by ifid|| 25 September 2024 || || 86 kali
Rintik Hujan yang jatuh sedikit demi sedikit tidak menyurutkan semangat para pelaku seni pertunjukan yang akan pentas, hal itu menjadi pemacu semangat penonton untuk bertahan dalam menyaksikan Pentas Seni Kalurahan Budaya Selasa Wagen di Taman Budaya Yogyakarta. Dinas Kebudayaan (Kundha Kebudayaan) DIY yang jauh-jauh hari mempersiapkan kegiatan Pentas Seni Kaluruhan Budaya Selasa Wage terus berjalan tepat waktu.
Pentas Seni Kaluruhan Budaya Selasa Wage diadakan pada tanggal 24 September 2024, bertempat di Taman Budaya DIY, Jl. Sriwedani No. 1, Ngupasan, Kec. Gondomanan, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta. Pentas Seni Kaluruhan Budaya Selasa Wage yang dikuti oleh perwakilan dari 14 kalurahan budaya.
Plh Dinas Kebudayaan DIY, Budi Husada, yang mewakili Kepala Dinas Kebudayaan DIY, Dian Lakshmi Pratiwi, yang berhalangan hadir mengatakan Pentas Seni Desa Budaya adalah sebuah bentuk pergelaran kebudayaan yang menarik serta komunikatif, dengan menampilkan unsur koreografi pertunjukan sehingga dapat dinikmati, dihayati dan diapresiasi masyarakat. Mengusung tema “Sempulur” kata tersebut dikutip dari istilah Jawa. Yang dimaksud dengan “Sempulur” adalah hidup yang senantiasa mendapatkan kemudahan berupa rezeki yang melimpah. Dengan harapan Pentas Seni Desa Budaya Selasa Wagen dapat memberikan kesejahteraan bagi masyarakat dan pelaku seni di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta
Empat belas kalurahan yang berpartisipasi dalam kegiatan ini berasal dari berbagai daerah. Dari Kabupaten Kulon Progo, yang tampil adalah Kalurahan Glagah, Tuksono, dan Sendangsari. Kabupaten Gunung Kidul diwakili oleh Kalurahan Semanu, Wiladeg, Nglanggeran, dan Ngalang. Dari Kabupaten Sleman, Kalurahan yang menampilkan karya mereka adalah Wonokerto, Sendangagung, dan Madurejo. Sementara itu, Kabupaten Bantul dan Kota Yogyakarta masing-masing diwakili oleh Kalurahan Cokrodiningratan, Seloharjo, Warungboto, dan Mulyodadi. “Kegiatan ini menunjukkan keberagaman budaya dan kekayaan seni dari masing-masing kalurahan. Kegiatan ini bertujuan untuk melestarikan dan mempromosikan budaya lokal melalui seni”. ucap Budi
“Selain pentas seni, kegiatan Selasa Wage kali ini juga dimeriahkan oleh beberapa bazar UMKM tradisional yang menampilkan produk khas dari masing-masing kalurahan. Bazar-bazar ini memberikan kesempatan kepada pengunjung untuk mengenal lebih dekat keragaman budaya dan hasil kreativitas masyarakat lokal. Dengan berbagai produk yang ditawarkan, acara ini tidak hanya merayakan seni, tetapi juga mengedukasi masyarakat tentang kekayaan budaya setempat”. pungkasnya
Kalurahan Semanu, Kabupaten Gunung Kidul menjadi pembuka dalam Pentas Seni Kaluruhan Budaya Selasa Wage. Kaluruhan Semanu menampilkan pementasan Musik Etnik Laras Pandawa merupakan kelompok yang bergerak dibidang musik dengan komposisi kolaborasi antara alat musik gamelan dan alat musik modern, serta penampilan penari yang diselaraskan dengan irama musik guna memberikan kesempurnaan penampilan kelompok ini. Kalurahan Semanu menawarkan berbagai olahan ketela sebagai produk khas mereka di stand mereka.
Penampilan kedua dari Kalurahan Tuksono, Kabupaten Kulon Progo yang menampilkan Jathilan Oglek Hambeg Turangga. Hambeg Turangga bercerita tentang kesenian rakyat Ogleg yang merupakan kesenian rakyat asli Tuksono. Tari ini merupakan pengembangan dari kesenian kerakyatan yang ada di Kaluruhan Tuksono seperti Oglog, Jathilan Klasik, dan Kreasi tetapi pijakannya tetap menggunakan pola-pola tari Ogleg serta tari-tari kerakyatan gaya Yogyakarta yang lugas, tegas, dan sederhana. Kalurahan Tuksono menawarkan olahan dari pelepah pisang sebagai produk khas mereka di stand mereka.
