by ifid|| 06 November 2024 || || 23 kali
Seratus Kalurahan/Kelurahan Budaya, Sukses di pentaskan di tahun 2024. Pentas Seni Kalurahan/Kelurahan Budaya merupakan pergelaran kebudayaan yang komunikatif dan menarik, yang dikemas dengan unsur koreografi sehingga masyarakat dapat menikmati, menghayati, dan mengapresiasinya. Tahun ini, pentas mengusung tema “Purnèng Gati,” yang berasal dari ungkapan “Purna ing Gati” dalam bahasa Jawa. Dalam istilah ini, "gati" berarti tindakan atau kegiatan, sedangkan “purna” berarti selesai, sehingga “Purnèng Gati” melambangkan akhir dari suatu kegiatan dalam sebuah tahap atau fase. Harapannya, Pentas Seni Desa Budaya Selasa Wagen dapat terus berlangsung secara berkelanjutan, menjadi awal yang mengantarkan kegiatan budaya dari satu tahap ke tahap berikutnya.
Pentas Seni Kalurahan/Kelurahan Budaya “Selasa Wagen” kembali digelar pada Selasa, 29 Oktober 2024, di Taman Budaya DIY, Jl. Sriwedani No. 1, Ngupasan, Kec. Gondomanan, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai penutup rangkaian kegiatan Selasa Wagen tahun ini. Pentas Seni Kaluruhan Budaya Selasa Wage kembali diikuti oleh perwakilan dari 14 kalurahan budaya.
Dra. Y. Eni Lestari R., Kepala Bidang Pemeliharaan dan Pengembangan Atlas, dengan hangat menyampaikan bahwa pada Selasa Wage, 29 Oktober 2024, Dinas Kebudayaan DIY bersama 100 desa budaya berkumpul untuk merayakan Pentas Selasa Wage. Tahun ini, katanya, Dinas Kebudayaan DIY sudah menggelar pentas ini sebanyak tujuh kali, dan acara hari itu menjadi penutup dari rangkaian panjang perhelatan yang dirancang untuk memunculkan potensi seni dari masing-masing kelurahan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam setiap acara, Eni menuturkan, mereka menampilkan beragam ekspresi seni yang tak hanya memperlihatkan keindahan budaya, tetapi juga menggarisbawahi pentingnya regenerasi untuk menjaga keberlanjutan kesenian lokal.
Eni juga menjelaskan bahwa dalam Pentas Selasa Wage, potensi UMKM, kerajinan, dan kuliner khas tiap daerah diangkat untuk semakin dikenal oleh masyarakat luas. Lewat acara ini, ia berharap tak hanya seni yang bisa terus hidup, tetapi juga kesejahteraan masyarakat yang terlibat dalam UMKM dan kerajinan bisa meningkat. Dengan visi yang besar, Eni berharap upaya yang mereka lakukan akan menjadi tuntunan bagi masyarakat dalam menciptakan dampak ekonomi, kesejahteraan, dan apresiasi seni yang lebih tinggi bagi Yogyakarta di masa depan.
Empat belas kalurahan yang turut berpartisipasi dalam penutupan acara Selasa Wagen ini adalah Kalurahan Salamrejo, Banjarharjo, dan Hargorejo dari Kulon Progo; Kalurahan Kemadang, Semin, dan Jerukwudel dari Gunungkidul; Kalurahan Margodadi dan Pandowoharjo dari Sleman; Kalurahan Gadingsari, Sitimulyo, Srimulyo, dan Selopamioro dari Bantul; serta Kalurahan Prenggan dan Gedongkiwo dari Yogyakarta. Kehadiran mereka memperkaya ragam ekspresi seni dan budaya yang dipersembahkan dalam acara ini, mencerminkan semangat kebudayaan dari berbagai wilayah di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Penutupan Pentas Seni Desa Budaya “Selasa Wagen” tahun 2024 dibuka dengan penampilan memukau dari Kalurahan Margodadi, Kabupaten Sleman, yang membawakan "Jathilan Kreasi Putro Laras Budaya." Tarian ini menggambarkan keperkasaan seorang prajurit berkuda yang sedang melakukan latihan perang (gladen). Para penari dengan gerak-gerik sigap merepresentasikan kesiapan para prajurit dalam menghadapi medan perang, menampilkan gerakan gagah sambil membawa pedang. Prajurit-prajurit perempuan turut serta dengan membawa panji-panji, yang dalam peperangan berfungsi sebagai tanda pengenal, titik berkumpul, dan simbol komando bagi pasukan. Kalurahan Margodadi tidak hanya menyajikan pertunjukan seni, tetapi juga memperkenalkan berbagai produk kerajinan khas di stan mereka. Di antaranya terdapat batik Sri Huning, batik Yuyu Kencana, ecoprint Madisey, serta kuliner menarik seperti olahan lele (basreng lele dan amplang lele), abon itik dan abon lele, slondok, dan kudapan kedelai goreng.
