Festival Jogja Tempo Doeloe: Merayakan Nostalgia dan Pelestarian Budaya

by ifid|| 10 Juni 2024 || || 289 kali

...

Lapangan Widoro Kandang (SMAN 3 Yogyakarta) menjadi saksi keceriaan dalam Festival Jogja Tempo Doeloe yang bertema "Sumringah Menyang Sekolah". Festival yang digelar selama 3 hari, mulai dari 10 hingga 12 Juni 2024, telah menarik perhatian pengunjung dari berbagai kalangan. Soft opening dimulai pada pukul 09.00 pagi, festival ini menjadi magnet bagi pecinta budaya tradisional. Tidak hanya gratis untuk umum, namun juga menawarkan beragam acara yang menggugah nostalgia masa lalu. Hari pertama festival dipenuhi dengan kegiatan yang memikat. Salah satu daya tarik utama pada hari pertama festival ini adalah beragam permainan tradisional yang tersedia, seperti Dakon, Egrang, dan Bakiak. Pengunjung, baik yang muda maupun yang tua, antusias mencoba berbagai permainan tradisional tersebut, membawa kembali kenangan indah masa kecil mereka. Tak kalah menariknya adalah Bazaar Tempo Doeloe yang menghadirkan beragam jajanan dan kerajinan khas tempo dulu. Mulai dari makanan tradisional hingga barang-barang antik, bazaar ini menjadi tempat favorit bagi pengunjung yang ingin bernostalgia sambil berburu oleh-oleh khas Yogyakarta. Salah satu peserta festival yang patut mendapat perhatian adalah Stand Bazar Museum Pendidikan Indonesia Universitas Negeri Yogyakarta (MPI UNY). Dalam hasil wawancara dengan Ajeng Rosiana Dewi, perwakilan dari stand, terungkap bahwa kehadiran mereka di festival ini bukan hanya sebagai ajang promosi, tetapi juga sebagai upaya untuk memperkenalkan museum kepada masyarakat umum. Ajeng menyatakan bahwa Museum Pendidikan Indonesia seringkali kurang dikenal oleh masyarakat, terutama karena anggapan bahwa museum di universitas hanya dapat dikunjungi oleh mahasiswa saja. Namun, dengan adanya festival ini, pintu museum terbuka lebar bagi seluruh kalangan masyarakat, termasuk anak-anak sekolah. Ketika ditanya tentang kegiatan yang paling menarik dalam festival, Ajeng menyoroti momen pembukaan. Ia mencatat bahwa banyak siswa dari berbagai tingkatan pendidikan, mulai dari SD hingga TK, yang ramai mengunjungi stand MPI. “…Karena ada banyak siswa TK dan SD yang berkunjung di stand dan bertanya – tanya seputar MPI atau sekedar berfoto- foto,” ujar Ajeng antusias. Hal ini menunjukkan antusiasme dan minat yang besar dari generasi muda dalam memperdalam pengetahuan tentang sejarah di Indonesia. Festival Jogja Tempo Doeloe tidak hanya menjadi ajang hiburan semata, tetapi juga menjadi tempat bagi masyarakat untuk mengenang masa lalu dan melestarikan budaya tradisional. Menurut Zaina, salah satu hal yang paling menarik dari festival ini adalah keberadaan permainan tradisional seperti egrang dan bakiak. Baginya, permainan-permainan tersebut tidak hanya mengingatkan pada masa lalu, tetapi juga menjadi sarana untuk mengenalkan budaya tradisional kepada generasi muda. Selain itu, beragam jajanan tradisional yang tersedia di bazar juga memberikan kesempatan bagi pengunjung untuk merasakan cita rasa masa kecil. Pertunjukan wayang cina Jawa menjadi highlight bagi Zaina. Di tengah gemerlapnya festival modern, kehadiran pertunjukan ini memberikan nuansa klasik yang begitu menggugah rasa nostalgia. Bagi Zaina, pertunjukan wayang ini bukan hanya sekadar hiburan, tetapi juga merupakan bagian tak terpisahkan yang harus dijaga dan dilestarikan. Selanjutnya, Lomba Mading 3 Dimensi dalam rangkaian Festival Jogja Tempo Doeloe juga menjadi perhatian. Lomba ini menghasilkan karya-karya yang mencerminkan dedikasi dan kreativitas peserta dalam menggali filosofi dan sejarah Yogyakarta. Dari SMA Negeri 2 Wates, hadirnya konsep "Sumbu Filosofi" yang terkait dengan pendirian keraton Yogyakarta menghadirkan perspektif tentang siklus kehidupan manusia, dilengkapi dengan mini games interaktif dan informasi mendalam melalui barcode scan. Di sisi lain, SMK Negeri 1 Cangkringan memperkaya karyanya dengan fitur interaktif untuk menulis kesan dan pesan bagi pengunjung, menjadikannya sebuah pengalaman partisipatif yang menggugah. Tak kalah menarik, SMAN 2 Bantul dan MAN 2 Yogyakarta membawa penonton memaknai Sumbu Filosofi serta sejarah Kasultanan Ngayogyakarta, masing-masing menekankan pentingnya rasa bangga dan cinta akan budaya serta peran terus melestarikan warisan budaya dalam zaman yang terus berubah. Dari setiap karya yang dihasilkan, terlihat betapa pentingnya penghargaan terhadap nilai-nilai budaya dan sejarah dalam membentuk identitas sebuah daerah. Festival Jogja Tempo Doeloe menyajikan esensi nostalgia dan upaya pelestarian budaya menjadi sorotan utama. “Festival ini merupakan kesempatan langka untuk merasakan kembali atmosfer jaman dulu di mana hiburan lebih bersumber dari tradisi dan budaya lokal, bukan dari teknologi modern seperti sekarang ini,” ujar Ajeng. Selain itu, esensi festival ini adalah tentang memperkenalkan kembali keberadaan masa lalu yang kini mulai terlupakan, sehingga generasi muda dapat memahami dan menghargai warisan budaya yang telah ada sejak dulu. Tema "Sumringah Menyang Sekolah" dalam Festival Jogja Tempo Doeloe mengandung makna mendalam yang mengajak kita untuk merenungkan pentingnya kebahagiaan dalam proses belajar di lingkungan sekolah. "Sumringah" yang berarti ceria dan riang, mencerminkan atmosfer yang hangat dan penuh semangat di dalam lingkungan pendidikan. Hal ini mendorong kita untuk melihat sekolah bukan hanya sebagai tempat belajar, tetapi juga sebagai tempat di mana kita dapat tumbuh dan berkembang dengan sukacita. "Sumringah Menyang Sekolah" menjadi panggilan untuk mengenang kembali kenangan indah di masa sekolah, baik itu melalui permainan tradisional, pertunjukan seni, atau interaksi dengan teman-teman sejawat. Lebih dari sekadar nostalgia, tema ini juga mengajak kita untuk mengapresiasi nilai-nilai positif yang ditemukan. Festival Jogja Tempo Doeloe ini menjadi wujud Pemda DIY melalui Dinas Kebudayaan (Kunda Kabudayan) DIY dalam mengimplementasikan dan melestarikan Warisan Budaya tak Benda yang sudah di tetapkan oleh UNESCO. Tidak berhenti di sini saja, tetapi juga menjadi wadah untuk mengenang dan memperkaya nilai-nilai budaya serta pendidikan. Melalui tema "Sumringah Menyang Sekolah," festival ini berhasil mengajak kita untuk merenungkan pentingnya kebahagiaan dan semangat dalam proses belajar, sambil tetap menghargai dan melestarikan warisan budaya tradisional. Dari permainan tradisional hingga pertunjukan seni, dari pameran mading hingga lomba Mading 3 Dimensi, setiap aspek festival ini memberikan kontribusi yang berharga dalam memperkaya pengalaman dan pengetahuan kita tentang sejarah dan budaya. Dengan harapan akan adanya festival-festival masa depan yang sama menginspirasi, kita dapat terus mengenang dan merayakan warisan budaya yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas kita. (Serly/Selvia/fit)

