by pamongbudaya|| 06 Juni 2022 || || 8.457 kali
Menurut naskah-naskah lama tentang bangunan rumah berarsitektur Jawa, bangunan tajug adalah awal dari bentuk bangunan-bangunan lain yang ada. Jadi dari tajug kemudian berkembang/berubah menjadi joglo, dari joglo menjadi limasan dan dari limasan menjadi kampung. Menurut naskah-naskah lama tersebut, bangunan dengan atap berbentuk tajug terdiri dari 2 (dua) variasi. Dalam perkembangannya, terdapat beberapa variasi lainnya. menurut R. Ng. Mintoboedoyo dalam Hamzuri (1986) terdapat 15 (lima belas) variasi. Menurut Dakung (1987) terdapat 8 (delapan) variasi bangunan tajug, dan yang dimuat dalam Peraturan Gubernur DIY (Pergub DIY) Nomor 40 tahun 2014 tentang Panduan Arsitektur Bangunan baru Bernuansa Budaya Daerah, terdapat 6 (enam) variasi. Tabel berikut ini menunjukkan variasi bangunan tajug menurut beberapa sumber.
|
Naskah lama |
Hamzuri |
Dakung |
Pergub DIY |
1 |
Tajug |
Masjid dan cungkup |
Tajug pokok |
Tajug pokok |
2 |
Langgar |
Semar sinongsong |
Lawakan |
Lawakan |
3 |
--- |
Tawon boni |
Lawakan lambang teplok |
Lawakan lambang teplok |
4 |
--- |
Tiang satu lambang teplok |
Lambang gantung |
Lawakan lambang gantung |
5 |
--- |
Semar tinandu |
Semar tinandhu |
Semar tinandhu |
6 |
--- |
Lawakan lambang teplok |
Semar sinongsong lambang gantung |
Semar sinongsong / saka tunggal |
7 |
--- |
Masjidan payung agung |
Mangkurat |
--- |
8 |
--- |
Lambang sari |
Ceblokan |
--- |
9 |
--- |
Masjidan lambang teplok |
--- |
--- |
10 |
--- |
Masjidan lawakan |
--- |
--- |
11 |
--- |
Semar sinongsong lambang gantung |
--- |
--- |
12 |
--- |
Lambang gantung |
--- |
--- |
13 |
--- |
Mangkurat |
--- |
--- |
14 |
--- |
Sinom semar tinandu |
--- |
--- |
15 |
--- |
Ceblokan |
--- |
--- |
Berikut ini adalah penjelasan dari beberapa variasi bangunan tajug. Gambar yang ada di dalam tabel ini diambil dari Pergub DIY No. 40 Th. 2014.
|
Nama variasi |
Keterangan |
Gambar |
1 |
Tajug pokok |
Bentuk atap tajug yang paling sederhana. |
|
2 |
Lawakan |
Bangunan tajug yang merupakan perkembangan dari bentuk pokok dengan penambahan pada 4 sisi emper keliling. |
|
3 |
Lawakan lambang teplok |
Bangunan ini pada dasarnya sama dengan bangunan tajug lawakan. Perbedaan terletak pada atap penanggap yang menempel langsung pada saka guru sehingga terdapat jarak antara atap brunjung dengan atap penanggap. |
|
4 |
Lawakan lambang gantung |
Bangunan ini pada dasarnya sama dengan bangunan tajug lawakan. Perbedaan terletak pada atap penanggap menempel langsung pada saka benthung sehingga terdapat jarak antara atap brunjung dengan atap penanggap. |
|
5 |
Semar tinandhu |
Bangunan ini pada dasarnya sama dengan bangunan tajug lawakan. Perbedaan terletak tiang penopang atap brunjung tidak langsung ke tanah tetapi hanya sampai ke blandar. Jadi pada bangunan ini tidak terdapat saka guru. |
|
6 |
Semar sinongsong / saka tunggal |
Bangunan ini menggunakan satu tiang penopang di tengah sebagai saka guru. Pada gambar di Pergub DIY No. 40 Th. 2014, masih ada kekeliruan karena pada gambar denah di kanan masih terdapat 4 buat saka guru. |
|
Pada foto yang menyertai tulisan ini tampak bangunan Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta yang terletak di sebelah barat Alun-Alun Utara Kota Yogyakarta. Atap di serambi masjid (sebelah kanan) berbentuk limasan dan atap di bangunan utama (sebelah kiri) berupa tajug bersusun tiga. Jika mengacu pada keterangan sebelumnya maka atap tajug ini termasuk tajug lawakan lambang teplok bukan? (DD)
Daftar pustaka :
Dakung, Sugiarto, Drs., dkk. 1987. Arsitektur Tradisional Daerah Istimewa Yogyakarta. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyk Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah.
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta. 2014. Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 40 Tahun 2014 tentang Panduan Arsitektur Baru Bernuansa Budaya Daerah. Berita Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2014 Nomor 40. Yogyakarta: Sekretaris Daerah.
Hamzuri, Drs. 1986. Seri Rumah, Rumah Tradisional Jawa. Jakarta : Proyek Pengembangan Museum Nasional.
Prijotomo, Josef. 2006. (Re-)Konstruksi Arsitektur Jawa, Griya Jawa dalam Tradisi Tanpatulisan. Surabaya : PT. Wastu Lanas Grafika.
by admin || 07 Maret 2014
Ada-ada. Bentuk lagu dari seorang dhalang, umumnya digunakan dalam menggambarkan suasana yang tegang atau marah, hanya diiringi dengan gender. Adangiyah. Nama dari jenis ...
by admin || 05 Maret 2014
Ngithing. Posisi tangan dengan mempertemukan ujung jari tengah ibu jari membentuk lingkaran, sedangkan jari-jari lainnya agak diangkat keatas dengan masing-masing membentuk setengah ...
by admin || 04 Maret 2014
Kanjeng Raden Tumenggung Madukusumo. Dilahirkan pada tanggal 22 Maret 1899 di Yogyakarta Putera Ngabehi Prawiroreso ini pada tahun 1909 tamat Sekolah Dasar di Gading dan Tahun 1916 masuk menjadi abdi ...
by admin || 23 September 2019
Ketika ada kegiatan pembangunan baik itu berupa gedungmaupun prasarana lain seperti jalan dan jembatan, kita hampir selalu melihat bidang pembatas yang membatasi antara area yang bisa dilalui umum ...
by admin || 23 September 2019
Pre Construction Meeting atau juga disebut dengan rapat persiapan pelaksanaan kontrak, adalah rapat koordinasi yang dilakukan setelah penandatanganan kontrak dan sebelum pelaksanaan kegiatan ...
by admin || 23 September 2019
Pameran tentang cagar budaya dilakukan dengan beberapa tujuan antara lain adalah pengenalan tentang cagar budaya kepada masyarakat, pemberian informasi mengenai cara-cara pelestarian cagar budaya dan ...