by ifid|| 20 Juli 2024 || || 1.305 kali
Festival Upacara Adat Tingkat DIY dibuka secara resmi oleh Kepala Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) DIY, Dian Lakshmi Pratiwi, SS, MA pagi hari tadi di Lapangan SDN 2 Sentolo, Kulonprogo dengan ditandai dengan pelepasan burung perkutut, didampingi Kepala Dinas Kebudayaan Kabupaten Kulonprogo dan pejabat kabupaten kota. Kegiatan Festival Upacara Adat ini merupakan kegiatan festival berjenjang, yang pesertanya merupakan hasil seleksi dari tingkat Kabupaten/Kota di DIY. Dalam Sambutanya Dian Laksmi Pratiwi mengatakan, Selain sebagai kompetisi, acara ini utamanya ditujukan sebagai bentuk upaya pelestarian budaya berupa upacara adat. Sehingga masyarakat di era ini tetap dapat kembali memaknai dan mengapresiasi keberadaannya. Selain itu Kepala Bidang Pemeliharaan dan Pengembangan Adat, Tradisi, Lembaga Budaya, dan Seni Dinas Kebudayaan DIY, Dra. Y. Eni Lestari Rahayu, dalam pelaporan kegiatan Festival Upacara Adat menyampaikan bahwa acara ini merupakan sebuah gelar seni tradisi unggulan yang ada di DIY. Ini diselenggarakan sebagai upaya menjaga eksistensi dan pemberdayaan upacara adat yang dikemas dalam atraksi budaya tanpa mengubah nilai-nilai esensialnya. Persiapan festival ini telah diawali dengan workshop upacara adat pada 26 juni 2024. Setiap perwakilan dari kota kabupaten mengirimkan kelompok penampil sejumlah 40 orang dengan tiap penampilan berdurasi 20 hingga 30 menit dan diiringi oleh iringan langsung. Penampilan-penampilan yang menceritakan sebuah upacara adat kemudian akan dinilai dari segi konteks, kreativitas, dan juga simbol-simbol upacara yang dibawakan. Penilaian dilakukan oleh lima juri, yaitu Drs. Gandung Jatmiko, Dra. Daruni, Drs. Untung Waluya, Drs. Bugiswanto, dan Prof. Kuswarsantyo dari UNY. Lebih lanjut, Drs. Eka Pranyata, selaku Kepala Dinas Kebudayaan Kulon Progo, ikut membuka acara dengan menyampaikan sambutan dari Pj Bupati Kulon Progo, bahwasanya tema Krida Manunggaling Rasa ini memiliki makna mendalam dimana ini menggugah dan mengingatkan kita akan pentingnya menyatukan beragam potensi dan kekayaan budaya yang ada di seluruh kabupaten dan kota. Meski terbagi dalam wilayah-wilayah administratif dan memiliki perbedaan, terdapat harapan untuk tetap dapat bersatu dalam melestarikan nilai-nilai luhur yang terkandung pada setiap kebudayaan yang menjadi identitas seluruh warga DIY. Secara simbolis pembukaan festival kemudian dilakukan dengan pelepasan burung dan pemukulan kentongan oleh para pemangku jabatan yang hadir. Kegiatan berlanjut dengan dimulainya pertunjukan dari masing-masing kabupaten dan kota dimana mereka membawa upacara adat dengan cerita sebagai berikut : Gunungkidul : Nyadran Sendang Logantung Upacara Adat Nyadran Sendang Logantung merupakan upacara adat turun temurun yang dilakukan di Padukuhan Logantung, Kelurahan Sumberejo, Kepanewon Semin, Gunungkidul. Upacara ini dilakukan pada Hari Rabu Pahing saat panen musim kemarau atau disebut sebagai Panen Gadu di sebuah sendang bernama Sendang Logantung. Sendang ini oleh para warga dipercaya sebagai tempat sakral karena dahulunya diyakini sebagai lantaran laku prihatin Kyai Panjang Mas pada waktu itu Kyai Panjang Mas memiliki peran penting dalam sejarah dan kehidupan spiritual masyarakat logantung. Perjuangan yang tentunya sudah dilakukan dalam acara Upacara Adat Nyadran Sendang Logantung ini diadakan bukan hanya untuk mengilhami perjuangan tersebut namun juga sebagai media berdoa agar diberikan hujan dan juga menjadi media rasa syukur para warga atas hasil panen raya. Sesungguhnya perlu digaris bawahi bahwasanya ritual ini merupakan hasil sinergitas dari refleksi interaksi antara manusia, alam, dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Kulon Progo : Tingkep Kitri Dalam keheningan yang dipenuhi rasa syukur masyarakat Kapanewon Lendah, Kulon Progo mengadakan Upacara Tingkep Kitri untuk menyelamati