by ifid|| 24 Oktober 2024 || || 3 kali
Sumbu Filosofi Yogyakarta diterima penuh tanpa sanggahan dan tercatat dalam daftar warisan dunia UNESCO dengan nama “The Cosmological Axis of Yogyakarta and its Historic Landmarks”. Konsep tata ruang sumbu filosofi tersebut berdasarkan konsepsi Jawa dengan struktur jalan lurus yang membentang antara Panggung Krapyak di selatan, Keraton Yogyakarta di tengah, dan Tugu Yogyakarta di utara.
Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) DIY melalui Balai Pengelola Kawasan Sumbu Filosofi, tak henti-hentinya menunjukkan dedikasinya untuk menjaga kelestarian warisan budaya, terutama Sumbu Filosofi yang kini telah diakui sebagai warisan dunia oleh UNESCO. Dengan semangat yang sama, pada tanggal 23 dan 24 Oktober 2024, BPKSF Disbud DIY menggelar pelatihan Heritage Impact Assessment atau HIA. Pelatihan dua hari ini dirancang untuk memperkuat pemahaman tentang pelestarian budaya bagi para peserta yang terdiri dari Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemerintahan Daerah DIY dan pihak Keraton Yogyakarta.
Dalam sambutannya, Cahyo Widayat, Sekretaris Dinas Kebudayaan DIY, menegaskan pentingnya penerapan Analisis Dampak Pusaka atau Heritage Impact Assessment (HIA) sebagai salah satu poin utama dalam 7 rekomendasi UNESCO. Menurutnya, penerapan HIA tidak hanya soal membangun sistem yang efektif, tetapi juga mempersiapkan sumber daya manusia dan meningkatkan kapasitas terkait HIA untuk menjamin kelestarian warisan budaya. Langkah-langkah yang telah diambil, lanjut Cahyo, meliputi penyusunan Panduan Analisis Dampak pada Warisan Budaya, penetapan Peraturan Gubernur Nomor 44 Tahun 2022, serta penyelenggaraan pelatihan HIA pada tahun 2023. Semua ini, katanya, adalah bagian dari komitmen untuk menjaga dan melestarikan pusaka budaya DIY yang telah diakui UNESCO.
Cahyo kemudian melanjutkan penjelasannya, “Pada pelatihan HIA tahun 2023, peserta utamanya adalah OPD Pemda DIY, Pemkot Yogyakarta, dan Pemkab Bantul, dengan fokus pada materi screening dan scoping. Namun, tahun ini, pelatihan HIA lebih spesifik diarahkan kepada OPD Pemda DIY dan Keraton Yogyakarta, yang saat ini tengah melaksanakan proyek pembangunan di Kawasan Sumbu Filosofi. Selain itu, pelatihan ini juga mengikutsertakan ikatan tenaga ahli profesional serta pihak ketiga pelaksana HIA dari RS PKU Muhammadiyah dan Stasiun Yogyakarta yang juga sedang dalam proses pembangunan.” Beliau juga menambahkan bahwa materi pelatihan tahun 2024 ini mendalami analisis dampak pada cagar budaya, pengolahan data, serta strategi mitigasi. “Harapan kami, melalui pelatihan ini, pemahaman dalam menerapkan HIA akan semakin kokoh, sehingga pelestarian kawasan warisan dunia Sumbu Filosofi Yogyakarta dapat terus terjaga di tengah dinamika pembangunan yang ada,” ujar Cahyo penuh harap.
Kajian Dampak Cagar Budaya, atau Heritage Impact Assessment (HIA), adalah upaya menyeluruh untuk memprediksi, mengidentifikasi, mengevaluasi, dan menyampaikan potensi dampak dari usulan kebijakan, proyek, atau pembangunan terhadap nilai penting serta atribut dari cagar budaya. Melalui kajian ini, setiap perubahan yang dapat mempengaruhi kelestarian budaya dapat dianalisis secara menyeluruh. Hasil dari kajian ini kemudian dijadikan landasan dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan dengan tujuan untuk mencegah dampak negatif dan memaksimalkan dampak positif.
Contoh pentingnya penerapan HIA terlihat ketika Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) berencana membangun jembatan layang untuk penyeberangan pejalan kaki dalam upaya interpretasi budaya di kawasan sekitar Candi Pawon. Saat itu, proyek konstruksi justru menemukan struktur kuno yang belum diketahui secara pasti, yang berada di dekat candi tersebut. Dalam situasi seperti ini, HIA sangat penting untuk memastikan bahwa nilai-nilai penting cagar budaya, termasuk struktur yang baru ditemukan, dapat tetap terjaga. HIA dapat membantu mengidentifikasi dampak yang mungkin timbul akibat pembangunan terhadap struktur kuno tersebut, sekaligus merekomendasikan langkah-langkah mitigasi agar pembangunan dapat berjalan tanpa merusak nilai sejarah dan budaya yang ada.
