by ifid|| 04 September 2024 || || 312 kali
Warisan budaya seringkali membingungkan bagi sebagian orang, karena mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat yang diturunkan dari generasi ke generasi. Warisan budaya sendiri dapat dibedakan menjadi dua kategori utama: warisan budaya benda (WTB) dan warisan budaya tak benda (WBTb). Kepala Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Daerah Istimewa Yogyakarta , Dian Lakshmi Pratiwi, SS. M.A dalam program Citra Jogja di Jogja TV menjelaskan tentang pembagian warisan budaya.Pembagian ini dilakukan untuk memudahkan proses pengelolaan dan pengaturan, namun pada dasarnya keduanya memiliki keterkaitan yang erat. Warisan budaya benda merujuk pada kekayaan fisik, seperti artefak, bangunan, dan situs bersejarah. Sementara itu, warisan budaya tak benda mencakup nilai-nilai, pengetahuan, keterampilan, dan tradisi yang diwariskan secara turun-temurun. Meskipun warisan budaya tak benda tidak berwujud fisik, dalam banyak kasus, ia diwujudkan atau disimbolkan melalui objek-objek tertentu. Dengan kata lain, di dalam setiap warisan budaya benda terkandung makna, nilai, dan filosofi yang bersifat tak benda. Oleh karena itu, keduanya tidak dapat dipisahkan secara mutlak, melainkan harus dipahami sebagai satu kesatuan yang saling melengkapi.
Ketika kita membahas warisan budaya tak benda, sebenarnya kita sedang berbicara tentang karya-karya budaya yang meskipun tidak berwujud fisik, tetap memiliki nilai penting, makna filosofis, dan signifikansi historis. Selain itu, keterampilan yang terkait dengan warisan tersebut terus diwariskan dari generasi ke generasi. Daerah Istimewa Yogyakarta, dikenal sebagai jantung budaya di Indonesia, sekali lagi menegaskan posisinya sebagai penjaga warisan tradisi yang tak ternilai harganya. Tahun 2024, Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta melalui Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) DIY telah mengajukan 32 Warisan Budaya Takbenda pada sidang tanggal 19 – 23 Agustus 2024 yang lalu, untuk ditetapkan secara resmi dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Ristek, Ini adalah langkah nyata dalam menjaga kelestarian kekayaan budaya yang telah diwariskan dari generasi ke generasi. Dari seni pertunjukan yang mempesona hingga adat istiadat yang sarat makna, DIY berupaya mempertahankan dan memperkuat nilai-nilai luhur yang menjadi identitas kuat masyarakatnya. Di tengah arus modernisasi yang terus melaju, provinsi ini tetap teguh menjaga warisan budaya yang menjadi denyut nadi masyarakatnya.
Tahun ini, lima domain besar dipilih untuk mengelompokkan kekayaan budaya tersebut, yakni: Tradisi dan Ekspresi Lisan, Seni Pertunjukan, Pengetahuan dan Kebiasaan Mengenai Alam Semesta, Adat Istiadat, serta Keterampilan dan Kemahiran Kerajinan Tradisional. Setiap domain ini menggambarkan bagaimana budaya DIY tak hanya sekedar warisan, tetapi juga simbol kebanggaan dan identitas yang terus hidup di tengah masyarakat modern.
Tradisi dan Ekspresi Lisan: Menyimpan Pesan Filosofis yang Mendalam. Di bawah domain Tradisi dan Ekspresi Lisan, dua warisan diajukan: Cublak Cublak Suweng dan Boso Bagongan. Keduanya lebih dari sekadar permainan atau dialek, tetapi juga mengandung filosofi yang kaya akan pesan kehidupan. Cublak Cublak Suweng, sebuah permainan anak-anak yang sudah ada sejak abad ke-15, konon diciptakan oleh Sunan Giri. Permainan ini mengajarkan anak-anak tentang kejujuran dan pentingnya kerjasama dalam kehidupan sosial. Melalui gerak dan lagu yang sederhana, terdapat pesan mendalam tentang bagaimana kehidupan manusia seharusnya dijalani, dengan saling membantu dan tanpa niat buruk terhadap sesama. Sementara itu, Boso Bagongan, yang berkembang di lingkungan Keraton Yogyakarta, merupakan dialek yang digunakan secara eksklusif di kalangan keraton. Bahasa ini memiliki struktur unik yang menjadi simbol dari kebesaran dan kewibawaan kerajaan, sekaligus mencerminkan nilai egalitarianisme yang menjadikan keraton sebagai pusat kebudayaan dan kekuasaan yang merangkul masyarakatnya.