Penampilan ketiga dari Kalurahan Sendangagung, Kabupaten Sleman menampilkan tarian tradisional berjudul “Tari Kridha Hanuraga”. “Tari Kridha Hanuraga” merupakan bentuk pengembangan dari kesenian rakyat Kuntulan. Kesenian Kuntulan termasuk dalam kesenian religi karena lagu yang disajikan merupakan wujud syukur serta puji-pujian kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kesenian ini menjadi salah satu potensi kesenian di Kaluruhan Budaya Sendangagung. Sajian tari Kuntulan adalah bentuk dari pola gerakan bela diri yang sudah diperhalus dan diperindah menjadi sebuah sajian pertunjukan seni tari. Kalurahan Sendangagung menawarkan wader bacem khas Sendangagung sebagai kuliner khas mereka di stand mereka.
Penampilan keempat dari Kalurahan Mulyodadi, Kabupaten Bantul menyuguhkan pementasan jenis Panembromo. Macapat adalah tembang atau puisi tradisional Jawa yang kurang diminati oleh generasi muda, karena mereka menganggapnya sudah ketinggalan zaman dibandingkan dengan budaya pop yang lebih modern. Kaluruhan Budaya Mulyodadi melakukan upaya untuk mempertahankan hasanah budaya termasuk jenis kesenian tradisional yang ada di Kaluruhan Mulyodadi untuk tetap berkembang. Dari macapat banyak hal yang bisa dipelajari dari nilai-nilai luhur yang terkandung dalam kesenian tersebut seperti sastra Jawa, unggah-unggah, ngadisaliro, dan budi pekerti. Kalurahan Mulyodadi menawarkan olahan makanan dari gayam dan batik gayam sebagai produk khas mereka di stand yang disediakan.
Penampilan kelima dari Kaluruhan WarungBoto, Kota Yogyakarta menampilkan pementasan musik dan tari kreasi yang berjudul “Warto Budaya”. “Warto Budaya” mengaktualisasikan bagaimana Kaluruhan Budaya Warungboto selalu menjaga kelestarian seni dan budaya dengan mengembangkan potensi-potensinya seperti kreativitas musik dan tari yang didukung juga oleh potensi seni budaya Bregada Wira Tirta Brata. Kalurahan Warungboto menawarkan batik shibori dan ecoprint sebagai produk khas mereka di stand yang disediakan.
Penampilan keenam dari Kaluruhan Ngalang, Kabupaten Gunung Kidul menampilkan drama tari yang berjudul “Methik”. Dimulai dari penanaman benih padi dari persemaian sesuai dengan perjalanan musim, terkadang ada juga hama yang menyerang padi, sehingga membuat hati petani sedih karena takut hasil panen tidak akan sesuai harapan. Saran dari sesepuh adat, hama bisa dikendalikan dengan cara alami sajahama bisa hilang. Saat padi telah menguning tiba saatnya untuk menuai padi, diawali dengan menentukan hari dan pasaran serta menyiapkan Ubo Rampe upacara adat. Sebagai wujud rasa syukur kepada Allah SWT. dan memboyong mbok Sri Sedana dari Tegal kepanasan ke Gedong penyimpanan padi. Kalurahan Ngalang menawarkan bothok wader, tape singkong, tape ketan, tempe gembus, tiwul, dan intip di stand yang disediakan.
Penampilan ketujuh dari Kaluruhan Seloharjo, Kabupaten Bantul menampilkan tari garapan yang berjudul “Sigrak Seloharjo”. Sinopsis dari tari “Sigrak Seloharjo” yaitu kesenian rakyat Desa Seloharjo Muga Angrembaka Lestari Budaya Jawa bersama mengusung budaya Jawa kami berangkat dari Seloharjo kuat, tangguh, dan tumbuh bersama mengusung budaya Jawa Rampak Laju Rampak Maju Sigrak Seloharjo siap melaju. Kalurahan Seloharjo menawarkan olahan minuman yang bernama wedang ereng-ereng sebagai minuman khas mereka di stand yang disediakan.
