“Ngomong Joged: Ekosistem Tari sebagai Wujud Nyata Rasa dan Karsa”

by ifid|| 29 April 2023 || || 1.116 kali

...

Memperingati Hari Tari Dunia, Daerah Istimewa Yogyakarta sejak 2020 menggelar rangkaian acara tahunan yang dikenal dengan Jogja Joged. Sebagai acara pembuka, Concert Hall Taman Budaya Yogyakarta pada Jumat (28/04/2023) ramai dikunjungi kawala muda maupun penikmat tari guna mendatangi Sarasehan “Ngomong Joged”, yang dihadiri 3 pembicara ulung yakni RM. Pramutomo, Bambang Paningron, dan Didik Nini Thowok.

Jogja Joged sendiri terlahir dari hasil karsa dan rasa para seniman Jogja dari 4 kabupaten dan 1 kota di wilayah DIY. Kegiatan ini merupakan wujud karya para seniman yang ingin tetap bergerak dan tidak hanya berpangku tangan walaupun pandemi melanda Indonesia awal 2020 silam.

Dian Lakshmi selaku Kepala Dinas Kebudayaan DIY bahwa Jogja Joged adalah salah satu event yang digagas murni oleh komunitas atas dasar solidaritas seniman tari. Berawal dari kegalauan masa pandemi, serta peran sebagai masyarakat tari dunia, Jogja Joged diadakan sebagai ajang apresiasi nyata terhadap seni tari.

“Pemda DIY melalui Dinas Kebudayaan Yogyakarta memberikan apresiasi penuh terhadap seluruh konsep yang diusung dalam event ini, serta mendukung dan mensupport dalam upaya menguatkan kembali ekosistem dan dunia seni tari di level nasional maupun internasional,” ujar Dian Lakshmi dalam pidato sambutan. Selain itu, Kadinas Kebudayaan DIY tersebut berharap bahwa kegiatan yang mengusung tema “Kearifan Lokal” ini mampu berkembang, mampu menguatkan, dan menunjukkan identitas DIY baik di level lokal, nasional, maupun global.

Tari merupakan metode, alat, maupun instrumen untuk menghaluskan rasa, menciptakan karakter manusia, khususnya manusia Jogjakarta. Rangkaian aktivitas yang diselenggarakan dalam Jogja Joged diharapkan mampu diapresiasi tidak hanya dari solidaritas seniman tari maupun penikmat tari, tetapi seluruh masyarakat yang awam terhadap seni tari. Dengan demikian, seni tari dapat menjadi satu aktivitas dan agenda yang mampu memberikan kesejahteraan material maupun immaterial pada masyarakat maupun pelaku tari.

Acara pembukaan juga dimeriahkan dengan penampilan Tari Jogja Gumregah yang dikoreograferi oleh para seniman tari Yogyakarta. Tari yang dikomposeri oleh Sudariyanto ini merupakan official tari dan ikon Jogja Joged yang akan selalu ditampilkan baik sebagai pembuka, inti, maupun penutup dalam acara tahunan tersebut.

Setelah suguhan Jogja Gumregah, para peserta memberikan atensi penuh pada pokok acara, yaitu sarasehan “Ngomong Joged.” Sebagai seorang maestro tari yang mendunia, Didik Nini Thowok atau yang akrab disapa “Eyang Didik” membagikan pengalaman terkait eksistensi dunia seni yang selalu berubah. Memulai karir dari bangku perkuliahan ASTI, pencipta Tari Dwi Muka tersebut memutuskan untuk memasukkan unsur hiburan (entertain) di dalam seni yang digeluti. Hal tersebut dimaksudkan agar karya tersebut memiliki nilai komersil dan mampu diterima masyarakat. Selain itu, unsur hiburan dalam seni tari dapat menampik steorotip terkait seorang seniman yang tidak terjamin kesejahteraannya. Tentu perjalanan karir seorang Didik Nini Thowok tidaklah mulus, banyak rintangan yang harus dihadapi guna mencapai kesuksesan. Kesuksesan tersebut bermula dari dikenal di lingkungan kampung, lalu di antar kampus, di daerah Jogja, hingga akhirnya merambah ke nasional, bahkan internasional.

Pria kelahiran 1954 tersebut menjabarkan bahwa seorang seniman harus membuka diri (open mind), yaitu mampu melakukan banyak hal, lalu senantiasa belajar, sehingga pengalaman menjadi luas. “Seniman tidak hanya dideskripsikan sebagai seseorang yang bisa berkarya saja, tetapi seseorang yang memiliki profesionalisme, selalu mempromosikan diri melalui berbagai media, serta menjaga kelakuan (attitude).” Peserta sarasehan juga mendapat berbagai pengetahuan, terutama terkait manajerial sanggar, Eyang Didik memberikan 2 tips penting, yaitu selalu mewujudkan manajemen terbuka, serta kolaborasi dan elaborasi dengan pemerintah setempat untuk mendapat dukungan baik secara moril maupun material. Seorang seniman tari harus selalu belajar, memperluas keilmuan, melakukan riset dan penelitian, sebab Indonesia sangat kaya akan budaya. “Dan yang terpenting, satu hal yang harus diingat adalah attitude dan rendah hati,” ungkap salah satu inisiator Bengkel Nini Thowok tersebut.

