by ifid|| 22 November 2024 || || 32 kali
Di tengah gemerlap modernisasi, Daerah Istimewa Yogyakarta tetap teguh pada jati dirinya sebagai pusat budaya yang kaya akan tradisi dan kearifan lokal. Kota yang dijuluki sebagai Bumi Mataram ini tidak hanya menjaga seni dan tradisi sebagai kenangan masa lalu, tetapi juga sebagai warisan yang terus hidup, mengalir dalam nadi masyarakatnya. Melalui berbagai program dan kegiatan kebudayaan, Yogyakarta membuktikan bahwa tradisi dapat menjadi jembatan penghubung antara generasi terdahulu dan generasi masa depan. Salah satu upaya luar biasa ini diwujudkan dalam Festival Langen Sekar 2024, sebuah perayaan seni yang memadukan keindahan budaya, pendidikan moral, dan pesan kehidupan.
Diselenggarakan pada tanggal 17 November 2024 di Pendhapa AKNSB DIY, acara ini berlangsung dengan penuh semarak. Para peserta dan penonton datang dari berbagai penjuru, menjadikan festival ini sebagai ajang bertukar ilmu, kreativitas, dan nilai luhur. Dengan tema Panji yang menampilkan karakter binatang dari relief-relief candi, Festival Langen Sekar tidak hanya memanjakan mata, tetapi juga menginspirasi jiwa.
Metode Sarisworo: Pendidikan Melalui Seni
Langen Sekar berakar pada Metode Sarisworo, yang dirancang oleh Ki Hajar Dewantara sebagai pendekatan pembelajaran melalui seni. Metode ini mengajarkan keindahan dan kehalusan budi melalui eksplorasi indra pendengaran, penglihatan, gerakan, hingga perasaan. Filosofi ini menghidupkan kembali nilai-nilai luhur, membentuk karakter anak-anak agar memiliki moralitas tinggi, kesadaran estetika, dan jiwa yang harmonis. Dalam festival ini, nilai-nilai tersebut diolah menjadi pertunjukan fabel bertema Panji yang tidak hanya menghibur, tetapi juga mendidik.
Sebagai medium pembelajaran, festival ini menjadi sarana pengajaran tentang budi pekerti, keluhuran jiwa, dan keteladanan sikap, khususnya bagi pemuda-pemudi Daerah Instimewa Yogyakarta. Lebih dari sekadar perlombaan, festival ini membawa misi mulia: membentuk generasi muda yang tidak hanya cerdas, tetapi juga berbudi luhur.
Festival ini juga menjadi kelanjutan dari Langen Sekar yang digelar di awal tahun 2024. Dalam edisi tahun ini, tema yang diangkat adalah Panji, dengan interpretasi tokoh-tokoh binatang yang diambil dari relief-relief candi. Sebagai medium pembelajaran, Festival Langen Sekar ditujukan untuk siswa-siswi SMP agar memahami nilai-nilai moral, keteladanan, serta keluhuran jiwa melalui kisah-kisah fabel yang disajikan.
Dewan Juri dan Apresiasi untuk Para Penyaji Terbaik
Untuk menjaga kualitas pertunjukan, panitia melibatkan lima juri profesional di bidang seni dan budaya, yaitu Bapak Pardiman Joyonegoro, S.Sn., Ibu Dra. Bernadetta Sriharjanti, M.Sn., Bapak Anon Suneko, M.Sn., Ibu Siswati, M.Sn., dan Bapak Drs. Gandung Jatmiko, M.Pd
Pada festival kali ini, terdapat penghargaan bagi lima penyaji terbaik berupa piagam penghargaan, trofi, dan uang pembinaan. Penilaian dalam festival ini mencakup berbagai aspek, seperti tembang, dasar suara, titi laras, kreativitas gerak, iringan, kostum dan properti, materi naskah, penyutradaraan, serta penokohan.
Lakon Fabel dari Para Penyaji Terbaik, adapun cerita yang dibawakan oleh kelima kontingen terbaik yang telah ditampilkan sebagai berikut.
Kontingen Kota Yogyakarta: “PRAGNYA”
Mengambil inspirasi dari kisah kera dan buaya dalam relief Candi Sojiwan, lakon ini mengajarkan kebijaksanaan dan kewaspadaan. Cerita ini menggambarkan bahaya dari pengkhianatan teman yang tampaknya baik, tetapi justru menyimpan niat buruk. Pertunjukan ini mengajarkan pentingnya memilih teman dengan bijak dan selalu berhati-hati terhadap ancaman di sekitar.
Kontingen Kabupaten Kulon Progo: “SESATRON”
Berdasarkan relief di Candi Borobudur, kisah ini menceritakan pertarungan antara Kancil dan Celeng yang memperebutkan makanan. Konflik yang melibatkan binatang lain seperti ayam jago dan merpati ini berakhir dengan pesan moral tentang kerja sama dan pengakuan kesalahan. Semut dan merpati, sebagai simbol kebijaksanaan, menjadi kunci untuk melerai perselisihan.