Penampilan kedelapan dari Kaluruhan Glagah, Kabupaten Kulon Progo menampilkan tari yang berjudul “Bebakulan”. Tari “Bebakulan” menggambarkan kehidupan pinggir pesisir yang syarat dengan hasil laut sebagai sumber perekonomiannya. Pinggiran yang indah, menjadi sebuah wisata yang ramai dikunjungi. Dari situlah “simbok-simbok bakul” menjajakan dagangan olahan hasil lautan. Olahan seafood merupakan kuliner khas pinggir pesisir. Kalurahan Glagah menawarkan berbagai olahan seafood yang menjadi kuliner khas mereka di stand yang disediakan.
Penampilan kesembilan dari Kaluruhan Wonokerto, Kabupaten Sleman menampilkan sandiwara ringkas yang berjudul “Cilaka Ing Cidra”. “Cikala Ing Cidra” menceritakan tentang Darsa yang berumur 35 tidak mau di khitan seperti teman-temannya. orang tuanya telah mencoba segalanya untuk menyembunyikan penglihatannya. Darsa bersedia diperiksa namun harus ada syarat yang diminta. Kalurahan Wonokerto menawarkan berbagai olahan dari buah salak yang menjadi kuliner khas mereka di stand yang disediakan.
Penampilan kesepuluh dari Kaluruhan Madurejo, Kabupaten Sleman menampilkan kolaborasi musik dan tari yang berjudul “Giriloji Madurejo”. “Giriloji Madurejo” merupakan seni pertunjukan kolaborasi musik tradisional gamelan dan permainan tari tradisional Mocopat yang menceritakan potensi lokal yang ada di Kaluruhan Madurejo dengan kearifan lokal yang bernuansa budaya. Kalurahan Madurejo menawarkan beras merah yang merupakan khas daerah mereka, yang dapat ditemukan di stand yang disediakan.
Penampilan kesebelas dari Kaluruhan Wiladeg, Kabupaten Gunung Kidul menampilkan tarian yang berjudul Jathilan Garapan “Greget Nyawiji”. “Greget Nyawiji” menceritakan pasukan berkuda siap siaga, melawan musuh yang ada didepan mata yang maju pantang mundur tanpa rasa takut, semangat membara tiada tanding. “Greget sengguh ora mingkuh, Nyawiji dadi siji” berarti sulit untuk tidak bangkit dan bersatu sebagai satu kesatuan. Kalurahan Wiladeg menawarkan berbagai olahan dari lidah buaya seperti nata de coco dan stik lidah buaya yang merupakan khas daerah mereka, yang dapat ditemukan di stand yang disediakan.
Penampilan kedua belas dari Kaluruhan Cokrodiningrat, Kota Yogyakarta menampilkan kolaborasi yang menarik antara kesenian musik dan tari. Dalam pertunjukan ini, alat musik tradisional dipadukan dengan musik modern, menciptakan harmonisasi lagu Jawa anak yang indah. Harmonisasi ini menjadi latar yang sempurna untuk pertunjukan tari, menambah kedalaman dan keindahan pada keseluruhan penampilan. Kalurahan Cokrodiningrat menawarkan minyak bulus yang berasal dari lemak dari tubuh bulus atau labi-labi yang memiliki beberapa manfaat seperti meredakan gatal, meredakan peradangan jerawat dan lain sebagainya, yang dapat ditemukan di stand yang disediakan.
Penampilan ketiga belas dari Kaluruhan Nglanggeran, Kabupaten Gunung Kidul menampilkan kesenian campursari yang berjudul “Purba Laras”. Campursari yang merupakan kesenian warisan Alm. Manthous masih menjadi kesenian primadona di Kabupaten Gunung Kidul, Kaluruhan Nglanggeran berkesempatan untuk menampilkan kesenian campursari “Purba Laras”, dengan harapan dapat mengobati rasa rindu akan suasana Yogyakarta khususnya Gunung Kidul. Kalurahan Nglanggeran menawarkan berbagai olahan dari coklat seperti salut pisang coklat, cookies coklat, dodol coklat dan masih banyak lagi yang merupakan khas daerah mereka, yang dapat ditemukan di stand yang disediakan.
Penampilan keempat belas yang merupakan penampilan terakhir dari acara Selasa Wage ini yaitu penampilan dari Kaluruhan Sendangsari, Kabupaten Kulon Progo yang menampilkan tari yang berjudul “Ngangguk Angguk”. Ngangguk adalah tari garapan yang berangkat dari tari kerakyatan di Kabupaten Kulon Progo. Tarian ini ada sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan setelah panen padi. Garapan yang syarat dengan nilai kearifan lokal ini secara kreatif sehingga memunculkan sebuah sajian seni pertunjukan yang inovatif. Kalurahan Wiladeg menawarkan berbagai olahan bunga telang seperti keripik telang dan jamu telang yang merupakan khas daerah mereka, yang dapat ditemukan di stand yang disediakan.