pohon kelapa, simbol kehidupan dan kelimpahan rezeki dari Tuhan Yang Maha Esa. Dalam ritual ini mereka mempersembahkan doa dan sesaji kepada Mbok Sri yang melambangkan rasa terima kasih yang tulus atas segala nikmat yang diberikan. Keberadaan Mbok Sri adalah manifestasi rasa bersyukur, sementara Celeng Demalung adalah manifestasi ketidakpuasan yang harus dijauhi agar tidak mengganggu keseimbangan hidup. Dalam setiap detik pelaksanaan upacara harapan akan keberkahan keselarasan mengalir menyatu dengan semangat komunitas. Tingkep Kitri bukan hanya sekedar tradisi melainkan sebuah perjalanan spiritual yang mengajak setiap individu untuk merenungkan arti rasa syukur dan menghargai setiap titipan sang pencipta, menciptakan harmoni antara manusia, alam, dan Sang Ilahi. Sleman : Upacara Adat Mundut Tirto Wening Sumur Tiban, Dusun Ketingan, Kabupaten Sleman Prosesi upacara dipun awiti arak-arakan saking Masjid Nurhuda ketingan dumugi pelataran upacara utawi lokasi Sumur Tiban. Urutan arak-arakan ngajeng piyambak pangasto banner seratan Mundut Tirto Wening Sumur Tiban, Dusun Ketingan, wingkingipun petugas mendet wening, wolu paraga antawisipun juru kunci, petugas nimba toyo, pemangku Hadat, dan juga pembawa kendil lan gayung saha sesaji. Wingkingipun petugas Mendet Tirta Wening ingkang punika domas urutan salajengipun barisan ngasta mikul jodang isi bogo, wingkingipun prajurit bergodo, salajengipun barisan paguyuban seni sholawatan jawi, Asyifa Ketingan, wingkingipun malih paguyuban ibu-ibu PKK, saha putra-putri PAUD saha Gurunipun. Sadumiginipun lokasi, paraga mendet tirto wening tumuju sumur tiban dene barisan sanesipun mapan wonten papan ingkang sampun karancang. Upacara inti dipun wiwiti kanthi dedongan rumiyin, salajengipun mendet tirta wening mawi timba senggot lajeng toyo saking ember dipun ciduk mawi gayung kalebet aken ing kendi ingkang dipun asta dening juru kunci sumur tiban lanang. Sasampunipun cekap anggenipun mendet tirto wening sumur tiban paraga lumampah wangsul nuju wonten lenggahipun Bapa Rois wonten ing mriku, Bapa juru kunci masrahaken Tirta Wening ingkang wonten Kendi dumateng Bapa Rais ingkang supados dipun donganipun, saksampunipun diparingi donga lajeng Tirta Wening wau dipun sirataretaken utawi ciprat-ciprataken dateng warga masyarakat ingkang sami rawuh. Secekapipun acara serah penampi tirta wening, upacara dipun lajengaken dahar kembul bujana sekul tumpeng mancawarna lan buka sanesipun, sinambi dahar dipun iringi kesenian salawat ing wasana kebaking pangajeng ajeng kanthi ngawontenaken upacara adat mundut Tirta wening sumur tiban pun pangajab gusti Allah subhanahu wa ta'ala paringi jawah utawi udan satemah masyarakat kentingan dados ayem tentrem gemah ripah loh jinawi. Bantul : Upacara Adat Baritan Praon Cawan Upacara adat mujudaken pratelan Raos syukur dateng Gusti ingkang Maha Agung upacara adat gadah pangajab saged nuwuhaken raos guyub rukun gotong royong lan rumaketing pasederean salebeting gesang wonten ing masyarakat. Upacara adat minangka gembarinipun sesambungan raos antawisipun sesambunganipun titah manungso kalawan Gusti, sesambenganipun titah manungso kelawan alam, saha sesambanginipun titah menungso kelawan sesamening titah, kados ingkang ginamberaken wonten ing tata cara Upacara Adat Baritan Praon Cawan. Yogyakarta : Upacara Adat Ruwatan Dalam bahasa Jawa kata Ruwat sering diartikan luar atau terbebas, oleh karenanya Upacara Ruwatan berarti upacara yang dilakukan agar seseorang terbebas dari mara bahaya. Konon tradisi ruwatan ini berasal dari pewayangan yang bercerita tentang putra Batara Guru yang lahir dari nafsu kemudian menjadikannya raksasa bernama Batara Kala. Dia sangat gemar memakan manusia, karena itu Batara Guru mengizinkan putranya memakan manusia, namun manusia yang merupakan golongan sukerto, atau manusia yang sering mendapat kesialan. Masyarakat Jawa sangat meyakini hal itu, yang dimaksud bocah sukerto adalah anak ontang anting, kembang sepasang, Pandawa Lima, kedono kedini, dan masih banyak lagi. Tradisi Ruwatan adalah tolak bala yang merupakan sebuah usaha yang mendapatkan berkah berupa keselamatan jiwa dan ketentraman batin. Lagu Jalmo merupakan gambaran manusia yang sadar bahwa dirinya bukan siapa-siapa hanyalah manusia yang ingin mendapatkan sesuatu yang baik, hormat pada orang tua, dan selalu menjaga nama baik keluarga. 