Penampilan kedua dari Kalurahan Kemadang, Kabupaten Gunung Kidul, menghadirkan sendratari berjudul “Babat Kemadang.” Tarian ini mengisahkan perjuangan Prabu Brawijaya yang dihadang oleh makhluk jahat bernama Wong Ireng saat memasuki wilayah Kemadang. Dalam cerita ini, Prabu Brawijaya harus berhadapan dengan sekelompok makhluk serba hitam yang berusaha menghalangi perjalanannya. Dengan kekuatan dan kesaktiannya, Prabu Brawijaya akhirnya berhasil menaklukkan mereka. Sebagai tanda tunduk, Wong Ireng diberi tugas menjaga keamanan dan ketenteraman wilayah pesisir selatan. Hingga kini, Wong Ireng digambarkan selalu berlatih ketangkasan demi melindungi wilayah tersebut. Selain pertunjukan seni, Kalurahan Kemadang juga menampilkan beragam produk kerajinan dan kuliner khas di stan mereka, mulai dari batik Segara Mukti, batik ecoprint, hingga kerajinan seperti tas, cenderamata gelang, dan kalung. Pengunjung juga dapat menikmati kuliner unik, seperti aneka hidangan seafood, kerupuk rumput laut, makanan ringan berbahan ulva jaya (rumput laut), serta beragam jamu tradisional instan.
Penampilan ketiga dari Kalurahan Salamrejo, Kabupaten Kulon Progo, menghadirkan Reog Wayang bertajuk “Kumbokarno Gugur,” yang menceritakan kisah heroik Kumbokarno, raksasa berjiwa luhur yang setia membela tanah kelahirannya. Dalam fragmen ini, pasukan kera dan prajurit panah di bawah komando Laksamana bersiap menghadapi Kumbokarno dalam barisan tempur yang gagah. Namun, kekuatan Kumbokarno membuat mereka kewalahan, hingga Prabu Rama pun harus turun ke medan laga untuk menghadapi sang raksasa. Selain pertunjukan seni, Kalurahan Salamrejo juga memamerkan kerajinan dan kuliner khas di stan mereka. Produk-produk yang ditampilkan antara lain Rajut Serat Alam, makanan tradisional seperti Geblek, Besengek Tempe, Binggel, Cemplon, Tempe, Dhele, Bakpia, Wingko, minuman jamu, hingga Puding Jagung, memperkaya acara dengan cita rasa khas daerah.
Penampilan keempat dari Kalurahan Semin, Kabupaten Gunung Kidul, menghadirkan tarian “Mbarang Tayub,” sebuah karya yang terinspirasi dari kesenian tradisional Ledhek Barangan, yang hampir punah di wilayah tersebut. Tarian ini mengusung konsep ritual tolak bala yang diwakili oleh gerak penari Ledhek, dengan harapan memperkaya kreativitas gaya khas Ledhek Semin dan memberikan daya tarik bagi generasi milenial serta masyarakat setempat. Dalam tarian ini terkandung makna agar seni Tayub tetap guyub, berkelanjutan, membawa kesejahteraan, serta sebagai wujud syukur kepada Gusti Allah. Di stan mereka, Kalurahan Semin juga menampilkan berbagai produk kerajinan dan kuliner khas, seperti Otok-otok, Seruling, Gasing, dan aneka permainan anak dari bambu yang telah diekspor hingga ke luar negeri. Kuliner khasnya mencakup ramuan Jejamuan Herbal, seperti Jahe Merah, Kunyit Asam, produk unggulan Porwoceng, aneka keripik, kemasan produk olahan, dan Tiwul Instan, memperlihatkan potensi lokal yang kaya dan beragam.
