Pameran Lomba Lukis DIY-Kyoto: Hadirkan Karya Lukis Kyoto-Jepang

by ifid|| 22 Oktober 2024 || || 369 kali

...

Pameran DIY-Kyoto menjadi jembatan budaya yang melalui pertukaran lukisan anak diharapkan dapat mempererat persaudaraan juga sebagai media pendidikan, mengolah kreativitas & imajinasi yang berlangsung hingga saat ini. Sejak tahun 1980an hingga saat ini Lomba dan Pameran Lukis DIY-Kyoto terus bertumbuh dan melahirkan banyak talenta-talenta muda dari generasi ke generasi. Dari mulanya dibuka untuk umum hingga dilaksanakan secara berjenjang sejak 2017, Kompetisi ini telah menjadi sarana mengasah bakat juga kepekaan sosial budaya putra-putri DIY. Melalui media seni rupa, anak-anak mendapatkan kesempatan untuk mengamati, mengobservasi dunia sekitarnya kemudian mengekspresikan kesadarannya dalam keindahan estetika. Hal tersebut disampaikan Kepala Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Daerah Iatimewa Yogyakarta, Dian Lakshmi Pratiwi, (21/10) di Bentara Budaya Yogyakarta, siang hari.

Dian juga mengatakan pada tahun 2024 kali ini, dengan mengusung tajuk Menuju Indonesia Emas "Solusiku untuk Indonesiaku", yang di ikuti dari beberapan jenjang mulai dari TK, SD, SMP dan SMA/SMK. Putra-putri kita sekalian kembali didorong untuk mengimajinasikan solusi dari berbagai tantangan besar yang harus dihadapi Bangsa Indonesia ini di saat mencapai Masa Indonesia Emas 2045 nanti. Anak-anak sebagai pemilik masa depan disini mendapatkan kesempatan untuk bersikap kritis dengan mengimajinasikan masa depan seperti apa yang ingin mereka tinggali.

Sehingga harapan kami, melalui “Pameran hasil Lomba Lukis-DIY Kyoto ini tidak hanya tercermin talenta-talenta muda yang luar biasa dari seluruh wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta, namun juga terwujud pembacaan bagi kita bersama, untuk bercermin kembali melalui sudut pandang putra-putri kita dalam memahami dunia yang tengah kita kelola saat ini”, pungkas Dian.

Membangun jembatan budaya DIY-Kyoto Salah satu aspek menarik dari Pameran Lukis DIY Kyoto ini adalah kerjasama antara Pemerintah Daerah DIY dengan Kyoto Perfecture Jepang. Hubungan ini tidak hanya menciptakan kesempatan bagi peserta untuk bersaing di tingkat lokal, tetapi juga memberi mereka peluang untuk berinteraksi dengan budaya Jepang. Hasil karya yang dihasilkan akan dipamerkan di Kyoto, memberikan mereka kesempatan untuk dikenal secara internasional. Ini merupakan langkah penting dalam memperkuat hubungan budaya dan seni antara kedua negara.

Dalam Catatan Kurator Yuswantoro Adi, mas Yus sapaan sesama seniman, mengatakan berawal dari sebuah pertanyaan “Kenapa gambar itu menang?” 

Menurut pandangan mas Yus, pemenang tidak ditentukan sekenanya, bahkan tidak boleh hanya mengandalkan selera semata. Juga bukan oleh satu juri saja. Itulah kenapa jurinya berjumlah lima dan selalu berdebat, beragumentasi serta mengungkapkan pandangannya secara logis malah kadang filosopis demi mendapatkan keputusan juri yang satu.

