by pamongbudaya|| 26 April 2021 || || 1.252 kali
Narasunya, ganeya, nurwitri, dan byabya adalah nama tanda yang terdapat di empat bagian sudut atas dari pertemuan balok-balok dan kolom kayu pada bangunan bergaya arsitektur Jawa. Tanda ini dinamakan angka kalang, dan ada juga yang menyebutnya angka ageng. Berikut ini adalah letak dari tanda-tanda tersebut :
Tanda-tanda ini semuanya dicoretkan atau dipahatkan pada pamidhangan, balandar-pengerat, sunduk, saka, kili, tumpang, singup dan balok kayu lainnya yang ukurannya cukup besar. Tanda ini diletakkan di dekat pertemuan kayu atau persendian. Pada setiap kelompok pertemuan kayu, tanda pada setiap kayu yang bertemu di tempat tersebut harus sama. Misalnya pada pertemuan di ujung atas saka guru yang bertanda narasunya, maka balok-balok kayu yang lain yang akan dipasang di tempat tersebut juga yang bertanda narasunya.
Keberadaan tanda-tanda ini memudahkan pekerjaan pada saat dilakukan rehabilitasi bangunan. Ketika pekerjaan rerhabilitasi bangunan harus membongkar susunan kayu pada satu atau lebih kelompok pertemuan kayu, maka pada saat pengembalian, susunan kayu tersebut harus berada kembali ke tempatnya. Kelompok kayu yang bertanda narasunya harus dipasang kembali di sudut timur laut dan seterusnya. Jika saat pembongkaran susunan kayu tersebut terdapat kayu yang tidak bisa dipasang lagi karena lapuk, rusak atau patah, maka kayu pengganti yang baru juga harus diberi tanda sesuai posisinya.
Walaupun keberadaan tanda-tanda ini memudahkan pekerjaan pada saat dilakukan rehabilitasi bangunan, namun berdasar pengalaman dari pihak perencana rehabilitasi bangunan, mereka menemukan sejumlah tanda-tanda ini tidak berada pada posisi semestinya. Hal ini mungkin terjadi karena pada saat dilakukan rehabilitasi bangunan di masa lalu, tukang bangunan tidak memperhatikan atau mengetahui maksud dari tanda-tanda tersebut. Pada kasus yang demikian, jika pekerjaan rehabilitasi yang dilakukan juga terdapat pekerjaan pembongkaran pertemuan kayu, maka balok-balok kayu yang salah posisinya harus dikembalikan ke tempat yang benar.
Tanda tersebut dapat dilihat pada foto yang menyertai tulisan ini. Foto diambil oleh Ir. Joko Suryanto, IAI di Dalem Brontokusuman di Yogyakarta sewaktu merencanakan rehabilitasi bangunan ini. (DD)
Daftar pustaka :
Prijotomo, Josef. 2006. (Re-)Konstruksi Arsitektur Jawa, Griya Jawa dalam Tradisi Tanpatulisan. Surabaya : PT. Wastu Lanas Grafika.
by admin || 07 Maret 2014
Ada-ada. Bentuk lagu dari seorang dhalang, umumnya digunakan dalam menggambarkan suasana yang tegang atau marah, hanya diiringi dengan gender. Adangiyah. Nama dari jenis ...
by admin || 05 Maret 2014
Ngithing. Posisi tangan dengan mempertemukan ujung jari tengah ibu jari membentuk lingkaran, sedangkan jari-jari lainnya agak diangkat keatas dengan masing-masing membentuk setengah ...
by admin || 04 Maret 2014
Kanjeng Raden Tumenggung Madukusumo. Dilahirkan pada tanggal 22 Maret 1899 di Yogyakarta Putera Ngabehi Prawiroreso ini pada tahun 1909 tamat Sekolah Dasar di Gading dan Tahun 1916 masuk menjadi abdi ...
by admin || 23 September 2019
Ketika ada kegiatan pembangunan baik itu berupa gedungmaupun prasarana lain seperti jalan dan jembatan, kita hampir selalu melihat bidang pembatas yang membatasi antara area yang bisa dilalui umum ...
by admin || 23 September 2019
Pre Construction Meeting atau juga disebut dengan rapat persiapan pelaksanaan kontrak, adalah rapat koordinasi yang dilakukan setelah penandatanganan kontrak dan sebelum pelaksanaan kegiatan ...
by admin || 23 September 2019
Pameran tentang cagar budaya dilakukan dengan beberapa tujuan antara lain adalah pengenalan tentang cagar budaya kepada masyarakat, pemberian informasi mengenai cara-cara pelestarian cagar budaya dan ...