Garebeg Mulud Je 1958: Saling Mawas Diri, Bertolerasi, dan Bersyukur

by ifid|| 17 September 2024 || || 107 kali

...

Memperingati hari lahir Nabi Muhammad SAW, Keraton Yogyakarta menyelenggarakan Hajad Dalem Garebeg Mulud 2024/Je 1958 pada Senin (16/09). Dalam Garebeg Mulud kali ini, sebanyak 100 buah ubarampe pareden gunungan berupa rengginang dan tlapukan bintang dengan lima warna turut dibagikan untuk para ASN Pemerintah Daerah DIY.

Sebelumnya Karaton Yogyakarta mengawali rangkaian Hajad Dalem Garebeg Mulud dengan prosesi Numplak Wajik di Panti Pareden Kompleks Magangan pada Jumat sore (13/09). Inti Numplak Wajik adalah prosesi menuang seluruh adonan wajik sebagai isi bakal Gunungan Putri dengan cara membalikkan wadah. Tradisi ini menjadi perlambang kehidupan yang diawali dari rahim seorang ibu dan biasanya dilaksanakan tiga hari sebelum Garebeg.

Prosesi inti tersebut menandai pembuatan calon gunungan atau simbol sedekah raja kepada rakyat yang akan dibagikan saat Garebeg Mulud pada Senin (16/09). Gunungan Estri menjadi satu dari tujuh Gunungan yang akan dibagikan saat prosesi Garebeg Mulud tersebut. Masyarakat dan wisatawan tampak antusias dan tertib menyaksikan salah satu rangkaian prosesi Hajad Dalem dalam rangka memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW 2024.

Sekitar pukul sebelas siang,  Bregada Bugis mengawal ubarampe pareden gunungan diantarkan oleh  Utusan Dalem Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat, yakni KRT Wijaya Pamungkas, KRT Condro Prawiroyuda, dan KRT Sudartodanarto untuk diserahterimakan di Kompleks Kepatihan Yogyakarta. Mewakili Sekretaris Daerah DIY, Asisten Setda DIY Bidang Perekonomian dan Pembangunan, Tri Saktiyana menerima ubarampe pareden gunungan tersebut di Pendopo Wiyata Praja, Kompleks Kepatihan.

Tri Saktiyana yang mewakili Pemda DIY mengucapkan berterima kasih atas ubarampe pareden gunungan yang diberikan. Tri Saktiyana berharap, segenap pihak yang hadir pada prosesi Garebeg Mulud ini diberkahi kesejahteraan. “Semoga Ngarsa Dalem beserta istri, anak, keluarga, dan warga Dalem selalu diberkati Allah SWT dengan kesehatan yang baik, keselamatan, umur panjang, kekayaan bebas dari masalah, dan keberuntungan di setiap saat,” tutur Tri Saktiyana.

Sementara, dalam kesempatan yang sama, Hadiningrat KRT Wijaya Pamungkas Utusan Dalem Karaton Ngayogyakarta menyampaikan, penghantaran ini merupakan wujud menunaikan perintah dari Ngarsa Dalem. KRT Wijaya Pamungkas mengatakan, Ngarsa Dalem menitipkan salam kepada seluruh pejabat Pemda DIY yang menghadiri prosesi Garebeg mulud ini. “Marilah kita bersama-sama berdoa, semoga Ngarsa Dalem dan keluarga diberikan panjang umur, kesehatan, dan kesejahteraan,” ujar KRT Wijaya Pamungkas.

Setelah diserahterimakan, ubarampe pareden gunungan kemudian dibagikan kepada para ASN Pemda DIY yang hadir. Dian Lakshmi Pratiwi Kepala Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) DIY menjadi salah satu ASN Pemda DIY yang menerima ubarampe pareden gunungan.

Disela-sela kegiatan saat di wawancara Dian mengungkapkan, dirinya dan segenap ASN Pemda DIY sangat mengapresiasi pemberian ubarampe pareden gunungan di Kompleks Kepatihan Yogyakarta ini yang menjadi perlambang welas asih dan wujud syukur Sri Sultan. Pemberian ubarampe pareden gunungan ini juga menjadi bagian umbul donga, momen untuk berdoa bersama, dengan harapan bahwa kesehatan, keselamatan, dan keberkahan akan selalu melingkupi para pamong praja yang ada di Kepatihan serta seluruh masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta.

“Menurut saya makna yang terpenting adalah kita mencoba saling mawas diri. Bersyukur terhadap apa yang sudah kita lakukan, dan saling bertoleransi. Saling menghargai, semoga keberkahan dan juga kebahagiaan, kesejahteraan masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta kedepan akan menjadi hal utama yang akan terwujud,” ucap Dian.

Selain itu, Dian menyebutkan, kegiatan Garebeg Mulud ini juga telah menjadi agenda rutin yang digelar sebagai wujud komitmen terhadap pelestarian tradisi dan adat istiadat budaya Jawa. “Garebeg ini juga sudah menjadi Warisan Budaya TakBenda (WBTB) dari DIY yang sudah diakui di level Indonesia. Oleh karena itu, upaya-upaya pelestarian ini selalu kita kuatkan,” pungkas Dian.

Diketahui, Upacara Adat Garebeg Karaton Yogyakarta ini telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya TakBenda (WBTB) pada tahun 2013. WBTB tersebut masuk dalam Domain Adat Istiadat Masyarakat, Ritus, dan Perayaan-Perayaan.