Ukuran bagus sebuah lukisan memang selalu relatif dan subyektif. Namun faktanya kami, para juri selalu sepakat, dalam pengertian; pilihannya sama atau setidaknya tidak jauh berbeda dalam menemukan calon-calon pemenang atau nominasinya. Kenapa bisa demikian? Karena masing-masing dari kami punya standar yang setara dalam menilai. Secara akademis dapat disebut sebagai berikut, pertama, komposisi alias penempatan gambar. Kedua, teknik (termasuk pewarnaan, anatomi, plastisitas, kebentukan, pilihan medium dsbnya). Ketiga, novelty atau kebaruan yang di dalamnya terdapat keunikan, sudut pandang yang berbeda atau tidak biasa seperti kebanyakan dan sejenisnya. Singkat cerita, dengan demikian kami telah mengumpulkan sejumlah lukisan yang bagus dan juga artistik

Setelahnya, karena lomba ini memiliki tema tertentu, karni akan melihat kesesuaian tema, cocok tidaknya judul serta hal pendukung lainnya. Kemudian berdebat seru sebagaimana tertulis di muka untuk mendapatkan pemenangnya. “Jadi, lukisan dikatakan sebagai bagus manakala secara visual ia enak dipandang. Ini yang utama Lalu kelebihan lain yang memang harus diberi penilaian dalam sebuah lomba apa pun di mana pun”, ujar mas Yus.

 Kenapa anak saya kalah?

Dalam hal ini Mas Yus mengatakan, Maaf saya mencoba berkata apa adanya. Ada banyak lomba hafalan dengan juri hafalan pula, maka pemenangnya ya hafalan juga. Yang dimaksud lomba hafalan adalah lomba yang temanya itu lagi dan itu lagi. Umumnya dalam rangka memperingati sesuatu, sebut saja ulang tahun sebuah instansi atau perusahaan misalnya. Lalu diikuti Lomba Mewarnai dengan obyek produk perusahaan tersebut. Tidak harus ulangtahun tentu saja. Tetapi apa boleh buat, kebanyakan selalu dalam rangka. Itulah mengapa saya menyebutnya sebagai hafalan belaka

Pemenang hafalan dengan lukisan hafalan. Ada semacam "keseragaman" pada karya lukis anak yang menang dalam aneka lomba berbeda Dapat dengan mudah dikenali dengan tanda-tanda,  Pewarnaannya gradatif, Obyeknya selalu ada anak bermata besar., Komposisinya bertumpuk. Tidak ada gambar prespektif atau tidak ada dimensi keruangan d. Medianya hampir selalu oil pastel atau krayon, Ada tambahan cat air gelap atau hitam, teknik kerok sederhana menggunakan sesuatu yang runcing, kemudian dilapisi cat semprot warna netral/clear sebagai penutupnya

Di akhir catan kurator mas Yus, “Kenapa jurinya orang itu saja?” Disebut mengawal karena memang tugas kami bukan semata menjuri saja. Melainkan jauh sebelum lomba diselenggarakan, bersama Dinas Kebudayaan DIY, kami berbagi ide, usulan, saran dan masukan tentang tema sekaligus melakukan evaluasi plus kritik pada lomba tahun sebelumnya. Tak hanya itu, kami juga menyiapkan berbagai hal agar menjaga kualitas lomba serta mendapatkan pemenang dan nominator terbaik yang harus semakin bermutu setiap tahunnya. Salah satunya adalah membuat video pengantar untuk lomba yang dimaksud Bentuk pengawalan itu harus dilakukan demi menyediakan ruang bagi anak untuk dapat mengungkapkan pikiran dan ekspresinya sebebas mungkin dalam membuat lukisan yang tetap berkarakter anak sesuai dengan tumbuhkembangnya

Ini penting, sebab tujuan utama Lomba ini bukan ingin menciptakan seniman kecil Melainkan memberikan peluang bagi siapa saja -peserta lomba baik yang menang atau tidak, orangtuanya, penonton pameran hasil lomba dan lain-lain untuk lebih mencintai kesenian dan kebudayaan. Sebab jujur, itulah kekayaan Indonesia paling utama