Berita Terpopuler


...
Siklus Air: Definisi, Proses, dan Jenis Siklus Air

by museum || 04 Juli 2023

Air merupakan salah satu sumber daya alam yang diperlukan untuk kelangsungan hidup makhluk hidup di bumi. Untungnya, air adalah sumber daya alam terbarukan. Proses pembaharuan air berlangsung dalam ...


...
Batik Kawung

by museum || 02 Juni 2022

Batik merupakan karya bangsa Indonesia yang terdiri dari perpaduan antara seni dan teknologi oleh leluhur bangsa Indonesia, yang membuat batik memiliki daya tarik adalah karena batik memiliki corak ...


...
Raden Ayu Lasminingrat Tokoh Intelektual Pertama

by museum || 24 Oktober 2022

Raden Ayu Lasminingrat terlahir dengan nama Soehara pada than 1843, merupakan putri seorang Ulama/Kyai, Penghulu Limbangan dan Sastrawan Sunda, Raden Haji Muhamad Musa dengan Raden Ayu Ria. Lasmi ...


...
Laksamana Malahayati Perempuan Pejuang yang berasal dari Kesultaan Aceh.

by museum || 12 September 2022

Malahayati adalah salah seorang perempuan pejuang yang berasal dari Kesultanan Aceh. Sebagai perempuan yang berdarah biru, pda tahun 1585-1604, ia memegang jabatan Kepala Barisan Pengawal Istana ...


...
Pahlawan Perintis Pendidikan Perempuan Jawa Barat Raden Dewi Sartika (1884-1947)

by museum || 24 Mei 2022

Raden Dewi Sartika dilahirkan tanggal 4 Desember 1884 di Cilengka, Jawa Barat, puteri Raden Somanagara dari ibu Raden Ayu Rajapermas. Dewi Sartika menumpuh Pendidikan di Cicalengka. Di sekolah ia ...



Berita Terkait


...
Inilah Sabda Tama Sultan HB X

by admin || 11 Mei 2012

YOGYA (KRjogja.com) - Sabda tama yang disampaikan oleh Raja Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Sri Sultan HB, secara lugas menegaskan akan posisi tawar Kraton dan Pakualaman dalam NKRI. Sabda tama ini ...


...
Permasalahan Pakualaman Juga Persoalan Kraton

by admin || 11 Mei 2012

YOGYA (KRjogja.com) - Kerabat Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, KRT Hadi Jatiningrat menafsirkan sabda tama Sri Sultan Hamengku Buwono X, sebagai bentuk penegasan bahwa persoalan yang menyangkut ...


...
PENTAS TEATER 'GUNDALA GAWAT'

by admin || 18 Juni 2013

"SIFAT petir itu muncul secara spontan, mendadak, tidak memilih sasaran. Beda dengan petir yang di lapas Cebongan. Sistemik, terkendali," ujar Pak Petir.Pernyataan tersebut lalu dikomentari super ...





Copyright@2024

Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Daerah Istimewa Yogyakarta