Tradisi penciptaan merupakan gagasan, penghargaan, cita-cita tertentu yang dapat disampaikan melalui berbagai media, salah satunya tari. Bambang Paningron menjelaskan pentingnya sebuah tradisi penciptaan. Penggagas Jogja Art Festival tersebut mengungkapkan yang sangat dibutuhkan sekarang adalah rasa ‘gelisah’ dari seniman tari, rasa tersebut akan membawa seorang seniman untuk memproduksi dan mencipta atas inisiatif sendiri tanpa terikat apapun. “Rasa gelisah harus direspon dengan keterlibatan, diskusi, bahkan penciptaan tanpa batasan apapun, baik ruang, pakem, maupun ragam. Prinsipnya adalah kebebasan ekspresi,” ujar Paningron.

Menyambung ujaran Bambang Paningron, RM Pramutomo menjelaskan bahwa penciptaan membutuhkan tradisi riset. Tradisi riset bertujuan untuk mengindentifikasi dan menginventarisasi kearifan lokal dan seni pertunjukan. “Apapun yang menjadi peristiwa tari merupakan hasil dari tradisi riset, sehingga kita perlu membangun hal tersebut,” jelas dosen ISI Surakarta tersebut. Pria dengan berbagai karya dan penelitian ini juga menyampaikan pentingnya seorang koreografrer memiliki ghost writer guna membangun iklim tradisi riset. Selain itu, tradisi penciptaan membutuhkan sudut pandang filantropi sebab dalam proses tersebut terdapat unsur kepedulian, kerelaan, dan tanpa pamrih. Seluruh sudut pandang antara penciptaan dan riset diharapkan mampu membawa keseimbangan.

Sarasehan “Ngomong Joged” juga membicarakan secara singkat bidang ilmu etnokoreologi yang mendalami kajian etnik non barat. Setelah mendalami, RM Pramutomo menyatakan tarian tradisi Indonesia begitu besar, terutama tari-tarian rakyat di daerah Yogyakarta. “Joged Jogja akan menjadi sumber identifikasi dan inventarisasi tarian etnik di kabupaten/kota di DIY,” ujar penulis buku Antropologi sebagai Basis Disiplin Etnokoreologi tersebut.

Semarak Jogja Joged tidak hanya berakhir di sarasehan “Ngomong Joged.” Namun, puncak acara akan digelar di Taman Budaya Kulon Progo pada 29 April 2023. Acara tersebut akan dihadiri oleh 450 penari dari kabupaten kota se-DIY. Hal ini juga sebagai bentuk kemeriahan para seniman tari dalam peringatan Hari Tari Sedunia.

Selamat Hari Tari Sedunia…

(Serly/Ifit)

Berita Terpopuler


...
Siklus Air: Definisi, Proses, dan Jenis Siklus Air

by museum || 04 Juli 2023

Air merupakan salah satu sumber daya alam yang diperlukan untuk kelangsungan hidup makhluk hidup di bumi. Untungnya, air adalah sumber daya alam terbarukan. Proses pembaharuan air berlangsung dalam ...


...
Batik Kawung

by museum || 02 Juni 2022

Batik merupakan karya bangsa Indonesia yang terdiri dari perpaduan antara seni dan teknologi oleh leluhur bangsa Indonesia, yang membuat batik memiliki daya tarik adalah karena batik memiliki corak ...


...
Raden Ayu Lasminingrat Tokoh Intelektual Pertama

by museum || 24 Oktober 2022

Raden Ayu Lasminingrat terlahir dengan nama Soehara pada than 1843, merupakan putri seorang Ulama/Kyai, Penghulu Limbangan dan Sastrawan Sunda, Raden Haji Muhamad Musa dengan Raden Ayu Ria. Lasmi ...


...
Laksamana Malahayati Perempuan Pejuang yang berasal dari Kesultaan Aceh.

by museum || 12 September 2022

Malahayati adalah salah seorang perempuan pejuang yang berasal dari Kesultanan Aceh. Sebagai perempuan yang berdarah biru, pda tahun 1585-1604, ia memegang jabatan Kepala Barisan Pengawal Istana ...


...
Pahlawan Perintis Pendidikan Perempuan Jawa Barat Raden Dewi Sartika (1884-1947)

by museum || 24 Mei 2022

Raden Dewi Sartika dilahirkan tanggal 4 Desember 1884 di Cilengka, Jawa Barat, puteri Raden Somanagara dari ibu Raden Ayu Rajapermas. Dewi Sartika menumpuh Pendidikan di Cicalengka. Di sekolah ia ...



Berita Terkait


...
Inilah Sabda Tama Sultan HB X

by admin || 11 Mei 2012

YOGYA (KRjogja.com) - Sabda tama yang disampaikan oleh Raja Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Sri Sultan HB, secara lugas menegaskan akan posisi tawar Kraton dan Pakualaman dalam NKRI. Sabda tama ini ...


...
Permasalahan Pakualaman Juga Persoalan Kraton

by admin || 11 Mei 2012

YOGYA (KRjogja.com) - Kerabat Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, KRT Hadi Jatiningrat menafsirkan sabda tama Sri Sultan Hamengku Buwono X, sebagai bentuk penegasan bahwa persoalan yang menyangkut ...


...
PENTAS TEATER 'GUNDALA GAWAT'

by admin || 18 Juni 2013

"SIFAT petir itu muncul secara spontan, mendadak, tidak memilih sasaran. Beda dengan petir yang di lapas Cebongan. Sistemik, terkendali," ujar Pak Petir.Pernyataan tersebut lalu dikomentari super ...





Copyright@2024

Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Daerah Istimewa Yogyakarta