Beberapa dari kami juga masih bertugas mengawal lomba ini di tingkat Kabupaten/Kodya. Hasilnya, Alhamdulillah, Puji Tuhan, tidak banyak lagi kami temui lukisan yang "seragam" dalam 4 tahun terakhir penyelenggaran kegiatan ini. Anda dapat mengamatinya dengan seksama pada pameran di Bentara Budaya Yogyakarta kali ini

Lihatlah betapa indah dan uniknya karya mereka Masing-masing berbeda dan masih sangat terasa kekanakannya. Yang menarik kita dapat membaca secara jernih pikiran, nalar, gagasan dan opini mereka tentang Indonesia hari ini. Tidak hanya terbaca pada karya pemenang. pada para nominator pun kita akan temui hal senada

Kata mas Yus, Sebagai penutup sekaligus pelengkap, saya kutipan langsung kalimat Bunga Jeruk ketika memberikan penilaian dalam penjurian kemarin:

Untuk Pemenang TK, Bunga menyebut, "Lukisan ini menarik karena kompleksnya persoalan dan banyaknya obyek yang ditampilkan. Komposisi, proporsi dan pewarnaan bagus. Kelebihan lain yaitu menggunakan mixed media spidol, pastel dan cat air. Yang juga layak menang, yang itu, menampilkan komposisi, obyek dan pewarnaan yang unik. Tidak biasa serta judulnya juga unik"

Untuk kategori SD, "Idenya menarik. Menggabungkan tokoh wayang dan teknologi modern. Yang satunya lagi, lukisan ini unik, menggabungkan ikon-ikon yang ada di Indonesia sehingga membentuk wajah manusia berbusana Jawa. Pewarnaan istimewa, berani menggunakan warna-warna neon atau bahasa populernya ngejreng"

Sementara itu untuk tingkat SMP, "Obyeknya beragam. Persoalan yang ada. Tentang IKN, subsidi, korupsi, sampah dan problem.pribadinya sebagai remaja. Menggunakan mixed media termasuk pensil pada drawing di obyek utamanya" Kepada pemenang berikutnya, Bunga menyatakan, "Bagus karena melukiskan perpaduan antara Komik Jepang/Manga dengan tokoh perempuan yang mengenakan busana khas Indonesia, kain jarik, kemben dan selendang".

Terakhir, Bunga memberikan tiga penilaian bagi tiga pemenang tingkat SMA/K, "Yang pertama, menarik karena mampu menggambarkan persoalan bangsa Indonesia. Komposisinya bagus dengan pembagian ruang. Yang kedua, gabungan obyek khas kebudayaan Indonesia dengan teknologi sekarang. Yang ketiga, ini favorit saya. Warnanya sangat bagus. Ide dan komposisinya berbeda dengan yang lain".

Menurut pandangan Hajar Permadi yang juga menjadi Kurator dalam Lomba dan Pameran Lukis DIY-Kyoto, mengatakan, Picasso mengungkapkan kenyataan, bahwa setiap anak sebenarnya adalah seorang seniman. Ini memberi pemahaman yang kompleks, pertama seniman mempunyai gagasan dan pikiran yang menjulang, karena imajinasinya sangat tinggi. Kebiasaan melukis dengan berkhayal kadang melampaui batas pikiran normal. Hal ini sering terjadi pada anak yang serius menggambar, mempunyai pikiran yang prediktif. Kedua, seniman adalah sosok yang bebas berpendapat, sehingga mengambil objek sesuai dengan imajinasinya. Objek orang normal adalah sesuatu yang bisa dilihat oleh mata atau dipandang secara mata terbuka. Namun, seniman mengambil objek yang tidak tampak atau sering dikatakan objek formal. Objek formal adalah objek yang dipahami melalui pengembaraan pikiran seniman. Ketiga, seniman berkarya bukan apa yang dia lihat namun mempunyai pandangan di belakang karya tersebut, misalnya suatu peristiwa yang menyentuh pikiran hingga timbul imajinasi jalan keluar, namun juga menyentuh perasaan seseorang. Peristiwa yang terjadi di masyarakat dikemas dalam warna dan bentuk yang tidak sesuai dengan kenyataan, karena seniman mempunyai pikiran prediksi terhadap peristiwa tersebut.

