by ifid|| 31 Januari 2025 || || 65 kali
Prosesi sakral Labuhan Merapi kembali digelar dengan penuh khidmat di kawasan lereng Gunung Merapi. Tradisi yang diwariskan secara turun-temurun oleh Keraton Yogyakarta ini menjadi momen penting bagi masyarakat setempat untuk berdoa, bersyukur, serta menjaga harmoni dengan alam. Tahun ini, selain prosesi labuhan, rangkaian acara juga dimeriahkan dengan pembacaan Macapat, Doa Bersama, Kenduri, dan Pertunjukan Wayang Kulit, Kamis Malam (30/1), di Petilasan Mbah Maridjan, Kinahrejo, Umbulharjo, Cangkringan, Sleman.
Macapat, Doa Bersama, Kenduri, dan Pertunjukan Wayang Kulit, Kegiatan ini dilaksanakan oleh Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) DIY melalui Bidang Pembinaan dan Pemeliharaan Adat Tradisi dan Seni. Kegiatan ini di hadiri oleh puluhan masyarakat sekitar, para abdi dalem Keraton Yogyakarta, beberapa OPD Daerah Istimewa Yogyakarta serta komunitas merapi.
Kepala Bidang Pembinaan dan Pengembangan Adat Tradisi dan Seni Padmono Anggara,S.Sn, yang hadir menyampaikan sambutan kepala Dinas Kebudayaan DIY, Tirakatan menjadi salah satu tradisi yang biasa dilakukan pada malam hari sebelum Upacara Adat Labuhan Merapi diselenggarakan. Tradisi ini dilaksanakan dengan mengumpulkan masyarakat dalam satu tempat untuk melangsungkan doa bersama agar apa yang kita lakukan di esok harinya dapat terlaksana dengan baik, lancar sesuai dengan apa yang kita harapkan.
Daerah Istimewa Yogyakarta, merupakan Daerah yang berdiri di atas nilai-nilai filosofis yang mengakar dan terus tumbuh hingga saat ini. Seperti tata kota yang mengacu kepada garis imajiner dari Pantai Parangtritis hingga Gunung Merapi. “Garis imajiner merupakan gagasan dari Sri Sultan Hamengkubuwana I yang memiliki makna mengenai falsafah perjalanan hidup manusia, yakni lambang keselarasan dan keseimbangan hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan alam dan manusia dengan sesama manusia”, ungkap Anggoro.
Anggoro menambahkan, Hajad Dalem Labuhan Merapi Keraton Yogyakarta di dusun Kinahrejo, Umbulharjo, Cangkringan, Sleman, bermakna bagaimana menjaga keserasian, keselarasan, serta keseimbangan alam. Labuhan berasal dari kata ‘labuh‘ yang artinya persembahan.
“Upacara adat labuhan Merapi Keraton Yogyakarta ini merupakan perwujudan doa persembahan kepada Tuhan atas rahmat dan anugerah yang diberikan kepada keraton dan rakyatnya juga sebagai tanda penghormatan bagi leluhur yang menjaga Gunung Merapi’, pungkasnya.
Macapat dan Doa Bersama: Bentuk Memuliakan Alam dan Leluhur
Macapat adalah bentuk puisi tradisional Jawa yang biasanya digunakan dalam acara adat, termasuk Labuhan Merapi. Tembang ini mengandung doa, petuah, serta harapan agar alam dan manusia tetap hidup selaras. Dalam prosesi labuhan, macapat dilantunkan sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur serta permohonan keselamatan bagi warga sekitar Gunung Merapi. Macapat sebagai doa dan harapan akan keselamatan serta keberkahan bagi masyarakat di sekitar Merapi.
Tirakatan dengan doa bersama, untuk keselamatan desa, kelancaran pertanian, serta keseimbangan alam. Keesokan harinya, juru kunci Merapi memimpin ritual labuhan dengan membawa sesaji dari Keraton Yogyakarta, yang kemudian dilarungkan di tempat tertentu di kawasan Gunung Merapi.
Kenduri: Simbol Rasa Syukur dan Kebersamaan
Usai doa bersama, masyarakat melaksanakan kenduri, yaitu makan bersama dengan hidangan tradisional yang telah dipersiapkan secara gotong royong. Kenduri ini mencerminkan nilai kebersamaan dan syukur atas rezeki yang telah diberikan. Sajian khas seperti tumpeng, ingkung ayam, dan aneka masakan jawa disediakan sebagai bagian dari tradisi.
Pertunjukan Wayang Kulit: Menghidupkan Kearifan Lokal
Sebagai puncak kegiatan budaya, masyarakat dihibur dengan pertunjukan wayang kulit yang berlangsung hingga tengah malam. Dalang membawakan lakon yang sarat akan pesan moral dan filosofi Jawa, mengingatkan manusia akan keseimbangan hidup.