Penampilan kelima dari Kalurahan Gedongkiwo, Kota Yogyakarta, menghadirkan Langen Sekar dengan lakon “Nemu.” Cerita ini mengisahkan Yuyu Kangkang, sosok kepiting besar yang membantu para Klething menyeberangi sungai dalam perjalanan menuju sayembara Ande-ande Lumut, namun akhirnya dikalahkan oleh Klething Kuning. Ketika Klething Kuning menolak bantuannya, Yuyu Kangkang menyerangnya, hingga pertarungan pun terjadi di tepi sungai. Yuyu Kangkang yang kalah akhirnya terseret arus dan terluka di bebatuan. Burung-burung yang sedang menikmati waktu mereka terkejut melihat Yuyu Kangkang yang terluka dan dengan penuh kasih sayang memutuskan untuk merawatnya. Meskipun sembuh, Yuyu Kangkang awalnya lupa berterima kasih. Hal ini membuat Elang, sang raja hutan, marah dan menundukkan Yuyu Kangkang, sementara burung-burung memberinya nasihat bijak. Setelah menyadari kesalahannya, Yuyu Kangkang berubah menjadi makhluk yang lebih baik dan kembali ke sungai dengan tekad menjaga kelestariannya. Di stan Kalurahan Gedongkiwo, berbagai produk kerajinan dan kuliner khas turut dipamerkan, seperti kerajinan kulit, rajut, dan batik. Untuk kuliner, tersedia beragam jajanan pasar tradisional, aneka jenang, dan jamu tradisional, yang menunjukkan kekayaan budaya lokal yang terus dilestarikan.
Penampilan keenam dari Kalurahan Pandowoharjo, Kabupaten Sleman, menampilkan orkestra Waniwirang dengan lagu berjudul “Yogyakarta.” Lagu ini mengisahkan tentang Yogyakarta sebagai kota yang aman dan nyaman untuk para wisatawan. Selain dikenal sebagai Kota Pelajar dan Kota Budaya, Yogyakarta memiliki beragam potensi kuliner dan pariwisata yang tersebar di berbagai kabupaten, mengundang orang untuk kembali berkunjung. Keramahan masyarakat Yogyakarta menjadi daya tarik tersendiri, membuat wisatawan merasa diterima dan nyaman selama berada di sana. Di stan Kalurahan Pandowoharjo, pengunjung juga dapat menikmati berbagai produk kerajinan khas, seperti batik, lukisan, pahatan kayu, pot sepet, sablon, dan bonsai kelapa. Untuk kuliner, tersedia sajian tradisional seperti Gethuk Madu, aneka jenang, basreng, berbagai macam jamur, wedang seruni, jamu tradisional Bejamu, dan lupis yang semuanya memperkaya pengalaman budaya Yogyakarta bagi para pengunjung.