Itulah seniman, bagaimana dengan anak?

Anak sebenarnya adalah sosok yang masih belia. Pikiran dan perasaan juga masih belia, sehingga anak harus diberikan kesempatan pikiran, perasaan berkembang dan berimajinasi melampaui batas pikiran orang dewasa. Anak masih bebas berpikir dan menebak dunia sekitarnya seperti pikirannya. Namun kadang kala pikiran ini tidak sesuai dengan pikiran orang dewasa, sehingga dikatakan tidak baik. Perlu dialihkan kepada pikiran yang normal. Dalam teori perkembangan jiwa, jalan pikiran dan perasaan anak sebenarnya normal, karena dengan usia belianya. Pikiran lugu anak menerka, menebak situasi yang terjadi sesuai dengan tingkat kematangannya menghasilkan imajinasi yang dianggap tidak normal oleh orang dewasa.

Permadi juga mengatakan setelah membaca beberapa pustaka menyebutkan, bahwa kondisi anak seperti itu merupakan masa keemasan; yaitu masa anak mampu menembus imjasinasi tinggi. Angan dan gagasan bebas anak karena secara harfiah sebagai perkembangan mental dan pikiran anak. The golden age ini tergambarkan dalam lukisan anak. Oleh karenanya, lukisan anak merupakan catatan harian anak, tentang diri dan lingkungannya. Anak mencatat dalam ruang kognisi yang bagus dalam otak anak, dalam teori neurologi kegiatan anak melukis akan menguatkan neurokognitifnya. Maka, para guru manca negara menganggap sangat penting bagi pelatihan kognisi. Kognisi seperti ini dibutuhkan untuk kreativitas di semua bidang. Bidang teknologi perang, teknologi bisnis, teknologi dan teknologi kedokteran pun dibutuhkan pikiran yang out of the box. Semua pikiran dan gerak anak ini terungkap dalam lukisan anak.

Ulah anak yang kreatif ini tidak dimengerti oleh orang tua. Lukisan yang tidak sesuai dengan pikirannya dianggap tidak normal dan perlu digantikan dengan pikiran orang tua, seolah lebih pintar dari anak. Hasil karya yang kurang realis diubahnya menjadi realis sesuai pikiran orang tua. Di sinilah perusak imajinasi anak. Lukisan anak adalah lukisan orang belia yang sesuai dengan tingkat pikiran dan perasaan anak. Viktor Lowenfeld (1976) mengatakan: "lukisan anak itu merupakan pikiran anak dan sekaligus perasaan anak", artinya: apa yang dipikirkan anak adalah apa yang dirasakan anak. Pikiran ana masih menyatu dengan perasaan anak, dan beberapa ahli mengatakan sebagai egoisme positif. Kemampuan yang hebat seorang anak, seperti seorang pelukis besar dikatakan oleh Dario Fo: While drawing I discover what I really want to say (senyampang menggambar, aku menemukan apa yang benar-benar ingin aku katakan). Kenyataan ini kadang disita oleh orang tua, ketika seorang anak sedang melukis, ide dan gagasannya direbut dan digantikan dengan pikirannya. Kini anak hanya sebagai perunut kehendak orang tua. Lukisan yang penuh dengan harapan dan ide yang cemerlang anak disapu bersih dan digantikan dengan pikiran orang tua. Itulah sebenarnya yang terjadi ketika akan diadakan Lomba Lukis Anak. Ide yang nantinya muncul dalam imajinasi anak dirampok oleh orang tua yang tidak paham dengan substansi seni anak.