Kontingen Kabupaten Bantul: “NGRUKUN”
Kisah ini bercerita tentang Kumudawati, sebuah danau yang mengalami kekeringan. Dibantu oleh dua angsa bersaudara, Cakrangga dan Cakranggi, serta kura-kura bijaksana bernama Kurma, mereka mencari sumber air untuk mengembalikan kehidupan dan keharmonisan. Lakon ini mengajarkan bahwa perbedaan bukanlah hambatan, melainkan sumber kekuatan untuk mencapai keseimbangan hidup.
Kontingen Kabupaten Gunungkidul: “TATAG”
Didasarkan pada relief Candi Sojiwan, kisah ini menyoroti pentingnya ketekunan, mentalitas tangguh, dan penerimaan atas apa yang digariskan oleh Sang Pencipta. Tokoh utama, seekor bulus (kura-kura), berhadapan dengan seekor garuda, menyampaikan pesan bahwa kelemahan bukan berarti kekalahan, dan kekuasaan bukan segalanya.
Kontingen Kabupaten Sleman: “OKOL KALINDIH AKAL”
Cerita ini menggambarkan pentingnya keseimbangan antara kekuatan fisik (okol) dan kecerdasan (akal). Dengan inspirasi dari relief Candi Sojiwan, lakon ini mengajarkan bahwa kecerdasan yang digunakan dengan benar akan mengalahkan kekuatan semata. Akal budi yang luhur menjadi landasan untuk mencapai tindakan yang baik dan utama.
Festival Langen Sekar: Wadah Regenerasi Seni Tradisi
Ketika lampu panggung mulai meredup dan tirai festival ditutup, gema tembang dan lantunan gamelan masih terngiang di telinga para penonton. Festival Langen Sekar 2024 bukan hanya tentang pementasan seni, tetapi tentang bagaimana tradisi dapat terus hidup melalui sentuhan tangan-tangan muda yang penuh semangat. Festival Langen Sekar tidak hanya menjadi ajang untuk melestarikan seni tradisi, tetapi juga sebagai wadah pembinaan generasi muda. Dengan tema yang diangkat dari relief-relief candi, festival ini menghadirkan karya seni yang tidak hanya estetik, tetapi juga sarat nilai moral.
Dalam setiap gerakan para penari, dalam setiap bait tembang yang dilantunkan, tersembunyi harapan besar untuk masa depan: bahwa seni tradisi ini akan tetap menjadi milik kita bersama, menjadi cerminan identitas bangsa yang tak akan lekang oleh waktu.
Festival ini adalah sebuah perjalanan, bukan akhir, melainkan langkah awal menuju pelestarian seni tradisi yang berkelanjutan. Sebagai simbol dari regenerasi, Langen Sekar adalah bukti bahwa kebudayaan dapat terus tumbuh, beradaptasi, dan menginspirasi lintas zaman.
Besar harapan agar Festival Langen Sekar terus menjadi saksi dari kisah perjalanan budaya Yogyakarta, sebuah kisah yang tak akan pernah berakhir, selamanya menjadi penjaga ruh seni dan tradisi Nusantara.
by museum || 04 Juli 2023
Air merupakan salah satu sumber daya alam yang diperlukan untuk kelangsungan hidup makhluk hidup di bumi. Untungnya, air adalah sumber daya alam terbarukan. Proses pembaharuan air berlangsung dalam ...
by museum || 02 Juni 2022
Batik merupakan karya bangsa Indonesia yang terdiri dari perpaduan antara seni dan teknologi oleh leluhur bangsa Indonesia, yang membuat batik memiliki daya tarik adalah karena batik memiliki corak ...
by museum || 24 Oktober 2022
Raden Ayu Lasminingrat terlahir dengan nama Soehara pada than 1843, merupakan putri seorang Ulama/Kyai, Penghulu Limbangan dan Sastrawan Sunda, Raden Haji Muhamad Musa dengan Raden Ayu Ria. Lasmi ...
by museum || 12 September 2022
Malahayati adalah salah seorang perempuan pejuang yang berasal dari Kesultanan Aceh. Sebagai perempuan yang berdarah biru, pda tahun 1585-1604, ia memegang jabatan Kepala Barisan Pengawal Istana ...
by museum || 24 Mei 2022
Raden Dewi Sartika dilahirkan tanggal 4 Desember 1884 di Cilengka, Jawa Barat, puteri Raden Somanagara dari ibu Raden Ayu Rajapermas. Dewi Sartika menumpuh Pendidikan di Cicalengka. Di sekolah ia ...
by admin || 11 Mei 2012
YOGYA (KRjogja.com) - Sabda tama yang disampaikan oleh Raja Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Sri Sultan HB, secara lugas menegaskan akan posisi tawar Kraton dan Pakualaman dalam NKRI. Sabda tama ini ...
by admin || 11 Mei 2012
YOGYA (KRjogja.com) - Kerabat Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, KRT Hadi Jatiningrat menafsirkan sabda tama Sri Sultan Hamengku Buwono X, sebagai bentuk penegasan bahwa persoalan yang menyangkut ...
by admin || 18 Juni 2013
"SIFAT petir itu muncul secara spontan, mendadak, tidak memilih sasaran. Beda dengan petir yang di lapas Cebongan. Sistemik, terkendali," ujar Pak Petir.Pernyataan tersebut lalu dikomentari super ...