Pentas Seni Selasa Wagen tidak hanya menampilkan pertunjukan seni semata, tetapi setiap Kalurahan yang tampil di Pentas Seni Selasa Wagen juga memamerkan hasil UMKM mereka, seperti kuliner unggulan di kalurahan, hasil kerajinan yang menjadi ciri khas kalurahan, serta tanaman obat yang sudah diolah maupun yang belum diolah. Ini menjadi daya tarik tersendiri, para pengunjung tidak hanya disuguhkan oleh pentas seni tetapi juga diperlihatkan kekayaan kuliner, kerajinan dan tanaman obat yang sudah bertumbuh dan berkembang di kelurahan di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Meskipun acara berlangsung sempat dalam kondisi hujan gerimis, para penonton menunjukkan antusiasme yang luar biasa. Dengan semangat yang tak pudar, mereka tetap hadir dan menikmati setiap momen dari pertunjukan, menyaksikan kolaborasi kesenian yang ditampilkan. Hujan yang mengguyur tidak menghalangi mereka untuk terus terlibat, bahkan menciptakan suasana yang lebih akrab dan hangat di antara penonton. Energi positif ini membuat acara terasa lebih istimewa, dan mereka tetap setia hingga rangkaian acara berakhir, menunjukkan dedikasi dan kecintaan mereka terhadap seni.
Para penonton berasal dari berbagai kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta, memberikan dukungan langsung kepada para penampil yang mewakili daerah mereka. Di antara penonton, terdapat juga sejumlah mahasiswa dari Sekolah Tinggi Pariwisata Ambarukmo (STIPRAM) dan Institut Seni Indonesia (ISI) yang turut hadir untuk menyaksikan acara. Kehadiran mereka menambah keragaman audiens dan menunjukkan keterlibatan komunitas dalam merayakan seni dan budaya lokal.
by museum || 04 Juli 2023
Air merupakan salah satu sumber daya alam yang diperlukan untuk kelangsungan hidup makhluk hidup di bumi. Untungnya, air adalah sumber daya alam terbarukan. Proses pembaharuan air berlangsung dalam ...
by museum || 02 Juni 2022
Batik merupakan karya bangsa Indonesia yang terdiri dari perpaduan antara seni dan teknologi oleh leluhur bangsa Indonesia, yang membuat batik memiliki daya tarik adalah karena batik memiliki corak ...
by museum || 24 Oktober 2022
Raden Ayu Lasminingrat terlahir dengan nama Soehara pada than 1843, merupakan putri seorang Ulama/Kyai, Penghulu Limbangan dan Sastrawan Sunda, Raden Haji Muhamad Musa dengan Raden Ayu Ria. Lasmi ...
by museum || 12 September 2022
Malahayati adalah salah seorang perempuan pejuang yang berasal dari Kesultanan Aceh. Sebagai perempuan yang berdarah biru, pda tahun 1585-1604, ia memegang jabatan Kepala Barisan Pengawal Istana ...
by museum || 24 Mei 2022
Raden Dewi Sartika dilahirkan tanggal 4 Desember 1884 di Cilengka, Jawa Barat, puteri Raden Somanagara dari ibu Raden Ayu Rajapermas. Dewi Sartika menumpuh Pendidikan di Cicalengka. Di sekolah ia ...
by admin || 11 Mei 2012
YOGYA (KRjogja.com) - Sabda tama yang disampaikan oleh Raja Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Sri Sultan HB, secara lugas menegaskan akan posisi tawar Kraton dan Pakualaman dalam NKRI. Sabda tama ini ...
by admin || 11 Mei 2012
YOGYA (KRjogja.com) - Kerabat Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, KRT Hadi Jatiningrat menafsirkan sabda tama Sri Sultan Hamengku Buwono X, sebagai bentuk penegasan bahwa persoalan yang menyangkut ...
by admin || 18 Juni 2013
"SIFAT petir itu muncul secara spontan, mendadak, tidak memilih sasaran. Beda dengan petir yang di lapas Cebongan. Sistemik, terkendali," ujar Pak Petir.Pernyataan tersebut lalu dikomentari super ...