Judul: Andaikan Semua Krisis Itu Berakhir sebagai orisinalitas lukisan anak mampu mengangkat permasalahan uptodate serta menunjukkan kepekaan rasa terhadap lingkungan. Secara visual, disatukan sapuan kuas, dengan goresan arsir yang mampu memberi nuansa kecakapan berkarya secara dasar hingga menengah. Penyatuan ide ini membedakan dengan karya yang lain, karena ternyata subjek karya adalah formal (dibalik bentuk material). Kemampuan mengolah bentuk dan warna serta teknik merupakan kekuasaan seorang anak berkarya, sekaligus kepiawaiannya berkarya. Jika dilihat dari usia perkembangan pikiran terhadap karya, usia SMP adalah usia pseudorealism (realisme semu). Istilah dilontarkan oleh Lowenfeld (1976) sebagai usia kematangan jiwa namun kesulitan memvisualkan, karena perubahan yang sedang terjadi pada jiwa dan pikiran anak. Jadi, melihat dan sekaligus menjadi juri lukis anak, tidak sekedar melihat karya dari tampilan, namun dari belakang tampilan anak, yaitu usia perkembangan jiwa yang ditampilkan dalam karya.

Lomba lukis diarahkan dengan tema yang kompleks: Climate Change merupakan persoalan kekinian, telah mampu merepresentasikan anak secara variatif. Pernyataan spontan anak dengan ide lingkungan sekitar sampai dengan pikiran menjulang tentang diri dan lingkungannya di masa yang akan datang, sebenarnya adalah kompleksitas masalah. Namun, sangat mudah diungkapkan anak dengan gaya dan visinya. Keunikan kali ini adalah kemampuan anak menyatukan pikiran dan perasaan dengan mengaturnya dalam lukisan, kadang rasa didahulukan dengan emosi warna-warna posteristik, namun bagi yang lebih dewasa dikombinasikan serta dicampurkan menjadi pelangi warna baru. Demikian pula dengan bentuk, sesuai dengan ungkapan Herbert

Read (1962) seni menjadi semacam alat merepresentasikan diri dan lingkungannya. Akhirnya, seni bagi anak adalah bahasa kedua, pikiran menjulangnya, serta keinginan atau harapan anak di masa yang akan datang.

Menurut pandangan A.C. Andre Tanama, seorang dosen yang juga menekuni dunia seni grafis dari masa sekolah bakana pernah terpilih menjadi pelukis di lomba DIY Kyoto tahun 2015, yang juga sebagai kurator  terhadap lomba dan pameran lukis DIY-Kyoto 2024,

Perhelatan Lomba dan Pameran Lukis Anak DIY-Kyoto senantiasa dinanti-nanti. Kegiatan ini termasuk legendaris, menjadi ajang yang prestisius dan penuh arti. Lomba Lukis Anak DIY-Kyoto ini berupaya membuka ruang bermain bagi peserta untuk "bermain-main" di wilayah ide kreatif dalam berkarya. Kendati memberi kesempatan "bermain-main", tapi acara ini dikonsep, dirancang, dan dikelola tidak main-main. Bukan sekadar rutinitas tahunan belaka, acara ini digarap serius oleh Kundha Kabudayan DIY beserta segenap timnya. Ibarat cinta, ini bukanlah cinta monyet atau cinta yang iseng belaka. Bagai cinta, ini adalah cinta yang serius untuk saling menghargai perbedaan dan kebahagiaan yang bersatu, lantas vibrasinya menyebar menjadi energi cinta bagi sekitarnya. Jika pengandaian itu dianggap lebay, biarlah tuduhan atau anggapan itu tertuju pada saya. Setidaknya, itulah yang saya rasakan ketika berhadapan dengan karya-karya lukis anak-anak/para peserta di ajang ini. Ya, saya akui saya merasa cinta. Bukan pula cinta kemarin sore saat gerimis maupun senja, lantaran kerja sama yang dilakukan oleh DIY dan Kyoto di bidang kebudayaan sudah berlangsung lama sekitar 35 tahun lebih lamanya. Hal itu mendorong terus lahirnya insan-insan seni yang kreatif dan berbudaya. Karya-karya yang diciptakan oleh masing-masing anak, baik dari jenjang Taman Kanak- Kanak, Sekolah Dasar, SMP maupun SMA/K, memiliki keberagaman. Setiap anak tidak dituntut atau diarahkan pada keseragaman visual, teknik, maupun gaya. Bahkan Lomba Lukis Anak DIY-Kyoto ini juga memberi ruang luas pada ranah pemikiran dan ide untuk dieksplorasi, bahkan se-"gila-gilanya". Lantas, manakah 'karya yang bagus' dari banyaknya pendekatan visual, teknik, dan gaya yang tampil pada karya-karya lukis anak? Kenapa karya yang ini dipilih, sementara karya yang itu tidak dipilih?