Penampilan ketujuh dari Kalurahan Gadingsari, Kabupaten Bantul, menyajikan kisah heroik dalam lakon "Anoman Obong." Cerita dimulai dengan Jatayu, yang, saat terbang di atas hutan, melihat Dewi Sinta diculik oleh Rahwana. Jatayu pun segera mencoba menyelamatkan Dewi Sinta, namun ia harus berhadapan dengan Rahwana dalam sebuah pertempuran sengit. Sementara itu, dengan semangat membara, Anoman menerima perintah dari Prabu Rama untuk mencari Dewi Sinta. Mendapatkan petunjuk dari Jatayu, Anoman akhirnya menemukan Dewi Sinta di Kerajaan Alengka. Dari balik tembok taman keputren Alengka, Anoman mendekati Dewi Sinta, menunjukkan cincin yang dititipkan oleh Prabu Rama sebagai tanda. Dewi Sinta mengenali Anoman sebagai utusan Rama. Tak lama kemudian, para prajurit Indrajit panik ketika Anoman muncul dari kobaran api yang tak mampu membakarnya. Anoman pun mengamuk, melawan seluruh pasukan Indrajit, dan membumi-hanguskan Alengka. Setelah berhasil, Anoman membawa kabar tentang Dewi Sinta kepada Prabu Rama. Di stan Kalurahan Gadingsari, pengunjung juga dapat menikmati berbagai produk kerajinan khas, seperti gapura dari bahan sepet, berbagai kerajinan dari enceng gondok seperti tas, topi, dan cup lampu, serta batik tulis dan kain sibori. Produk budaya lain seperti jaran kepang, egrang, dan egrang batok turut dipamerkan. Untuk kuliner, tersedia minuman jamu tradisional, emping garut, keripik bakso, keripik jamur, telur asin, slondok, peyek kacang, adrem, dan apem.
Penampilan kedelapan dari Kalurahan Selopamioro, Kabupaten Bantul, menyuguhkan Tari "Guyub Rukun." Di bawah langit cerah, warga Pedukuhan Kajor Kulon berlatih tari dan karawitan, berbaur dalam semangat kebersamaan. Anak-anak, remaja, hingga orang tua semuanya berpartisipasi, menciptakan suasana yang ramai dan penuh keakraban. Mereka bersama-sama mempelajari gendhing dan tarian, memupuk semangat saling mendukung demi kemajuan desa mereka. “Guyub Rukun” adalah wujud dari kebersamaan dan gotong royong masyarakat Pedukuhan Kajor Kulon dalam mengembangkan potensi dan budaya lokal mereka. Selain menampilkan seni pertunjukan, Kalurahan Selopamioro juga memamerkan produk-produk UMKM lokal. Di stan mereka, terdapat berbagai makanan khas seperti telo beku, aneka keripik dari bahan lokal seperti jamur, pisang, ketela, serta rengginang dan bakpia. Juga tersedia cemilan unik seperti daun talok dan pare, peyek dakon, serta produk-produk kerajinan seperti batik dengan motif khas kembang lombok dan kembang kates. Hampir setiap pedukuhan dari 18 pedukuhan yang ada memproduksi makanan lokal ini, mencerminkan semangat gotong royong untuk memperkenalkan dan melestarikan kekayaan budaya lokal mereka.
Penampilan kesembilan dari Kalurahan Banjarharjo, Kabupaten Kulon Progo, menghadirkan pertunjukan "Jathilan Jangguk Bro." Jathilan, salah satu kesenian yang paling berkembang di Kalurahan Banjarharjo, menjadi pilihan untuk pementasan Selasa Wagen kali ini. Dengan kreativitas yang segar, Kalurahan Mandiri Budaya Banjarharjo berkolaborasi dengan Kelompok Seni Tegal Wiromo Laras dari Padukuhan Salam Tegal Banjarharjo, sebuah kelompok yang baru berdiri pada tahun 2023. Jathilan kali ini diperkaya dengan elemen Tari Angguk dan Kubrosiswo, menciptakan perpaduan yang unik. Hal ini mencerminkan lokasi geografis Banjarharjo yang berada di perbatasan Kulon Progo dengan Kabupaten Magelang dan Kabupaten Sleman, memungkinkan pengaruh budaya dari wilayah sekitarnya. Musiknya yang berirama khas menambah daya tarik pertunjukan, meskipun fokus utamanya tetap pada gerakan Jathilan, menghadirkan hiburan yang segar dan mengundang senyum penonton. Di stan Kalurahan Banjarharjo, pengunjung dapat menemukan kerajinan lokal yang beragam, seperti kerajinan perca, produk bambu, lampu hias, jaran kepang, dan batik. Ada pula kerajinan kostum pentas, bunga hias, karya serat alam, hingga produk daur ulang dari limbah plastik. Dalam hal kuliner, Banjarharjo menawarkan Slondok atau Lanthing aneka rasa yang terbuat dari singkong, produk buah unggulan seperti durian dan buah naga, serta camilan menarik seperti olahan cokelat 12 rasa dan keripik daun pegagan.
