. 40 Th. 2014.

  Nama variasi Keterangan Gambar
1 Kampung pokok/ jompongan Bentuk atap kampung yang paling sederhana.
2 Pacul gowang Atap penanggap (atap di tingkat ke 2 dari  atas) hanya ada di salah satu sisi memanjang saja.
3 Srotong Atap penanggap (atap di tingkat ke 2 dari  atas) ada di kedua sisi memanjang.
4 Dara gepak Atap penanggap (atap di tingkat ke 2 dari  atas) ada di keempat sisi. Pada atap di bagian atas pada sisi pendek terdapat tutup keyong.
5 Klabang nyander Seperti variasi srotong, hanya jumlah pengeret (balok pada sisi pendek) berjumlah 6 atau lebih.
6 Lambang teplok Antara atap gajah/brunjung dengan atap di bawahnya terdapat regangan
7 Lambang teplok semar tinandu Sama dengan lambang teplok hanya tiang penyangga di atas bertumpu pada balok yang bertumpu pada tiang-tiang di pinggir atau tiang-tiang tersebut tidak langsung sampai ke tanah / pondasi.
8 Gajah njerum Memiliki 3 buah atap emper yaitu pada kedua sisi panjang dan salah satu sisi pendek. Sedangkan sisi pendek yang lain tidak diberi atap emper.
9 Cere gancet Rumah dengan dua atap kampung yang bergandengan. Gandengan ini dapat terjadi pada atap emper maupun pada balok di atasnya
10 Semar pinondong Atap ditopang oleh tiang dalam satu deret yang ada di tengah. Terdapat balok untuk menopang atap serta balok penyiku untuk menopang balok tersebut.
11 Trajumas Rumah beratap kampung dengan enam buah tiang.
12 Gotong mayit Rumah dengan tiga atap kampung yang bergandengan.

 

Pada foto yang menyertai tulisan ini, dapat dilihat atap kampung pada bangunan gandok pada sebuah bangunan di Kawasan Cagar Budaya Kraton. (DD)

 

Daftar pustaka :

Dakung, Sugiarto, Drs., dkk. 1987. Arsitektur Tradisional Daerah Istimewa Yogyakarta. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyk Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah.

Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta. 2014. Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 40 Tahun 2014 tentang Panduan Arsitektur Baru Bernuansa Budaya Daerah. Berita Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2014 Nomor 40. Yogyakarta: Sekretaris Daerah.

Hamzuri, Drs. 1986. Seri Rumah, Rumah Tradisional Jawa. Jakarta : Proyek Pengembangan Museum Nasional.

Prijotomo, Josef. 2006. (Re-)Konstruksi Arsitektur Jawa, Griya Jawa dalam Tradisi Tanpatulisan. Surabaya : PT. Wastu Lanas Grafika.

Artikel Terpopuler


...
Istilah - Istilah Gamelan dan Seni Karawitan

by admin || 07 Maret 2014

Ada-ada. Bentuk lagu dari seorang dhalang, umumnya digunakan dalam menggambarkan suasana yang tegang atau marah, hanya diiringi dengan gender.    Adangiyah. Nama dari jenis ...


...
Istilah- Istilah Gerakan Tari  Gaya  Yogyakarta

by admin || 05 Maret 2014

Ngithing. Posisi tangan dengan mempertemukan ujung jari tengah ibu jari membentuk lingkaran, sedangkan jari-jari lainnya agak diangkat keatas dengan masing-masing membentuk setengah ...


...
Kanjeng Raden Tumenggung Madukusumo

by admin || 04 Maret 2014

Kanjeng Raden Tumenggung Madukusumo. Dilahirkan pada tanggal 22 Maret 1899 di Yogyakarta Putera Ngabehi Prawiroreso ini pada tahun 1909 tamat Sekolah Dasar di Gading dan Tahun 1916 masuk menjadi abdi ...



Artikel Terkait


...
Pekerjaan Bangunan Pelindung Pada Kegiatan Rehabilitasi Cagar Budaya

by admin || 23 September 2019

Ketika ada kegiatan pembangunan baik itu berupa gedungmaupun prasarana lain seperti jalan dan jembatan, kita hampir selalu melihat bidang pembatas yang membatasi antara area yang bisa dilalui umum ...


...
"Pre Construction Meeting" pada kegiatan Rehabilitasi Bangunan Cagar Budaya

by admin || 23 September 2019

Pre Construction Meeting atau juga disebut dengan rapat persiapan pelaksanaan kontrak, adalah rapat koordinasi yang dilakukan setelah penandatanganan kontrak dan sebelum pelaksanaan kegiatan ...


...
Pameran Cagar Budaya

by admin || 23 September 2019

Pameran tentang cagar budaya dilakukan dengan beberapa tujuan antara lain adalah pengenalan tentang cagar budaya kepada masyarakat, pemberian informasi mengenai cara-cara pelestarian cagar budaya dan ...





Copyright@2024

Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Daerah Istimewa Yogyakarta