Di setiap lomba, apa pun, pasti ada peringkat. Ada pula kategori kejuaraan, seperti juara 1, 2, 3. Ada juga menang atau kalah. Ada yang senang karena menang, ada yang kecewa atau sedih lantaran belum juara. Namun, apa sesungguhnya menang dan apa itu kalah? Sementara, yang diperlombakan adalah Seni. Sejatinya, dalam perlombaan Seni tidak ada 'yang menang' dan 'yang kalah'. Yang tersisa adalah keberhasilan. Jika terpaksa digunakan istilah 'yang menang' dan 'yang kalah', maka sesungguhnya: baik 'yang menang' maupun 'yang kalah', keduanya telah berhasil. Anak yang menang' telah berhasil menyita perhatian dewan juri dari proses kreatif, pemikiran, dan hasil karyanya. Sementara anak 'yang kalah' justru telah berhasil membuat yang menang jadi pilihan juri. Artinya, 'yang kalah' pun tidak berarti sepenuhnya 'tidak berhasil. Mereka bahkan telah berhasil melatih mental diri untuk berkarya dan berkompetisi. Mereka juga telah berhasil mengeksekusi idenya menjadi sebuah karya seni. Lebih dari itu, bahkan 'yang kalah' sesungguhnya telah berjasa besar untuk membuat 'yang menang menjadi ada. Tanpa ada 'yang kalah', tentu tidak ada yang menang'. Maka, sesungguhnya, 'yang menang' pun semestinya berterima kasih pada 'yang kalah'. Melalui pemikiran seperti itu, maka sebenarnya semua peserta adalah pemenang atas dirinya masing-masing. Mereka semua adalah pemenang atas proses kreatif yang telah di ejawantah seturut kebiasaan dan kekhasan setiap individu. Karakter diri masing-masing anak yang termanifestasi pada setiap karya tak bisa menjadi hal yang baku.