Adapun ubarampe pareden gunungan yang diberikan berupa rengginang dan tlapukan bintang dengan lima warna yaitu hitam, putih, merah, hijau, dan kuning. Warna hitam melambangkan kewibawaan dan keteguhan, putih kesucian, merah keberanian, hijau mengisyaratkan kesuburan/kemakmuran, serta kuning melambangkan kemuliaan. Pemilihan warna tersebut erat kaitannya dengan kearifan Jawa terkait mata angin (kiblat papat limo pancer), pancawara atau perhitungan hari pasaran, maupun gambaran hawa nafsu manusia.

Garebeg Mulud memiliki dimensi spiritual yang kuat. Kegiatan ini menjadi sarana bagi umat Islam untuk memperdalam iman dan meningkatkan ketakwaan. Selain itu, Garebeg Mulud  juga memiliki dimensi sosial budaya yang penting. Tradisi ini memperkuat rasa persatuan dan kebersamaan di antara masyarakat Yogyakarta. Melalui Garebeg Mulud , nilai-nilai luhur seperti gotong royong, toleransi, dan penghormatan terhadap leluhur terus dilestarikan. Garebeg Mulud  tidak hanya mencerminkan nilai-nilai Islam, tetapi juga nilai-nilai Jawa yang kental. Konsep rukun, gotong royong, dan unggah-ungguh sangat terlihat dalam pelaksanaan tradisi ini. Masyarakat diajarkan untuk hidup rukun, saling membantu, dan menghormati hierarki sosial.

Dalam era globalisasi, Garebeg Mulud  menghadapi tantangan seperti perubahan gaya hidup dan pengaruh budaya asing, namun upaya pelestarian yang melibatkan pendidikan untuk generasi muda, dokumentasi tradisi dalam berbagai media, pengembangan pariwisata untuk meningkatkan manfaat ekonomi, serta inovasi melalui media sosial dan keterlibatan generasi muda, terus dilakukan oleh Keraton Yogyakarta, pemerintah, dan masyarakat.

Tradisi ini juga mencerminkan bagaimana budaya lokal dapat berintegrasi dengan ajaran agama, menciptakan sebuah perayaan yang tidak hanya memperingati peristiwa penting dalam sejarah agama tetapi juga memperkuat hubungan antara kerajaan dan rakyat. Garebeg Mulud  adalah contoh cemerlang dari bagaimana tradisi dapat berkembang dan bertahan sebagai bagian integral dari kehidupan masyarakat. Dengan setiap prosesi dan ritualnya, Garebeg Mulud  terus menghubungkan masa lalu dengan masa kini, memperkuat identitas budaya dan religius masyarakat Jawa, dan menunjukkan kekayaan tradisi yang mempesona dan bermakna.

Berita Terpopuler


...
Siklus Air: Definisi, Proses, dan Jenis Siklus Air

by museum || 04 Juli 2023

Air merupakan salah satu sumber daya alam yang diperlukan untuk kelangsungan hidup makhluk hidup di bumi. Untungnya, air adalah sumber daya alam terbarukan. Proses pembaharuan air berlangsung dalam ...


...
Batik Kawung

by museum || 02 Juni 2022

Batik merupakan karya bangsa Indonesia yang terdiri dari perpaduan antara seni dan teknologi oleh leluhur bangsa Indonesia, yang membuat batik memiliki daya tarik adalah karena batik memiliki corak ...


...
Raden Ayu Lasminingrat Tokoh Intelektual Pertama

by museum || 24 Oktober 2022

Raden Ayu Lasminingrat terlahir dengan nama Soehara pada than 1843, merupakan putri seorang Ulama/Kyai, Penghulu Limbangan dan Sastrawan Sunda, Raden Haji Muhamad Musa dengan Raden Ayu Ria. Lasmi ...


...
Laksamana Malahayati Perempuan Pejuang yang berasal dari Kesultaan Aceh.

by museum || 12 September 2022

Malahayati adalah salah seorang perempuan pejuang yang berasal dari Kesultanan Aceh. Sebagai perempuan yang berdarah biru, pda tahun 1585-1604, ia memegang jabatan Kepala Barisan Pengawal Istana ...


...
Pahlawan Perintis Pendidikan Perempuan Jawa Barat Raden Dewi Sartika (1884-1947)

by museum || 24 Mei 2022

Raden Dewi Sartika dilahirkan tanggal 4 Desember 1884 di Cilengka, Jawa Barat, puteri Raden Somanagara dari ibu Raden Ayu Rajapermas. Dewi Sartika menumpuh Pendidikan di Cicalengka. Di sekolah ia ...



Berita Terkait


...
Inilah Sabda Tama Sultan HB X

by admin || 11 Mei 2012

YOGYA (KRjogja.com) - Sabda tama yang disampaikan oleh Raja Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Sri Sultan HB, secara lugas menegaskan akan posisi tawar Kraton dan Pakualaman dalam NKRI. Sabda tama ini ...


...
Permasalahan Pakualaman Juga Persoalan Kraton

by admin || 11 Mei 2012

YOGYA (KRjogja.com) - Kerabat Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, KRT Hadi Jatiningrat menafsirkan sabda tama Sri Sultan Hamengku Buwono X, sebagai bentuk penegasan bahwa persoalan yang menyangkut ...


...
PENTAS TEATER 'GUNDALA GAWAT'

by admin || 18 Juni 2013

"SIFAT petir itu muncul secara spontan, mendadak, tidak memilih sasaran. Beda dengan petir yang di lapas Cebongan. Sistemik, terkendali," ujar Pak Petir.Pernyataan tersebut lalu dikomentari super ...





Copyright@2024

Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Daerah Istimewa Yogyakarta