by ifid|| 17 Oktober 2024 || || 62 kali
Program Sambang Sastrawan, sebagai bagian dari acara Temu Karya Sastra Daulat Sastra Jogja 2024, berlangsung dengan meriah di kediaman sastrawan kenamaan, Ken Teratai. Kegitan ini di laksanakan pada tanggal 15-17 Oktober 2024, ini menjadi wadah bagi para penulis, penyair, dan pecinta sastra untuk berbagi karya dan pemikiran.
Acara dimulai dengan pengantar dari Tedi Wing, salah satu pengarah program yang telah terlibat dalam pelaksanaan Temu Karya Sastra sejak awal. Dalam sambutannya, Tedi menyampaikan rasa terima kasihnya kepada seluruh pihak yang terlibat, khususnya tim dari Bunda Kebudayaan DIY yang telah memberikan dukungan penuh. Ia juga membahas perjalanan acara ini dari tahun ke tahun, yang terus mengalami perkembangan pesat.
“Kami selalu berusaha mencanangkan tantangan baru setiap tahunnya,” ujar Tedi. “Di tahun pertama, kami fokus mengenalkan sastra kepada generasi muda yang bahkan mungkin belum akrab dengan dunia sastra. Di tahun kedua, kami mulai meningkatkan standar dengan mendorong peserta untuk mulai berprestasi, baik dalam penulisan maupun pembacaan karya sastra. Pada tahun ketiga, kami mengajak para peserta untuk terlibat dalam komunitas-komunitas sastra di Yogyakarta, dan di tahun keempat ini, kami mendorong mereka untuk menerbitkan karya mereka sendiri,” jelasnya.
Salah satu sorotan utama dalam Sambang Sastrawan tahun ini adalah penampilan dari Seva, seorang penyair muda berusia 19 tahun yang berhasil mencuri perhatian dengan produktivitasnya. Dalam kurun waktu empat tahun, Seva telah menghasilkan lebih dari 140 puisi, dan bukunya yang berjudul Otsu baru saja diluncurkan pada acara sebelumnya di Sankring.
“Otsu itu adalah karakter dari novel Musashi karya Eiji Yoshikawa, yang sangat menginspirasi saya,” ungkap Seva. “Dalam novel itu, Otsu digambarkan sebagai wanita yang sangat berpengaruh dalam kehidupan Musashi Miyamoto, salah satu samurai terhebat dalam sejarah Jepang. Ada banyak hal yang saya rasakan saat membaca novel itu, yang kemudian saya tuangkan dalam puisi-puisi saya,” lanjutnya.
Meski Seva masih terbilang muda, karyanya dianggap mampu menghadirkan kedalaman dan kepekaan yang jarang ditemukan pada penulis seusianya. “Puisi-puisi saya tidak berangkat dari tema-tema besar atau kritik sosial, melainkan dari hal-hal sederhana yang sering kita abaikan. Saya terinspirasi oleh penyair Joko Pinurbo yang mampu mengangkat hal-hal kecil menjadi sesuatu yang istimewa,” jelasnya.
Seva juga mengungkapkan bahwa perjalanan kreatifnya selama lima tahun terakhir tidak selalu mulus, namun ia merasa bangga dengan apa yang telah dicapainya. “Menulis puisi bagi saya adalah proses eksplorasi batin yang tidak pernah selesai. Dan dalam proses itu, saya terus belajar dan berkembang,” tambahnya.
Apresiasi kepada Penulis Berprestasi
Selain Seva, acara ini juga menjadi ajang apresiasi bagi para penulis lain yang terlibat dalam Temu Karya Sastra. Adi Indah Ramawati, penulis cerpen yang telah beberapa kali menerbitkan karyanya di berbagai media, mendapat pujian atas produktivitasnya. Adi yang selama empat tahun terakhir berhasil menulis 12 cerpen, berhasil menarik perhatian dengan gaya penulisannya yang unik dan tematik.
“Karya-karya Adi sangat bervariasi, namun selalu ada benang merah yang kuat dalam setiap cerpennya. Ia mampu menggambarkan kompleksitas kehidupan sehari-hari dengan cara yang sederhana namun mendalam,” puji Tedi Wing. Beberapa cerpen Adi telah masuk dalam kurasi khusus dan direncanakan akan diterbitkan dalam sebuah antologi sastra tahun ini.
Tidak hanya penulis puisi dan cerpen yang mendapat sorotan, karya naskah lakon juga menjadi bagian penting dalam Temu Karya Sastra tahun ini. Anggita Nokia Naristi, penulis naskah lakon yang telah berkecimpung selama empat tahun, berhasil menulis delapan naskah yang dipuji karena kompleksitas temanya. “Naskah lakon seringkali dianggap terlalu idealis dan sulit untuk dipentaskan, namun karya Anggita mampu menyajikan keseimbangan antara kedalaman cerita dan kesederhanaan dalam penyajiannya,” kata Tedi.
Diskusi Buku dan Pembacaan Puisi
Selain apresiasi kepada para penulis muda, Sambang Sastrawan juga menghadirkan sesi diskusi buku Ruang Kerja Tuhan, di mana beberapa peserta turut menyumbangkan karya-karya mereka, termasuk Seva. Buku ini mengangkat tema Sumbu Filosofi, yang menghubungkan berbagai elemen budaya dan sejarah Yogyakarta, dari Tugu, Malioboro, hingga Merapi dan Pantai Selatan.
