Melalui Dialog dan Jelajah mengenalkan Sejarah

by ifid|| 15 Oktober 2024 || || 34 kali

...

Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) DIY kembali menggelar acara tahunan Dialog dan Jelajah Sejarah dengan tema "Merawat Sejarah Warisan Kuliner Adiluhung dari Yogyakarta." Acara ini dilaksanakan selama tiga hari, mulai dari 15 hingga 17 Oktober 2024. Pembukaan berlangsung di Hotel Ibis Style, Jl. Dagen No.109, Sosromenduran, Gedong Tengen, Kota Yogyakarta, pada Selasa, 15 Oktober 2024, dan dihadiri oleh Kepala Dinas Kebudayaan DIY, Dian Lakshmi Pratiwi.

Dian Lakshmi Pratiwi menyampaikan bahwa Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki banyak warisan budaya kuliner yang telah ditetapkan, dan inilah yang menjadi fokus dalam acara Dialog dan Jelajah Sejarah kali ini. Dian menjelaskan bahwa dengan sistem "open call," masyarakat memiliki kesempatan lebih luas untuk berpartisipasi sesuai minat dan passion mereka terhadap tema yang diangkat. “Dengan cara ini, kita bisa lebih meningkatkan capaian kegiatan, dan rata-rata para peserta memiliki minat kuat terhadap kuliner,” ungkap Dian. Ia juga menekankan bahwa eksplorasi sejarah di balik kuliner tersebut penting karena membentuk karakter budaya. Tantangan terbesar, menurutnya, adalah ketika para peserta terlibat dalam dialog dan langsung turun ke lapangan. “Saat mereka merasakan langsung, mereka akan lebih memahami dan merasakan esensi kuliner tersebut, serta memahami kendala-kendala masa lalu yang mempengaruhi posisi kuliner tradisional saat ini,” tambah Dian. Ia berharap, pengalaman ini akan memberikan inspirasi untuk melestarikan kuliner adiluhung dari masa lalu hingga masa depan.

Pada acara pembukaan Dialog dan Jelajah Sejarah 2024, dua narasumber terkemuka dihadirkan untuk berbagi wawasan dan pengetahuan mereka. Dr. Tjahjono Prasodjo, M.A., yang lahir di Yogyakarta dan saat ini menjabat sebagai staf pengajar di Departemen Arkeologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada, memberikan perspektif sejarah yang mendalam. Sementara itu, Prof. Dr. Marwanti, M.Pd., seorang Guru Besar Bidang Ilmu Pendidikan Vokasi Tata Boga dari Fakultas Teknik, Universitas Negeri Yogyakarta. 

Tjahjono Prasodjo akan membahas topik yang sangat menarik, yaitu "Jejak Sejarah Kuliner dari Relief Candi dan Prasasti." Dalam dialog ini, peserta akan diajak untuk menjelajahi kuliner yang berkembang pada masa sebelum dan sesudah abad ke-10, melalui jejak-jejak sejarah yang terdapat di relief candi serta prasasti kuno. Tema ini tentu membuat dialog semakin menarik, karena kita akan mengetahui bagaimana kuliner pada masa lampau berperan dalam kehidupan sehari-hari dan peradaban kuno. Tjahjono Prasodjo menjelaskan bahwa untuk melakukan reka ulang kuliner Jawa Kuno, diperlukan interpretasi yang kreatif terhadap data kuliner yang diperoleh dari sumber tertulis dan relief candi. Menurutnya, informasi dari kedua sumber tersebut menjadi kunci untuk memahami dan merekonstruksi kuliner masa lalu. Ia juga menekankan bahwa kuliner Jawa Kuno ini memiliki potensi besar untuk dikembangkan, baik sebagai daya tarik wisata maupun sebagai usaha kuliner yang unik, yang dapat menawarkan pengalaman berbeda kepada wisatawan serta masyarakat luas.