Atas hal itu dan mengingat bahwa ini adalah Seni, maka secara otomatis semua karya adalah bagus/baik. Sampai pada titik ini, saya jadi teringat ucapan Pak Tino Sidin, "Ya, Bagus!". Perlu dipahami bahwa Seni adalah sesuatu yang indah dan baik. Barangkali kerap dijumpai komentar sejenis ini, "Karya itu jelek, kok bisa juara sih?". Belum lagi, biasanya komentar semacam itu berlanjut pada asumsi tidak bertanggung jawab yang mengarah pada tuduhan KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme). Pada akhirnya, yang ada hanyalah "jangan-jangan" yang tidak berdasarkan bukti nyata. Misalnya, "Jangan-jangan jurinya disogok", "Jangan-jangan ada kecurangan dalam penjurian", "Jangan-jangan ada kongkalikong/kerja sama antara panitia, juri, dan peserta tertentu". "Jangan-jangan yang dimenangkan masih saudara atau kenalan si juri", "Jangan- jangan...... dan berbagai "jangan-jangan" lainnya. Secara pribadi, saya akui memang ada kompetisi/perlombaan yang dibumbui dengan intrik dan politik seperti tuduhan itu. Namun, dalam konteks menjuri lomba apapun, termasuk dalam penjurian Lomba Lukis Anak kerjasama DIY-Kyoto ini bersama rekan-rekan juri lain sama sekali berusaha menjalani proses kerja kami secara profesional, jujur, dan dengan niatan baik. Proses pemilihan karya yang dilakukan adalah tanpa melihat identitas (nama peserta, nama sekolah, dan lain-lain). Pun tidak ada kosakata "titipan" dalam kamus kami para dewan juri. Ibarat memilih susu, kami akan lebih memilih susu murni ketimbang susu yang sekadar manis dan tampak kental. Kami memilih karya yang jujur dan murni, bukan memilih yang kenal". Bekal akademik, pengalaman, pengetahuan seni dan pengamatan atas karya seni tidak digunakan secara sembarangan untuk memilih karya dan menjuri. Kendati setiap pribadi juri memiliki selera dan kecenderungan style masing-masing, tetapi secara umum memiliki visi atas estetika yang tidak jauh berbeda Sehingga dalam diskusi dan urun rembug untuk penentuan hasil akhir, para juri terbilang kompak dan memiliki argumentasi yang kuat dalam ranah apresiasi seni.

Saya akan memberikan ilustrasi mengenai pemilihan karya seni versi saya. Untuk masing-masing kategori, tentu tidak bisa memukul rata parameter per karya seni. Sebagai contoh, pada kategori TK dan SD, saya cenderung memilih potensi garis dan bentuk yang unik dan natural. Bagaimana garis itu dibiarkan bebas tanpa ada kekangan, bagi saya itu bisa diamati dan dirasakan. Ada garis yang hidup. Garis yang tidak terpenjara. Garis yang mewakili narasi anak dan menjadi representasi seluk-beluk ide di dalamnya. Selain itu, ihwal komposisi warna serta cara mengaksesnya juga memiliki estetikanya masing-masing. Perihal tersebut, lagi-lagi, tidak bisa dipukul rata dan dipakemkan, lantaran ada greng tertentu yang tidak cukup dibahasakan saja, tetapi perlu juga dirasakan. Agus Dermawan Tantono menyebut greng sebagai istilah khas dari pelukis Widayat untuk menandai lukisan-lukisan yang memiliki optimasi ekspresi, teknik perwujudan, getaran, serta keluasan imajinasi dan fantasi. Lukisan-lukisan yang saya pilih mengandung apa yang disebut "greng" itu. Dengan demikian, apakah garis yang seperti corat-coretan kacau dianggap jelek? Tentu tidak. Apakah warna yang belang- belang tidak rata dianggap tidak serius dan gagal? Tentu tidak. Apakah menyisakan banyak bidang putih kertas dianggap tidak layak? Belum tentu. Sebaliknya, apakah warna yang bagus adalah warna yang gradasi halus? Eh, tunggu dulu. Bisa iya, tetapi itu bukan satu-satunya. Apakah bentuk yang jelas dan proporsional adalah yang ideal? Ini pun belum tentu, karena ideal itu akan berbeda satu sama lain, dalam perspektif apa, dan sebagainya. Atas keseluruhan itu artinya pada ranah estetika tidak ada si paling benar. Semua memiliki kebenaran dan kebaikannya masing-masing. Atas keberagaman perbedaan pandangan, pilihan, dan penilaian karya seni seyogianya tetap saling menghargai dan saling menghormati. Dengan demikian, sang jawara tidak merasa jemawa. Sebaliknya, yang belum menjadi juara, janganlah kecewa, tetap semangat dan tidak mudah mengeluh. Percayalah, ketika sudah berani ikut lomba itu berarti kalian tetap berhasil membangun mental lebih tangguh. Hal itu akan tetap menjadi pengalaman bernilai di kemudian hari. Kepada anak-anak semua, teruslah berkarya, karena yang terbaik akan tiba.  "Kemenangan terbesar itu bukan karena kita tidak pemah kalah, tetapi ketika kita bisa bangkit dari setiap kekalahan." Confucius

