by ifid|| 02 Oktober 2023 || || 1.681 kali
Pada hari Selasa, 26 September 2023 lalu, Dinas Kebudayaan DIY didainai oleh Dana Keistimewaan telah menyelenggarakan seminar "Digitalisasi Aksara Kawi" dengan narasumber Roni Lantip, Diaz Nawaksara, dan Arif Budiarto; dengan moderator Swtya Amrih Prasaja. Kepala Bidang Pemeliharaan dan Pengembangan Sejarah, Bahasa, Sastra dan Permuseuman; Drs. Budi Husada; dalam sambutannya mengucapkan bahwa lampaunya huruf Kawi tidak perlu diperdebatkan lagi saat sudah ada kesepakatan tentang 48 karakter di dalamnya. Ketika huruf Kawi disepakati untuk dilestarikan, diadakan pembinaan lalu dikembangan menjadi digital, pertanyaan yang muncul adalah bagaimana pemanfaatan ke depannya, sejauh manakah huruf Kawi dimanfaatkan dalam menghadapi dunia yang modern ini. Dari hasil Kongres Aksara Jawa tahun 2021, ada beberapa pemahaman yang keliru tentang Unicode. Meluruskan hal tersebut, Diaz Nawaksara menjelaskan bahwa Unicode adalah suatu standar teknis yang dirancang untuk mengizinkan teks dan simbol dari semua sistem tulisan di dunia untuk ditampilkan dan dimanipulasi secara konsisten oleh komputer. Kebalikannya, Non Unicode adalah apabila teks atau simbol tidak terdaftar di Unicode, maka hasil tampilannya pada perangkat yang berbeda akan tidak konsisten, atau bahkan tidak ditampilkan sama sekali. Berarti, Unicode berfungsi agar seluruh perangkat di dunia baik dari perangkat iOS, Android, Windows, dan lain-lainnya bisa membaca huruf yang sama. Maka, mendaftarkan aksara-aksara ke Unicode adalah suatu keharusan. Tetapi, proses mendaftarkannya ke Unicode bisa dibilang panjang dan rumit. Dari sekian banyak aksara yang ada di nusantara, baru 9 yang terdaftar di Unicode, di antaranya adalah Aksara Lontara (2005), Aksara Bali (2006), Aksara Batak (2008), Aksara Sunda (2008), Aksara Rejang (2008), Aksara Jawa (2009), Aksara Makassar (2018), Aksara Kawi (2022), dan Aksara Pegon (karena berbasis Arabic, sudah daridulu ada di Unicode). Lalu, bagaimana cara mengimplementasikannya? Setelah aksara Kawi melewati banyak proses seperti dibicarakan digitalisasinya, dibuatkan font dan keyboard-nya, barulah didaftarkan ke Standar Nasional Indonesia (SNI). Pada 17 Maret 2023, terbitlah SNI aksara nusantara untuk font dan keyboard. SNI digunakan untuk acuan standar teknis dan standar produk bagi para pengembang font dan keyboard fisik maupun digital, agar produsen perangkat elektronik yang masuk ke Indonesia bisa mengadopsi font dan keyboard aksara nusantara ke dalam operasi sistem mereka. Harapannya, saat 2-3 tahun orang-orang membeli perangkat digital secara otomatis atau mungkin diwajibkan sudah ada font dan keyboard aksara nusantara. Ketika sudah ada font dan keyboard-nya, tentu bisa digunakan oleh para akademisi dan praktisi untuk (contohnya) menuangkan teks dari prasasti menjadi teks kajian intelektual, atau menjadi tulisan yang bisa dibaca dalam perangkat yang sehari-hari kita pakai. Arif Budiarto menyampaikan bahwa untuk menyesuaikan dengan berbagai pengunaan atau desain, pembuatan font tidak harus terpaku pada bentuk yang ada di prasasti. Ketika aksara Kawi digunakan di ranah digital, maka pembuat font boleh mengkreasikan bentuknya, namun harus tetap sesuai dengan anatomi aksara Kawi. Dalam penyampaian materinya, Roni Lantip mengatakan bahwa lanskap aksara Kawi saat ini adalah tersisa di prasasti dan kitab-kitab kuno yang kecil kemungkinan terbit kambali. Padahal, salah satu alasan pentingnya mempelajari aksara Kawi sendiri adalah untuk mengetahui catatan-catatan lama tentang