5 (lima) kontingen kabupaten kota ini akan memperebutkan piala atau tropi bergilir yang artinya sebagai Juara Umum, yang berhasil merebut juara kelompok dan juara perseorangan. Tahun 2023, sebagai juara umum yaitu kabupaten Kulonprogo. Tahun ini sebagai juri festival upacara adat yaitu Drs. Gandung Jatmiko, Dra. Daruni, Drs. Untung Waluya, Drs. Bugiswanto dan Prof Kuswarsantyo dari UNY sebagai ketua merangkap anggota. 5 (lima) juri yang terdiri dari unsur akademisi dan budayawan ini akhirnya menilai bahwa hasil festival upacara adat tahun 2024 adalah : 1. Penyaji Terbaik I : Kota Yogyakarta dengan judul Upacara Adat Ruwatan Sukerta, mendapatkan hadiah uang pembinaan rp 15.000.000,- dipotong pajak 2. ?Penyaji Terbaik II : Kab Kulonprogo dengan judul Upacara Adat Tingkep Kitri, mendapatkan hadiah uang pembinaan rp 14.000.000,- dipotong pajak 3. ?Penyaji Terbaik III : Kab Bantul dengan judul Upacara Adat Baritan Praon Cawan, mendapatkan hadiah uang pembinaan rp 13.000.000,- dipotong pajak 4. ?Penyaji Terbaik IV : Kab Gunungkidul dengan judul Upacara Adat Nyadran Sendang Logantung, mendapatkan hadiah uang pembinaan rp 12.000.000,- dipotong pajak 5. ?Penyaji Terbaik V : Kab Sleman dengan judul Upacara Adat Mundut Tirtowening Sumurtiban Dusun Kentingan, mendapatkan hadiah uang pembinaan rp 11.000.000,- dipotong pajak . Adapun juara perseorangan yang masing-Masing mendapatkan uang pembinaan sebesar rp. 1.500.000,- dipotong pajak yaitu : Sutradara : Kota Yogyakarta Penata Artistik : Kab Gunungkidul Penata Iringan : Kota Yogyakarta Penata Rias dan Busana : Kab Bantul Dan sebagai Juara Umum yaitu dari Kota Yogyakarta.
by museum || 04 Juli 2023
Air merupakan salah satu sumber daya alam yang diperlukan untuk kelangsungan hidup makhluk hidup di bumi. Untungnya, air adalah sumber daya alam terbarukan. Proses pembaharuan air berlangsung dalam ...
by museum || 02 Juni 2022
Batik merupakan karya bangsa Indonesia yang terdiri dari perpaduan antara seni dan teknologi oleh leluhur bangsa Indonesia, yang membuat batik memiliki daya tarik adalah karena batik memiliki corak ...
by museum || 24 Oktober 2022
Raden Ayu Lasminingrat terlahir dengan nama Soehara pada than 1843, merupakan putri seorang Ulama/Kyai, Penghulu Limbangan dan Sastrawan Sunda, Raden Haji Muhamad Musa dengan Raden Ayu Ria. Lasmi ...
by museum || 12 September 2022
Malahayati adalah salah seorang perempuan pejuang yang berasal dari Kesultanan Aceh. Sebagai perempuan yang berdarah biru, pda tahun 1585-1604, ia memegang jabatan Kepala Barisan Pengawal Istana ...
by museum || 24 Mei 2022
Raden Dewi Sartika dilahirkan tanggal 4 Desember 1884 di Cilengka, Jawa Barat, puteri Raden Somanagara dari ibu Raden Ayu Rajapermas. Dewi Sartika menumpuh Pendidikan di Cicalengka. Di sekolah ia ...
by admin || 11 Mei 2012
YOGYA (KRjogja.com) - Sabda tama yang disampaikan oleh Raja Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Sri Sultan HB, secara lugas menegaskan akan posisi tawar Kraton dan Pakualaman dalam NKRI. Sabda tama ini ...
by admin || 11 Mei 2012
YOGYA (KRjogja.com) - Kerabat Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, KRT Hadi Jatiningrat menafsirkan sabda tama Sri Sultan Hamengku Buwono X, sebagai bentuk penegasan bahwa persoalan yang menyangkut ...
by admin || 18 Juni 2013
"SIFAT petir itu muncul secara spontan, mendadak, tidak memilih sasaran. Beda dengan petir yang di lapas Cebongan. Sistemik, terkendali," ujar Pak Petir.Pernyataan tersebut lalu dikomentari super ...