“Sumbu Filosofi tidak hanya tentang tempat-tempat ikonik di Yogyakarta, tapi juga tentang nilai-nilai yang tersembunyi di baliknya,” jelas Seva yang menulis beberapa puisi tentang jalan-jalan di Yogyakarta. “Saya menulis tentang jalan karena saya merasakan ada kesan magis di setiap jalan yang saya lalui di kota ini. Jalanan di Jogja selalu memiliki cerita tersendiri,” tambahnya.
Salah satu sesi yang sangat dinantikan adalah pembacaan puisi oleh Hamdi Salan, juri dan penulis puisi, yang membacakan tiga puisi, salah satunya berjudul Tidurlah Pahlawan. Dengan penghayatan mendalam, Hamdi berhasil membawa audiens masuk ke dalam suasana yang penuh emosi dan makna.
Proses Kreatif yang Mendalam
Salah satu elemen penting yang dibahas dalam acara ini adalah proses kreatif di balik penulisan karya-karya peserta. Seva mengungkapkan bagaimana proses pendampingan yang dilakukan oleh penulis senior, Mutia Sukma, telah sangat membantu dalam mengembangkan karyanya. “Mbak Mutia mengajarkan kami cara memecah tema besar menjadi hal-hal kecil sehingga lebih mudah untuk menulis,” katanya. “Proses ini sangat membantu, terutama ketika kami menghadapi kebuntuan ide.”
Lokasi menulis yang dipilih, yakni Gria Persada, juga menjadi faktor yang sangat berpengaruh bagi para peserta. Lingkungan yang sejuk dan penuh dengan pemandangan hijau di daerah Kalimantan memberikan suasana yang kondusif untuk menulis. “Suasana yang tenang dan hijau di sana benar-benar mendukung proses menulis kami,” tambah Seva.
Acara Sambang Sastrawan ditutup dengan penampilan khusus dari Ken Terhati, tuan rumah sekaligus penulis novel yang telah berkecimpung di dunia sastra lebih dari satu dekade. Dalam penutupannya, Ken menekankan pentingnya terus berkarya dan merawat tradisi sastra di Yogyakarta. “Sastra adalah cara kita mencubit perasaan, baik itu dalam kebahagiaan maupun kesedihan. Dan melalui karya-karya ini, kita merayakan kekayaan ekspresi manusia,” kata Ken di akhir acara.
Sambang Sastrawan tahun ini tidak hanya menjadi ajang apresiasi karya, tapi juga tempat bagi para penulis muda untuk saling belajar dan tumbuh. Dengan tantangan baru yang diusung setiap tahunnya, Temu Karya Sastra Daulat Sastra Jogja diharapkan terus menjadi ruang kreatif yang produktif dan penuh inspirasi bagi generasi sastra mendatang. (Haling Ratih/fit)
by museum || 04 Juli 2023
Air merupakan salah satu sumber daya alam yang diperlukan untuk kelangsungan hidup makhluk hidup di bumi. Untungnya, air adalah sumber daya alam terbarukan. Proses pembaharuan air berlangsung dalam ...
by museum || 02 Juni 2022
Batik merupakan karya bangsa Indonesia yang terdiri dari perpaduan antara seni dan teknologi oleh leluhur bangsa Indonesia, yang membuat batik memiliki daya tarik adalah karena batik memiliki corak ...
by museum || 24 Oktober 2022
Raden Ayu Lasminingrat terlahir dengan nama Soehara pada than 1843, merupakan putri seorang Ulama/Kyai, Penghulu Limbangan dan Sastrawan Sunda, Raden Haji Muhamad Musa dengan Raden Ayu Ria. Lasmi ...
by museum || 12 September 2022
Malahayati adalah salah seorang perempuan pejuang yang berasal dari Kesultanan Aceh. Sebagai perempuan yang berdarah biru, pda tahun 1585-1604, ia memegang jabatan Kepala Barisan Pengawal Istana ...
by museum || 24 Mei 2022
Raden Dewi Sartika dilahirkan tanggal 4 Desember 1884 di Cilengka, Jawa Barat, puteri Raden Somanagara dari ibu Raden Ayu Rajapermas. Dewi Sartika menumpuh Pendidikan di Cicalengka. Di sekolah ia ...
by admin || 11 Mei 2012
YOGYA (KRjogja.com) - Sabda tama yang disampaikan oleh Raja Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Sri Sultan HB, secara lugas menegaskan akan posisi tawar Kraton dan Pakualaman dalam NKRI. Sabda tama ini ...
by admin || 11 Mei 2012
YOGYA (KRjogja.com) - Kerabat Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, KRT Hadi Jatiningrat menafsirkan sabda tama Sri Sultan Hamengku Buwono X, sebagai bentuk penegasan bahwa persoalan yang menyangkut ...
by admin || 18 Juni 2013
"SIFAT petir itu muncul secara spontan, mendadak, tidak memilih sasaran. Beda dengan petir yang di lapas Cebongan. Sistemik, terkendali," ujar Pak Petir.Pernyataan tersebut lalu dikomentari super ...