Seni Pertunjukan: Harmoni Gerak, Suara, dan Jiwa. Seni pertunjukan di Yogyakarta selalu menjadi salah satu magnet budaya yang memukau. Tahun ini, tujuh tarian diajukan untuk dilestarikan, masing-masing sarat dengan simbolisme dan makna mendalam. Srimpi Irim-Irim, Tari Klana Raja, dan Golek Jangkung Kuning adalah beberapa contoh dari warisan seni pertunjukan yang diajukan. Tarian Srimpi Irim-Irim, misalnya, bukan sekadar tarian, tetapi sebuah narasi tentang pertarungan abadi antara kebaikan dan kejahatan. Tarian ini menggambarkan pertempuran batin manusia dalam mencari jalan yang benar di tengah godaan duniawi.
Tari Klana Raja menggambarkan keagungan seorang raja, menunjukkan sosok pemimpin yang gagah berani namun tetap estetis dalam gerak-geriknya. Tarian ini juga menjadi representasi bagaimana seorang pemimpin harus mampu menjaga keseimbangan antara kekuatan dan kebijaksanaan. Setiap gerakan dalam tarian ini tidak hanya menghibur, tetapi juga mengandung pelajaran filosofis yang diwariskan kepada generasi muda, sebagai bentuk edukasi melalui media seni.
Pengetahuan dan Kebiasaan Mengenai Alam Semesta: Menghormati Kekuatan Alam. Dalam domain ini, Mitos Gunung Merapi menjadi salah satu yang diangkat sebagai warisan budaya takbenda. Mitos ini tidak hanya sekedar cerita rakyat, melainkan juga sebuah panduan dalam memahami gejala-gejala alam. Sejak zaman Kerajaan Mataram Islam, Gunung Merapi diyakini memiliki kekuatan mistis yang harus dihormati. Masyarakat setempat percaya bahwa gunung ini memiliki penjaga gaib yang turut berperan dalam menjaga keseimbangan alam semesta. Mitos ini mengajarkan masyarakat untuk senantiasa bersikap waspada dan peka terhadap tanda-tanda alam. Tradisi ini menjadi bentuk adaptasi manusia terhadap alam, sekaligus penghormatan terhadap kekuatan yang lebih besar dari manusia. Pengetahuan yang terkandung dalam mitos ini terus diwariskan dan menjadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat Yogyakarta, terutama dalam menjaga hubungan yang harmonis dengan alam.
Adat Istiadat: Pengikat Sosial yang Mengakar Kuat. Adat istiadat yang dijaga dengan baik oleh masyarakat Yogyakarta menjadi cerminan dari kuatnya nilai sosial yang berlaku di tengah masyarakat. Salah satu yang diangkat adalah Tradisi Sambatan di Gunungkidul dan Upacara Njaluk Udan Andongsari. Tradisi Sambatan merupakan wujud nyata dari budaya gotong royong, di mana masyarakat secara sukarela membantu tetangga yang membutuhkan tanpa pamrih. Tradisi ini mencerminkan eratnya hubungan sosial antarindividu di tengah komunitas, menjaga solidaritas dan kekerabatan di tengah modernisasi yang kerap kali merenggangkan ikatan sosial.
Sementara itu, Upacara Njaluk Udan Andongsari merupakan upacara permohonan hujan yang diadakan saat musim tanam. Upacara ini tidak hanya menjadi media spiritual, tetapi juga sebuah perwujudan harapan dan doa kolektif masyarakat agar musim tanam berjalan baik. Upacara ini memperlihatkan bagaimana hubungan antara manusia, alam, dan kekuatan spiritual terjalin dalam satu kesatuan harmoni yang berakar dari kebudayaan lokal.
Keterampilan dan Kemahiran Kerajinan Tradisional: Warisan yang Menggugah Rasa. Yogyakarta juga dikenal dengan kekayaan kulinernya, yang menjadi bagian dari identitas budaya yang diajukan dalam WBTb. Makanan seperti Ketan Lupis, Jadah Tempe, dan Kopi Joss bukan hanya sekedar hidangan, tetapi juga simbol dari kehangatan dan kebersamaan yang menjadi ciri khas masyarakat Yogyakarta. Ketan Lupis, yang telah menjadi ikon kuliner sejak tahun 1963, menyimpan cerita tentang tradisi gotong royong dalam proses pembuatannya, di mana masyarakat berkumpul untuk memasak bersama, menciptakan hubungan yang lebih erat di antara mereka.