 Pameran Lukis DIY-Kyoto 2024 berlangsung sejak 21-27 Oktober 2024, di Bentara Budaya Yogyakarta ini menyajikan tiga terbaik dari jenjang TK, tiga terbai dari jenjang SD, tiga terbaik dari jenjang SMP, tiga terbaik dari jenjang SMA/SMK , serta sembilan belas karya Nominasi dari berbagai jenjang dan tidak hanya karya lomba lukis se DIY  pameran ini juga menghadirkan lima belas karya lukis Kyoto dari  Jepang. 

Berita Terpopuler


...
Siklus Air: Definisi, Proses, dan Jenis Siklus Air

by museum || 04 Juli 2023

Air merupakan salah satu sumber daya alam yang diperlukan untuk kelangsungan hidup makhluk hidup di bumi. Untungnya, air adalah sumber daya alam terbarukan. Proses pembaharuan air berlangsung dalam ...


...
Batik Kawung

by museum || 02 Juni 2022

Batik merupakan karya bangsa Indonesia yang terdiri dari perpaduan antara seni dan teknologi oleh leluhur bangsa Indonesia, yang membuat batik memiliki daya tarik adalah karena batik memiliki corak ...


...
Raden Ayu Lasminingrat Tokoh Intelektual Pertama

by museum || 24 Oktober 2022

Raden Ayu Lasminingrat terlahir dengan nama Soehara pada than 1843, merupakan putri seorang Ulama/Kyai, Penghulu Limbangan dan Sastrawan Sunda, Raden Haji Muhamad Musa dengan Raden Ayu Ria. Lasmi ...


...
Pahlawan Perintis Pendidikan Perempuan Jawa Barat Raden Dewi Sartika (1884-1947)

by museum || 24 Mei 2022

Raden Dewi Sartika dilahirkan tanggal 4 Desember 1884 di Cilengka, Jawa Barat, puteri Raden Somanagara dari ibu Raden Ayu Rajapermas. Dewi Sartika menumpuh Pendidikan di Cicalengka. Di sekolah ia ...


...
Limbah Industri: Jenis, Bahaya dan Pengelolaan Limbah

by museum || 18 September 2023

Limbah merupakan masalah besar yang dirasakan di hampir setiap negara. Jumlah limbah akan semakin bertambah seiring berjalannya waktu. Permasalahan sampah timbul dari berbagai sektor terutama dari ...



Berita Terkait


...
Inilah Sabda Tama Sultan HB X

by admin || 11 Mei 2012

YOGYA (KRjogja.com) - Sabda tama yang disampaikan oleh Raja Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Sri Sultan HB, secara lugas menegaskan akan posisi tawar Kraton dan Pakualaman dalam NKRI. Sabda tama ini ...


...
Permasalahan Pakualaman Juga Persoalan Kraton

by admin || 11 Mei 2012

YOGYA (KRjogja.com) - Kerabat Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, KRT Hadi Jatiningrat menafsirkan sabda tama Sri Sultan Hamengku Buwono X, sebagai bentuk penegasan bahwa persoalan yang menyangkut ...


...
PENTAS TEATER 'GUNDALA GAWAT'

by admin || 18 Juni 2013

"SIFAT petir itu muncul secara spontan, mendadak, tidak memilih sasaran. Beda dengan petir yang di lapas Cebongan. Sistemik, terkendali," ujar Pak Petir.Pernyataan tersebut lalu dikomentari super ...





Copyright@2025

Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Daerah Istimewa Yogyakarta