DORONGAN untuk terus berinovasi dalam mempertahankan tradisi dilakuka oleh Lugiyantoro (28) asal Bantul. Ia membuat batik menggunakan api. 

Pria yang mempelajari batik lewat berkunjung ke museum-museum itu terinspirasi dari seorang seniman batik, Joko Sudadiyo.

Menggunakan senthir, pria kelahiran 11 Desember 1988 yang akrab disapa Lugi ini membuat pola-pola batik dengan api di atas kain katun. Dengan metode ini, untuk menghasilkan pola utuh di kain selebar 1,9 meter bisa menghabiskan waktu hingga 20 hari.

Setelah terpola, kain tersebut dapat dilanjutkan dengan proses batik menggunakan malam pada umumnya, jika ingin menghasilkan perpaduan warna lain.

Menurut pria lulusan SMA Muhammadiyah 1 Bantul tahun 2008 ini, perbedaan batiknya dengan batik konvensional adalah warna batiknya yang tampak coklat seperti warna malam. Selain itu, teksturnya unik karena merupakan hasil pembakaran.

Dalam waktu tiga tahun terakhir, Lugi terus bereksperimen dalam menghasilkan kerajinan batik yang pas dan sesuai. Sebagai latihan, ia menggunakan kain bekas sebagai media untuk membakar. Awalnya, api yang terlalu besar atau jenis kain yang terlalu tipis dapat membuat kainnya gosong atau terbakar.

Hingga akhirnya, di awal tahun ini, ia bisa membuat batik api dengan perhitungannya yang pas. “Untuk menjaga apinya, harus pakai perasaan suapaya tepat, tidak terlalu besar atau terlalu kecil. Kondisi angin juga ngaruh,” terang pria yang bercita-cita untuk bisa menjual produknya ke pasar mancanegara ini.

Selain dalam bentuk helai, Lugi berencana untuk membuat produk olahan batik api seperti kaos. Ia membandrol sebuah kaos dengan harga kisaran 150.000 rupiah. “Harganya segitu, karena pembuatan satu kaos bisa sampai empat hari,” terang Lugi.

Meskipun ide ini tidak serta-merta diterima oleh kawan-kawan, bahkan orang tuanya, Lugi tetap yakin asal ia melakukannya dengan baik. “Asalkan kegiatannya positif, saya pasti maju,” tutup Lugi penuh percaya diri. (Nanda Ghaida)