Sementara itu, Kopi Joss menawarkan pengalaman yang unik. Kopi ini disajikan dengan cara memasukkan arang panas ke dalam cangkir kopi, menciptakan bunyi "joss" yang khas. Proses ini menjadi bagian dari daya tarik kuliner yang tidak hanya dinikmati dari rasa, tetapi juga pengalaman yang melibatkan indera pendengaran dan penglihatan.
Melangkah ke Masa Depan dengan Warisan yang Hidup. Yogyakarta, dengan segala kekayaan budayanya, tidak hanya berusaha menjaga warisan masa lalu, tetapi juga merancang masa depan di mana tradisi-tradisi ini tetap relevan dan menginspirasi generasi berikutnya. Dengan pengajuan 32 warisan budaya takbenda ini, Yogyakarta memperlihatkan bahwa menjaga budaya bukanlah tugas yang ringan, tetapi tanggung jawab yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat, dari komunitas lokal hingga pemerintah. Untuk itu Dinas Kebudayaan Yogyakarta mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk bergotong royong dalam upaya pelestarian kebudayaan tersebut karena warisan budaya adalah jati diri yang harus terus hidup dan berkembang di tengah dunia yang semakin modern.
DIY tidak hanya menawarkan kekayaan budaya yang mempesona, tetapi juga memberikan pelajaran penting bagi dunia tentang bagaimana menjaga dan merawat identitas melalui warisan yang hidup, bernafas, dan terus berkembang. Di sinilah letak kekuatan sejati dari Daerah Istimewa Yogyakarta, kekuatan untuk menjaga masa lalu, hidup di masa kini, dan menyiapkan masa depan yang penuh makna.(Heling Ratih/fit)
by museum || 04 Juli 2023
Air merupakan salah satu sumber daya alam yang diperlukan untuk kelangsungan hidup makhluk hidup di bumi. Untungnya, air adalah sumber daya alam terbarukan. Proses pembaharuan air berlangsung dalam ...
by museum || 02 Juni 2022
Batik merupakan karya bangsa Indonesia yang terdiri dari perpaduan antara seni dan teknologi oleh leluhur bangsa Indonesia, yang membuat batik memiliki daya tarik adalah karena batik memiliki corak ...
by museum || 24 Oktober 2022
Raden Ayu Lasminingrat terlahir dengan nama Soehara pada than 1843, merupakan putri seorang Ulama/Kyai, Penghulu Limbangan dan Sastrawan Sunda, Raden Haji Muhamad Musa dengan Raden Ayu Ria. Lasmi ...
by museum || 12 September 2022
Malahayati adalah salah seorang perempuan pejuang yang berasal dari Kesultanan Aceh. Sebagai perempuan yang berdarah biru, pda tahun 1585-1604, ia memegang jabatan Kepala Barisan Pengawal Istana ...
by museum || 24 Mei 2022
Raden Dewi Sartika dilahirkan tanggal 4 Desember 1884 di Cilengka, Jawa Barat, puteri Raden Somanagara dari ibu Raden Ayu Rajapermas. Dewi Sartika menumpuh Pendidikan di Cicalengka. Di sekolah ia ...
by admin || 11 Mei 2012
YOGYA (KRjogja.com) - Sabda tama yang disampaikan oleh Raja Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Sri Sultan HB, secara lugas menegaskan akan posisi tawar Kraton dan Pakualaman dalam NKRI. Sabda tama ini ...
by admin || 11 Mei 2012
YOGYA (KRjogja.com) - Kerabat Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, KRT Hadi Jatiningrat menafsirkan sabda tama Sri Sultan Hamengku Buwono X, sebagai bentuk penegasan bahwa persoalan yang menyangkut ...
by admin || 18 Juni 2013
"SIFAT petir itu muncul secara spontan, mendadak, tidak memilih sasaran. Beda dengan petir yang di lapas Cebongan. Sistemik, terkendali," ujar Pak Petir.Pernyataan tersebut lalu dikomentari super ...