masalah yang dihadapi saat itu beserta solusinya, agar kita tidak mengulangi kesalahan yang telah dilakukan sebelumnya. Lalu di era digital ini, apa yang ditawarkan oleh teknologi atau AI untuk aksara nusantara khususnya aksara Kawi? Ialah Optional Character Recognition (mengubah gambar/foto menjadi teks), Decoding Symbol (mengenali grammar dan memecahkan simbol dengan lebih cepat), terjemah/alih bahasa dengan lebih cepat dan akurat, serta memudahkan interaksi. Malam harinya, acara "Selebrasi Aksara Kawi" yang dihadiri oleh Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X diadakan. Dian Lakshmi Pratiwi, SS., M.A. selaku Kepala Dinas Kebudayaan DIY melaporkan bahwa Selebrasi Aksara Kawi adalah puncak dari rangkaian kegiatan JogjakSara yang diadakan sebagai peringatan Hari Aksara Internasional. Dalam sambutannya, Sri Sultan Hamengku Buwono X menyampaikan bahwa aksara Kawi, sebuah warisan dari nenek moyang kita, telah menghiasi peradaban nusantara selama berabad-abad. Namun, sayangnya pengetahuan akan aksara Kawi masih belum mencapai seluruh lapisan masyarakat. Di zaman di mana teknologi dan modernisasi semakin meluas, tidak boleh kita lupakan dan tinggalkan akar budaya kita sendiri. Semangat melestarikan kebudayaan tidak boleh diabaikan, dan pelestarian aksara Kawi adalah tugas kita semua. Digitalisasi Aksara Kawi adalah salah satu upayanya. Ketika berhasil dilakukan, maka hal tersebut akan menjadi pintu bagi generasi muda dalam memahami bahasa dan budaya Kawi, serta meningkatkan rasa cinta masyarakat terhadap warisan budaya bangsa. Beliau juga menyampaikan rasa terima kasih dan apresiasi setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah mendukung proses digitalisasi aksara Kawi.
by museum || 04 Juli 2023
Air merupakan salah satu sumber daya alam yang diperlukan untuk kelangsungan hidup makhluk hidup di bumi. Untungnya, air adalah sumber daya alam terbarukan. Proses pembaharuan air berlangsung dalam ...
by museum || 02 Juni 2022
Batik merupakan karya bangsa Indonesia yang terdiri dari perpaduan antara seni dan teknologi oleh leluhur bangsa Indonesia, yang membuat batik memiliki daya tarik adalah karena batik memiliki corak ...
by museum || 24 Oktober 2022
Raden Ayu Lasminingrat terlahir dengan nama Soehara pada than 1843, merupakan putri seorang Ulama/Kyai, Penghulu Limbangan dan Sastrawan Sunda, Raden Haji Muhamad Musa dengan Raden Ayu Ria. Lasmi ...
by museum || 12 September 2022
Malahayati adalah salah seorang perempuan pejuang yang berasal dari Kesultanan Aceh. Sebagai perempuan yang berdarah biru, pda tahun 1585-1604, ia memegang jabatan Kepala Barisan Pengawal Istana ...
by museum || 24 Mei 2022
Raden Dewi Sartika dilahirkan tanggal 4 Desember 1884 di Cilengka, Jawa Barat, puteri Raden Somanagara dari ibu Raden Ayu Rajapermas. Dewi Sartika menumpuh Pendidikan di Cicalengka. Di sekolah ia ...
by bahasa || 21 April 2021
Terakhir diadakan pada 1922, Kongres Aksara Jawa kembali diselenggarakan pada 22 sampai 26 Maret 2021 di Yogyakarta. Kongres Aksara Jawa I (KAJ I) ini diadakan karena aksara Jawa sudah semakin jarang ...
by bahasa || 21 April 2021
Kongres Aksara Jawa (KAJ) I digelar Senin (22/3) hingga Jumat (26/3) di Yogyakarta. Lewat kongres ini, diharapkan aksara Jawa bisa kembali bangkit di era digital ini. Saat pembukaan, Gubernur DIY Sri ...
by bahasa || 26 April 2021
Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta menggelar Cipta Dongeng 2021. Gelaran ini guna memotivasi masyarakat mengembangkan cerita-cerita dan dongeng-dongeng yang berasal dari lingkungan ...