Penampilan kesepuluh dari Kalurahan Jerukwudel, Kabupaten Gunungkidul, mempersembahkan kelompok campursari dengan nama "Jagadita." Cerita berawal dari para remaja di Jerukwudel yang memiliki kecintaan terhadap musik modern dan tradisional, yang akhirnya mendorong mereka untuk mendalami dan mengembangkan bakat di genre musik campursari. Sejak didirikan, kelompok Campursari Jagadita sering tampil di berbagai acara, seperti pentas Rasulan dan hajatan, membawa semangat dan harapan kesejahteraan bagi para anggotanya. Nama "Jagadita," yang berarti "kesejahteraan dunia," dipilih dengan harapan agar seni musik ini dapat membawa kesejahteraan bagi remaja Jerukwudel. Di stan Kalurahan Jerukwudel, berbagai kuliner tradisional khas turut dipamerkan, seperti Bendrat, Ampyang, Legondo, Tape, Jenang Gendrul, Wingko Babat, Donat, dan Enting-enting. Selain itu, kerajinan khas Batik Jeruk yang diperagakan dalam fashion show batik menjadi daya tarik tersendiri, memamerkan kreativitas lokal yang terus berkembang.
Penampilan kesebelas dari Kalurahan Sitimulyo, Kabupaten Bantul, menampilkan “Jathilan Ki Ageng Keruntungan.” Pertunjukan ini terinspirasi dari naskah “Babat Tanah Jawi”, yang menceritakan tentang para prajurit Mataram yang dipimpin oleh Ki Ageng Karutangan saat hendak membuka hutan di wilayah Kedu. Sebelum memulai pembukaan hutan, para prajurit terlebih dahulu menjalani seleksi untuk menemukan prajurit-prajurit tangguh yang mampu menyelesaikan tugas dengan baik, terutama dalam menghadapi bahaya. Selain pertunjukan seni, Kalurahan Sitimulyo juga memamerkan berbagai produk khas di stan mereka, seperti kerajinan Jumputan, Ecoprint, kue kering, keripik waluh, dan minuman lidah buaya.
Penampilan kedua belas dari Kalurahan Hargorejo, Kabupaten Kulon Progo, menampilkan “Oglek Kridha Niskalarasa.” Pertunjukan ini menceritakan kisah pasukan satria berkuda yang dipimpin oleh Onclong dalam menghadapi Singo Lodro dan pasukannya di sebuah wilayah yang dikenal sebagai daerah angker. Dengan semangat dan keberanian, pasukan satria berkuda berusaha menaklukkan Singo Lodro untuk menguasai wilayah tersebut, menghapuskan kesan angker, dan membawa ketenangan. Pertunjukan ini merupakan kolaborasi dari berbagai seni tradisional seperti jathilan Jawa, pentul bejer, onclong sebagai bagian dari incling, dan iringan gamelan Jawa. Selain penampilan seni, Kalurahan Hargorejo juga menampilkan beragam kerajinan khas, seperti Gandewa dan Jemparingan (panahan tradisional), kerajinan bambu, batik, dan genteng. Untuk kuliner, mereka menawarkan wedang rempah merah, kopi Kalapan, wingko, olahan gula semut, geblek, dan besengek sebagai sajian tradisional.