Marwanti menjelaskan bahwa Indonesia merupakan negara dengan kekayaan keanekaragaman hayati (biodiversity) terbesar kedua di dunia, dengan 77 jenis sumber karbohidrat, 228 jenis sayuran, 110 jenis rempah dan bumbu, 75 jenis sumber protein, 389 jenis buah-buahan, 26 jenis kacang-kacangan, serta 40 jenis bahan minuman. Selain itu, Marwanti juga menambahkan bahwa menurut penelitian Murdiyati Garjito, dkk. (2017), terdapat 3.190 macam masakan yang tersebar dari ujung barat hingga ujung timur Indonesia. Hal ini menunjukkan betapa kaya dan beragamnya tradisi kuliner Nusantara, yang merupakan warisan budaya yang sangat berharga. Marwanti menjelaskan budaya kuliner di Nusantara mendapat perhatian khusus dari UNESCO, lembaga yang berwenang mengawasi daftar warisan budaya, baik yang berbentuk benda maupun tak benda. Beberapa hidangan Indonesia telah diakui sebagai warisan budaya. Tujuan dari penetapan makanan khas Yogyakarta sebagai warisan budaya tak benda adalah agar warisan tersebut dapat diakui, dipelajari, dikembangkan, dan dilestarikan baik di dalam maupun luar negeri. Dengan pengakuan ini, diharapkan masyarakat dapat lebih memahami nilai dan pentingnya kuliner sebagai bagian dari identitas budaya.

Marwanti juga menjelaskan bahwa Yogyakarta memiliki sejumlah makanan khas yang kaya akan nilai budaya, antara lain Songgo Buwono, Yangko, Jadah Manten, Legomoro, dan Roti Kembang Waru. Setiap hidangan ini tidak hanya menawarkan cita rasa yang unik, tetapi juga memiliki cerita dan makna yang mendalam, mencerminkan tradisi dan warisan kuliner yang telah ada sejak lama. Dengan memperkenalkan makanan-makanan ini, Marwanti berharap para peserta dapat lebih mengenal dan menghargai kuliner Yogyakarta sebagai bagian penting dari identitas budaya daerah.

Berita Terpopuler


...
Siklus Air: Definisi, Proses, dan Jenis Siklus Air

by museum || 04 Juli 2023

Air merupakan salah satu sumber daya alam yang diperlukan untuk kelangsungan hidup makhluk hidup di bumi. Untungnya, air adalah sumber daya alam terbarukan. Proses pembaharuan air berlangsung dalam ...


...
Batik Kawung

by museum || 02 Juni 2022

Batik merupakan karya bangsa Indonesia yang terdiri dari perpaduan antara seni dan teknologi oleh leluhur bangsa Indonesia, yang membuat batik memiliki daya tarik adalah karena batik memiliki corak ...


...
Raden Ayu Lasminingrat Tokoh Intelektual Pertama

by museum || 24 Oktober 2022

Raden Ayu Lasminingrat terlahir dengan nama Soehara pada than 1843, merupakan putri seorang Ulama/Kyai, Penghulu Limbangan dan Sastrawan Sunda, Raden Haji Muhamad Musa dengan Raden Ayu Ria. Lasmi ...


...
Laksamana Malahayati Perempuan Pejuang yang berasal dari Kesultaan Aceh.

by museum || 12 September 2022

Malahayati adalah salah seorang perempuan pejuang yang berasal dari Kesultanan Aceh. Sebagai perempuan yang berdarah biru, pda tahun 1585-1604, ia memegang jabatan Kepala Barisan Pengawal Istana ...


...
Pahlawan Perintis Pendidikan Perempuan Jawa Barat Raden Dewi Sartika (1884-1947)

by museum || 24 Mei 2022

Raden Dewi Sartika dilahirkan tanggal 4 Desember 1884 di Cilengka, Jawa Barat, puteri Raden Somanagara dari ibu Raden Ayu Rajapermas. Dewi Sartika menumpuh Pendidikan di Cicalengka. Di sekolah ia ...



Berita Terkait


...
Inilah Sabda Tama Sultan HB X

by admin || 11 Mei 2012

YOGYA (KRjogja.com) - Sabda tama yang disampaikan oleh Raja Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Sri Sultan HB, secara lugas menegaskan akan posisi tawar Kraton dan Pakualaman dalam NKRI. Sabda tama ini ...


...
Permasalahan Pakualaman Juga Persoalan Kraton

by admin || 11 Mei 2012

YOGYA (KRjogja.com) - Kerabat Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, KRT Hadi Jatiningrat menafsirkan sabda tama Sri Sultan Hamengku Buwono X, sebagai bentuk penegasan bahwa persoalan yang menyangkut ...


...
PENTAS TEATER 'GUNDALA GAWAT'

by admin || 18 Juni 2013

"SIFAT petir itu muncul secara spontan, mendadak, tidak memilih sasaran. Beda dengan petir yang di lapas Cebongan. Sistemik, terkendali," ujar Pak Petir.Pernyataan tersebut lalu dikomentari super ...





Copyright@2024

Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Daerah Istimewa Yogyakarta