Pertunjukan Wayang Kulit diawali oleh Dalang Rizki Rahma Nurwahyuni, dengan lakon ”Fragmen Wahyu Cakraningrat” yang menceritakan Kurawa mencari kepergian Raden Saroja Kusuma. Ditengah jalan bertemu dengan Raden Setyaki yang sama-sama mencari kepergian Raden Samba. Terjadilah perang yang akhirnya kurawa dapat dikalahkan. Pertunjukan wayang dilakukan oleh Rizki Rahma Nurwahyuni ini berlangsung sekitar dua puluh menit. Dalan Rizki Rahma Nurwahyuni ini adalah Anak dari Dalang Ki Sigit Manggolo Seputro, yang nanti nya akan mementaskan Wayang Kulit Semalam Suntuk.
Pertunjukan Wayang Kulit Semalam Suntuk oleh Dalang Ki Sigit Manggolo Seputro dengan Lakon “Wahyu Kalimasada”. Lakon ini menceritakan saat Prabu Setija raja Trajutrisna minta petuah dan petunjuk prabu Kresna agar dpt mewujudkan cita2nya yaitu mewujudkan masyarakatnya agar hidup damai dan sejahtera , disarankan untuk mboyong wahyu Ketentraman ( wahyu Kalimasada ), belum sempat berangkat datanglah utusan dari negara Amarta ( R.Antasena) utk memboyong Kresna ke Amarta , terjadilah pertengkaran sengit R.Antasena yg dibantu R.Setyaki melawan prabu Setija dan bala tentaranya
Prabu Kalimadewa / prabu Kalimakusuma raja Purwa utama berkeinginan menjajah negara Amarta dan Dwarawati. Akhirnya bambang Joko Lelono (yg sebenarnya itu prabu Puntadewa ) berhasil mendapatkan wahyu Kakimasada dari begawan Sukmaningrat / Kanda buana (jilmaan Hyang Wenang). Prabu Kalimakusuma dan bala tentaranya berhasil ditumpas oleh Prabu Puntadewa dan ksatria Pandawa. Pertunjukan Wayang ini berakhir sekitar pukul 04.00 WIB atau pagi.
Labuhan Merapi: Harmoni Tradisi dan Alam
Prosesi Labuhan Merapi tahun ini menjadi bukti bahwa tradisi tetap hidup dan berkembang di tengah modernisasi. Masyarakat setempat terus menjaga warisan leluhur dengan penuh rasa hormat, sembari tetap membangun kesadaran akan pentingnya menjaga keseimbangan alam.
Dengan berbagai rangkaian acara seperti Macapat, doa bersama, kenduri, dan pertunjukan wayang kulit, Labuhan Merapi semakin mengukuhkan posisinya sebagai ritual budaya yang menghubungkan manusia, alam, dan spiritualitas dalam satu kesatuan harmonis.
by museum || 04 Juli 2023
Air merupakan salah satu sumber daya alam yang diperlukan untuk kelangsungan hidup makhluk hidup di bumi. Untungnya, air adalah sumber daya alam terbarukan. Proses pembaharuan air berlangsung dalam ...
by museum || 02 Juni 2022
Batik merupakan karya bangsa Indonesia yang terdiri dari perpaduan antara seni dan teknologi oleh leluhur bangsa Indonesia, yang membuat batik memiliki daya tarik adalah karena batik memiliki corak ...
by museum || 24 Oktober 2022
Raden Ayu Lasminingrat terlahir dengan nama Soehara pada than 1843, merupakan putri seorang Ulama/Kyai, Penghulu Limbangan dan Sastrawan Sunda, Raden Haji Muhamad Musa dengan Raden Ayu Ria. Lasmi ...
by museum || 24 Mei 2022
Raden Dewi Sartika dilahirkan tanggal 4 Desember 1884 di Cilengka, Jawa Barat, puteri Raden Somanagara dari ibu Raden Ayu Rajapermas. Dewi Sartika menumpuh Pendidikan di Cicalengka. Di sekolah ia ...
by museum || 18 September 2023
Limbah merupakan masalah besar yang dirasakan di hampir setiap negara. Jumlah limbah akan semakin bertambah seiring berjalannya waktu. Permasalahan sampah timbul dari berbagai sektor terutama dari ...
by admin || 11 Mei 2012
YOGYA (KRjogja.com) - Sabda tama yang disampaikan oleh Raja Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Sri Sultan HB, secara lugas menegaskan akan posisi tawar Kraton dan Pakualaman dalam NKRI. Sabda tama ini ...
by admin || 11 Mei 2012
YOGYA (KRjogja.com) - Kerabat Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, KRT Hadi Jatiningrat menafsirkan sabda tama Sri Sultan Hamengku Buwono X, sebagai bentuk penegasan bahwa persoalan yang menyangkut ...
by admin || 18 Juni 2013
"SIFAT petir itu muncul secara spontan, mendadak, tidak memilih sasaran. Beda dengan petir yang di lapas Cebongan. Sistemik, terkendali," ujar Pak Petir.Pernyataan tersebut lalu dikomentari super ...