Penampilan ketiga belas dari Kalurahan Srimulyo, Kabupaten Bantul, menampilkan pertunjukan “Jathilan Warok Surotanu Penet Ngraman.” Cerita ini berkisah tentang bumi yang berguncang akibat ulah Warok Surotanu Penet, seorang tokoh sakti yang gemar menebarkan api peperangan. Kesaktian dan ilmu kanuragan yang dimiliki Warok Surotanu Penet disalahgunakan untuk menciptakan kekacauan. Sosok yang akhirnya mampu menaklukkannya adalah Warok Surodipoyo, murid seperguruan yang juga memiliki ilmu kanuragan mumpuni. Selain pertunjukan seni, Kalurahan Srimulyo menampilkan berbagai produk khas, termasuk kerajinan , kerajinan rotan, batik dengan pola daun kelor, dan kuliner khas seperti gudeg manggar dan emping gecek.
Penampilan penutup Pentas Seni Desa Budaya “Selasa Wagen” berasal dari Kalurahan Prenggan, Kota Yogyakarta, yang menampilkan drama tari berjudul “Smaradahana.” Drama tari ini mengisahkan perjalanan dramatis yang menggabungkan unsur cerita, gerakan tari, dan iringan musik yang khas. Dengan tema yang kuat dan penuh makna, pertunjukan ini menutup rangkaian acara dengan memperlihatkan kebesaran seni dan budaya Yogyakarta. Pentas Seni Desa Budaya “Selasa Wagen” ini dihadiri oleh para penonton yang mendukung perwakilan kabupatennya masing-masing. Setiap kabupaten yang berpartisipasi membawa semangat dan kebanggaan lokal, menciptakan atmosfer yang penuh antusiasme. Penonton memberikan dukungan yang luar biasa kepada penampilan dari kalurahan-kalurahan yang terlibat, memperlihatkan semangat kebersamaan dan kebanggaan atas warisan budaya mereka. Kehadiran mereka turut menambah kemeriahan acara, menjadikan setiap pertunjukan lebih hidup dan berarti.
by museum || 04 Juli 2023
Air merupakan salah satu sumber daya alam yang diperlukan untuk kelangsungan hidup makhluk hidup di bumi. Untungnya, air adalah sumber daya alam terbarukan. Proses pembaharuan air berlangsung dalam ...
by museum || 02 Juni 2022
Batik merupakan karya bangsa Indonesia yang terdiri dari perpaduan antara seni dan teknologi oleh leluhur bangsa Indonesia, yang membuat batik memiliki daya tarik adalah karena batik memiliki corak ...
by museum || 24 Oktober 2022
Raden Ayu Lasminingrat terlahir dengan nama Soehara pada than 1843, merupakan putri seorang Ulama/Kyai, Penghulu Limbangan dan Sastrawan Sunda, Raden Haji Muhamad Musa dengan Raden Ayu Ria. Lasmi ...
by museum || 12 September 2022
Malahayati adalah salah seorang perempuan pejuang yang berasal dari Kesultanan Aceh. Sebagai perempuan yang berdarah biru, pda tahun 1585-1604, ia memegang jabatan Kepala Barisan Pengawal Istana ...
by museum || 24 Mei 2022
Raden Dewi Sartika dilahirkan tanggal 4 Desember 1884 di Cilengka, Jawa Barat, puteri Raden Somanagara dari ibu Raden Ayu Rajapermas. Dewi Sartika menumpuh Pendidikan di Cicalengka. Di sekolah ia ...
by admin || 11 Mei 2012
YOGYA (KRjogja.com) - Sabda tama yang disampaikan oleh Raja Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Sri Sultan HB, secara lugas menegaskan akan posisi tawar Kraton dan Pakualaman dalam NKRI. Sabda tama ini ...
by admin || 11 Mei 2012
YOGYA (KRjogja.com) - Kerabat Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, KRT Hadi Jatiningrat menafsirkan sabda tama Sri Sultan Hamengku Buwono X, sebagai bentuk penegasan bahwa persoalan yang menyangkut ...
by admin || 18 Juni 2013
"SIFAT petir itu muncul secara spontan, mendadak, tidak memilih sasaran. Beda dengan petir yang di lapas Cebongan. Sistemik, terkendali," ujar Pak Petir.Pernyataan tersebut lalu dikomentari super ...