by pamongbudaya|| 10 Desember 2021 || || 13.416 kali
Pada pekerjaan rehabilitasi bangunan cagar budaya/warisan budaya ada yang dikenal dengan istilah plesteran dan acian bligon. Sebelum membahas lebih lanjut tentang plesteran dan acian bligon, mari kita bahas dulu tentang apa itu plesteran dan acian. Yang dimaksud dengan plesteran adalah campuran bahan yang digunakan untuk memberi lapisan pada dinding baik itu dari batu bata, batu atau kalau pada zaman sekarang ada yang dikenal dengan istilah bata ringan. Jadi jika dinding yang terbuat dari bahan-bahan tersebut diberi plesteran maka bahan-bahan tersebut tidak akan terlihat. Acian adalah bahan yang digunakan untuk memberi lapisan pada plesteran agar lebih halus. Jadi ada plesteran yang diberi acian dan ada pula plesteran tanpa acian. Campuran bahan untuk plesteran itu adalah semen, pasir dan air sedangkan campuran untuk acian adalah semen dan air. Pada masa sekarang dikenal juga campuran plesteran instan yang berupa bubuk yang dicampur dengan air, sehingga pengguna tidak usah mencampur antara pasir dengan semen. Selain itu untuk keperluan tertentu seperti anti air maka pada campuran untuk plesteran dan acian kadang ditambahkan pula bahan kimia.
Pada bangunan cagar budaya/warisan budaya yang merupakan bangunan lama, campuran bahan untuk plesteran dan acian berbeda dari yang seperti disebut sebelumnya, dan dikenal dengan istilah plesteran dan acian bligon. Pada plesteran dan acian bligon, campuran bahan yang digunakan mengandung unsur batu bata / bata merah. Unsur lainnya pada campuran plesteran adalah pasir, kapur dan air, sedangkan pada acian adalah kapur dan air. Pada masa lalu penggunaan semen sangat jarang atau bahkan tidak ada sama sekali.
Pada rehabilitasi bangunan cagar budaya/warisan budaya perlu memperhatikan keaslian bahan, bentuk, tata letak, gaya dan/atau teknologi pengerjaan. Dengan ketentuan ini maka keaslian seperti bahan dan teknologi pengerjaan pada plesteran dan acian perlu diupayakan walaupun dapat dimodifikasi karena berbagai pertimbangan. Pertimbangan ini antara lain adalah memperpanjang keawetan plesteran, kemudahan pekerjaan atau terbatasnya jenis batu bata dan kapur pada masa sekarang yang sekualitas dengan batu bata dan kapur pada masa lalu. Untuk mengetahui lebih pasti komposisi campuran plesteran dan acian suatu bangunan dapat dilakukan melalui uji laboratorium. Umumnya dapat dilakukan di Balai Pelestarian Cagar Budaya yang ada di sejumlah daerah dan di Balai Konservasi Borobudur. Keduanya merupakan Unit Pelaksana Teknis dari Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi. Dengan mengetahui secara pasti komponen bahan penyusun plesteran dan acian suatu bangunan maka dapat ditentukan campuran tersebut pada pekerjaan rehabilitasi bangunan tersebut.
Unsur batu bata / bata merah pada plesteran dan acian bligon diperoleh dari batu bata / bata merah yang ditumbuk hingga halus dan kemudian diayak. Hasil ayakan dicampur dengan pasir, kapur dan air. Hasil pencampuran ini ada yang dibiarkan beberapa saat hingga menjadi semacam pasta dan baru digunakan sebagai plesteran tetapi ada juga yang setelah selesai dicampur langsung digunakan. Untuk campuran yang telah dimodifikasi dengan menggunakan semen, maka harus langsung digunakan begitu selesai dicampur. Jika tidak, maka campuran akan menjadi keras dan tidak dapat digunakan. Jika menggunakan semen, maka beberapa perbandingan campuran yang digunakan untuk plesteran antara lain sebagai berikut : 1 PC : 2 SM : 2 KP : 4 PP. Arti perbandingan tersebut secara mudah adalah campuran tersebut menggunakan 1 ember Portland Cement (semen), kemudian 2 ember semen merah, 2 ember kapur dan 4 ember pasir pasang (pasir pasang biasanya jika dikepal akan menggumpal). Perbandingan lain yang digunakan bisa 1 PC : 3 KP : 3 SM : 10 PP atau 1 PC : 4 KP : 4 SM : 10 PP atau perbandingan lainnya sesuai hasil uji laboratorium.
Pada gambar di bawah ini adalah foto yang menunjukkan plesteran dan acian bligon yang digunakan dalam rehabilitasi bangunan cagar budaya. Foto diambil oleh Bapak Prasetyo, konservator yang terlibat dalam kegiatan rehabilitasi di bangunan tersebut. Jika melihat kondisi bangunan secara langsung maka akan tampak lebih jelas bahwa plesteran berwarna kemerahan karena ada unsur batu bata / bata merah. Sementara pada foto yang ada di awal tulisan ini tampak proses penumbukan batu bata yang kemudian akan diayak untuk digunakan sebagai campuran plesteran atau acian bligon. (DD)
Daftar pustaka :
Rencana Kerja dan Syarat (RKS) pada beberapa kegiatan rehabilitasi bangunan cagar budaya yang dilakukan di Dinas Kebudayaan DIY tahun 2019-2021.
by admin || 07 Maret 2014
Ada-ada. Bentuk lagu dari seorang dhalang, umumnya digunakan dalam menggambarkan suasana yang tegang atau marah, hanya diiringi dengan gender. Adangiyah. Nama dari jenis ...
by admin || 05 Maret 2014
Ngithing. Posisi tangan dengan mempertemukan ujung jari tengah ibu jari membentuk lingkaran, sedangkan jari-jari lainnya agak diangkat keatas dengan masing-masing membentuk setengah ...
by admin || 04 Maret 2014
Kanjeng Raden Tumenggung Madukusumo. Dilahirkan pada tanggal 22 Maret 1899 di Yogyakarta Putera Ngabehi Prawiroreso ini pada tahun 1909 tamat Sekolah Dasar di Gading dan Tahun 1916 masuk menjadi abdi ...
by admin || 23 September 2019
Ketika ada kegiatan pembangunan baik itu berupa gedungmaupun prasarana lain seperti jalan dan jembatan, kita hampir selalu melihat bidang pembatas yang membatasi antara area yang bisa dilalui umum ...
by admin || 23 September 2019
Pre Construction Meeting atau juga disebut dengan rapat persiapan pelaksanaan kontrak, adalah rapat koordinasi yang dilakukan setelah penandatanganan kontrak dan sebelum pelaksanaan kegiatan ...
by admin || 23 September 2019
Pameran tentang cagar budaya dilakukan dengan beberapa tujuan antara lain adalah pengenalan tentang cagar budaya kepada masyarakat, pemberian informasi mengenai cara-cara pelestarian cagar budaya dan ...