by admin|| 13 September 2016 || 2.338 kali
Yogyakarta, Indonesia – www.gudeg.net Tuginem duduk di pinggir trotoar di samping lapak penjual sepatu. Ia memilin kertas di sebatang bambu yang digunakan sebagai sunduk atau tusuk endog abang.
Endog abang, dalam bahasa Jawa artinya telur merah. Telur ini hanya muncul setahun tiga kali yaitu saat memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad S.A.W atau disebut Garebeg Mulud, hari raya Idul Fitri atau Garebeg Pasa serta hari raya Idul Adha / Kurban atau Garebeg Besar pada tanggal 10 Besar.
Penyelenggaraan Garebeg Besar sendiri sebagai peringatan atas peristiwa saat Nabi Ibrahim melaksanakan perintah Tuhan untuk mengurbankan putranya, Ismail (versi lain mengatakan yang dipersembahkan Iskak, bukan Ismail). Lalu, Tuhan menukarnya dengan seekor domba.
Menurut penanggalan Jawa, peristiwa yang jatuh di tanggal 10 besar itu diperingati sebagai hari raya Idul Adha atau Idul Kurban. Kejadian ini terkait juga dengan perjalanan ke Mekah atau dikenal sebagai naik haji. Saat perayaan Idul Kurban umat Muslim melaksanakan shalat berjamaah di Alun-Alun Utara, Yogyakarta.
Keraton juga mempersembahkan dua ekor lembu sebagai binatang kurban. Setelah rampung proses penyembelihan, daging-daging itu lalu dibagikan kepada warga yang dianggap membutuhkan. Sedangkan prosesi Garebeg Besar yang merupakan bagian dari Idul Adha sendiri menjadi satu rangkaian dari upacara Sekaten, Garebeg Mulud, Garebeg Pasa, serta Ngabekten.
Saat ditemui di halaman Pura Pakualaman pada Selasa (13/9), Tuginem (71) yang tinggal di Sewon, Bantul ini mengatakan sudah mengikuti perayaan itu sejak sekitar tahun 1970-an. Ia bercerita sejak dulu memang berjualan endog abang. “Mbak (kakak perempuan), simbok (ibu), simbah (nenek) juga jualan telur,” katanya.
Menurutnya, sekitar 30 tahun yang lalu, berjualan endog abang bisa memberinya penghasilan yang cukup. Dalam sehari, katanya, ia bisa menjual sampai 1 kuintal telur. Namun sekarang, kondisinya jauh berbeda. “Cuma bisa jual 7 kilo (kilogram),” katanya.
Pilihan telur pun menyesuaikan. Awalnya Tuginem dan keluarganya kulakan (membeli dalam jumlah banyak) telur bebek ke daerah Godean, Sleman, Yogyakarta dan Muntilan, Jawa Tengah. Namun, karena semakin susah dan mahal, Tuginem pun beralih ke telur ayam potong.
Sesudah direbus, telur itu diberi pewarna merah. “Diglundungke (diguling-gulingkan) dua kali,” katanya. “Kalau sekali jadinya belang.” Meski diberi pewarna, Tuginem memastikan warna merah itu tidak akan tembus sampai ke dalam telur ayam.
Lewat pengalaman Tuginem juga belajar mengemas dagangannya. Menurutnya, pemberian warna itu bukan tanpa alasan. Ia bercerita kalau telur itu cuma dijual “begitu saja”, tanpa warna, hasilnya kurang bagus. “Ora ono sing gelem (tidak ada yang mau),” katanya. “Didol 1000 ora payu (dijual 1000 rupiah juga tidak akan laku).” Lain halnya, kalau diberi warna merah, apalagi ada hiasan kertasnya, “Didol 3000 mesti entek (dijual 4000 rupiah juga pasti habis).” Proses membuat telur menjadi merah itu, menurutnya, hanya membutuhkan beberapa jam saja. Yang terlama saat memilin kertas di batang bambu. “Sebulan,” katanya.
Menurutnya, endog abang ini juga punya cerita dan makna di baliknya. “Opo yo (apa ya)? Aku ra iso cerito (saya tidak bisa cerita),” kata perempuan yang sudah berjualan telur lebih dari 40 tahun ini.
by museum || 24 Oktober 2022
Raden Ayu Lasminingrat terlahir dengan nama Soehara pada than 1843, merupakan putri seorang Ulama/Kyai, Penghulu Limbangan dan Sastrawan Sunda, Raden Haji Muhamad Musa dengan Raden Ayu Ria. Lasmi ...
by admin || 24 November 2016
TRIBUNJOGJA.COM, KULONPROGO - Perajin batik Kulonprogo mulai merasakan tanda-tanda kelesuan pasar batik yang biasa terjadi di akhir tahun. Untuk menjaga stabilitas produksinya, perajin batik ...
by admin || 09 Oktober 2016
Laporan Reporter Tribun Jogja, Arfiansyah Panji Purnandaru TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Rombongan Funbike Gebyar Museum Pleret tiba di Museum Purbakala Pleret. Tari Sigrak Sesolak, Tari Nawung Sekar ...
by admin || 07 Oktober 2016
YOGYA (KRjogja.com) - Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogya (Disbud DIY) bersama dengan Ikatan Pelajar Mahasiswa Daerah (IKPMD) mengadakan 'Karnaval Selendang Sutra' 2016 guna mengurangi gesesekan ...
by admin || 07 September 2016
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Dinas Kebudayaan (Disbud) DIY bersama Masyarakat Tradisi (Matra) Yogyakarta, akan menyelenggarakan Festival Gejog Lesung Keistimewaan, pada 9 dan 10 September 2016 ...
by admin || 11 Mei 2012
YOGYA (KRjogja.com) - Sabda tama yang disampaikan oleh Raja Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Sri Sultan HB, secara lugas menegaskan akan posisi tawar Kraton dan Pakualaman dalam NKRI. Sabda tama ini ...
by admin || 11 Mei 2012
YOGYA (KRjogja.com) - Kerabat Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, KRT Hadi Jatiningrat menafsirkan sabda tama Sri Sultan Hamengku Buwono X, sebagai bentuk penegasan bahwa persoalan yang menyangkut ...
by admin || 18 Juni 2013
"SIFAT petir itu muncul secara spontan, mendadak, tidak memilih sasaran. Beda dengan petir yang di lapas Cebongan. Sistemik, terkendali," ujar Pak Petir.Pernyataan tersebut lalu dikomentari super ...