Pada dasarnya, HIA bertujuan untuk mengelola perubahan dengan cara melindungi kelestarian nilai penting yang ada di situs cagar budaya. Dengan metode ini, potensi ancaman terhadap cagar budaya dapat dikenali lebih awal, sehingga solusi mitigasi yang tepat dapat dirumuskan. Ini tidak hanya berfungsi sebagai langkah pencegahan, tetapi juga untuk memastikan bahwa pembangunan atau kegiatan yang direncanakan dapat berjalan selaras dengan pelestarian warisan budaya.
Khaerunnisa, salah satu narasumber dalam pelatihan tersebut, menekankan bahwa tujuan dari Heritage Impact Assessment (HIA) bukanlah untuk menghalangi proses pembangunan. “Sekali lagi dijelaskan bahwa tujuan HIA bukan untuk menghalangi pembangunan, tetapi untuk mencari keseimbangan antara pembangunan dan pelestarian. Dengan demikian, orang-orang bisa mendapatkan manfaat dari adanya cagar budaya itu,” ujarnya. Pesan ini menggarisbawahi pentingnya integrasi antara upaya pelestarian warisan budaya dan kebutuhan untuk melanjutkan pembangunan, sehingga keduanya dapat berjalan beriringan demi kepentingan masyarakat.
Nisa juga menyampaikan, “Yang dilakukan bukan mencegah perubahan, melainkan manajemen perubahan agar pembangunan yang terjadi bisa kita kelola risikonya. Kita berusaha meminimalkan risiko sekecil mungkin untuk cagar budaya, karena jika cagar budaya hilang, nilainya juga hilang. Kota kita akan menjadi kota yang biasa saja, tanpa nilai-nilai yang menarik perhatian orang banyak untuk mengunjunginya.” Pernyataan ini memberitahu pentingnya menjaga cagar budaya dalam konteks pembangunan, agar kota tetap memiliki daya tarik yang unik dan berharga bagi masyarakat dan pengunjung.
Tahapan dalam Heritage Impact Assessment (HIA) melibatkan beberapa langkah penting yang dikerjakan oleh berbagai pihak, mulai dari otoritas hingga pelaksana HIA. Pertama, otoritas melakukan penyaringan, pelingkupan, dan penunjukan. Setelah itu, pemrakarsa terlibat dalam penempatan nilai. Kemudian pelaksana HIA melaksanakan tahapan analisis yang mencakup baseline, identifikasi ancaman, dan simulasi dampak Selanjutnya, dilakukan evaluasi tingkat dampak. Kemudian melakukan mitigasi dan opsi no development. Terakhir, pelaksana HIA menyiapkan laporan, pemantauan dan evaluasi. (Sherina/fit)
by museum || 04 Juli 2023
Air merupakan salah satu sumber daya alam yang diperlukan untuk kelangsungan hidup makhluk hidup di bumi. Untungnya, air adalah sumber daya alam terbarukan. Proses pembaharuan air berlangsung dalam ...
by museum || 02 Juni 2022
Batik merupakan karya bangsa Indonesia yang terdiri dari perpaduan antara seni dan teknologi oleh leluhur bangsa Indonesia, yang membuat batik memiliki daya tarik adalah karena batik memiliki corak ...
by museum || 24 Oktober 2022
Raden Ayu Lasminingrat terlahir dengan nama Soehara pada than 1843, merupakan putri seorang Ulama/Kyai, Penghulu Limbangan dan Sastrawan Sunda, Raden Haji Muhamad Musa dengan Raden Ayu Ria. Lasmi ...
by museum || 12 September 2022
Malahayati adalah salah seorang perempuan pejuang yang berasal dari Kesultanan Aceh. Sebagai perempuan yang berdarah biru, pda tahun 1585-1604, ia memegang jabatan Kepala Barisan Pengawal Istana ...
by museum || 24 Mei 2022
Raden Dewi Sartika dilahirkan tanggal 4 Desember 1884 di Cilengka, Jawa Barat, puteri Raden Somanagara dari ibu Raden Ayu Rajapermas. Dewi Sartika menumpuh Pendidikan di Cicalengka. Di sekolah ia ...
by admin || 11 Mei 2012
YOGYA (KRjogja.com) - Sabda tama yang disampaikan oleh Raja Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Sri Sultan HB, secara lugas menegaskan akan posisi tawar Kraton dan Pakualaman dalam NKRI. Sabda tama ini ...
by admin || 11 Mei 2012
YOGYA (KRjogja.com) - Kerabat Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, KRT Hadi Jatiningrat menafsirkan sabda tama Sri Sultan Hamengku Buwono X, sebagai bentuk penegasan bahwa persoalan yang menyangkut ...
by admin || 18 Juni 2013
"SIFAT petir itu muncul secara spontan, mendadak, tidak memilih sasaran. Beda dengan petir yang di lapas Cebongan. Sistemik, terkendali," ujar Pak Petir.Pernyataan tersebut lalu dikomentari super ...