Pentas Rebon: selalu dirindukan Penonton

by ifid|| 28 Februari 2025 || || 19 kali

...

Pertengahan tahun 2019 pentas Rebon di mulai, ini menjadi bukti Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) DIY untuk membangan nilai-nilai Kebudayaan serta menjaga warisan seni tradisional yang ada di Yogyakarta. Pertunjukan Kethoprak menjadi salah satu uji pentas Rebon di tahun 2019. Pertunjukan Kethoprak yang dibina oleh Tim Pengembangan Kethoprak DIY menjadi salah satu opsi uji pentas Rebon di tahun pertama.

Dinas Kebudayaan DIY melalui Taman Budaya Yogyakarta (TBY) kembali menghadirkan kemeriahan perpaduan seni budaya Jawa melalui gelaran Pentas Rebon 2025 di Concert Hall, Rabu (26/02) malam. 

Pemukulan Gong yang dilakukan oleh  Kepala Taman Budaya Yogyakarta, Purwiati, menandai dimulainya pentas Rebon tahun 2025. Purwiati dalam sambutannya menjelaskan bahwa Pentas Rebon yang menghadirkan kolaborasi apik serta unik yaitu teater, dagelan Mataraman dan ketoprak. Sesuai namanya, Rebon, pentas hanya terselenggara di hari Rabu terutama Wage, perhitungan kalender Jawa atau setiap 40 hari sekali.

"Pentas Rebon menjadi ajang penting yang melibatkan seniman dan pelaku seni dari berbagai kabupaten/kota se-DIY. Ini adalah kesempatan bagi masyarakat untuk menikmati kembali pertunjukan yang sudah dinantikan," tutur Purwiati.

Purwiati menegaskan bahwa ketoprak, dagelan, dan teater merupakan warisan seni tradisional yang harus dijaga keberlanjutannya. Melalui Pentas Rebon, TBY ingin memastikan bahwa seni pertunjukan ini tidak hanya terjaga, tetapi juga berkembang dan tetap relevan dengan perkembangan zaman. 

"Seni budaya Jawa harus tetap hidup dan bisa dinikmati oleh semua kalangan, termasuk generasi muda," tambahnya.

Suksesnya Pentas Rebon 2025 ini menjadi bukti kuat bahwa seni budaya Jawa tetap memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Antusiasme penonton yang begitu tinggi menunjukkan bahwa meskipun zaman terus berubah, seni tradisional masih memiliki tempat di hati banyak orang. 

"Semangat masyarakat dalam mendukung seni budaya lokal menjadi kekuatan yang perlu kita banggakan. Pentas Rebon ini bukan hanya hiburan, tetapi juga sarat dengan makna dan pesan moral yang bermanfaat bagi penonton," ungkap Purwiati.

Pertunjukan pertama pentas Rebon dari Teater Saka dari Kota Yogyakarta membuka layar Pentas Rebon dengan menampilkan cerita berjudul Keroncong Malam Pasar Kembang karya Badhoeri Dullah Joesro. Cerita yang diangkat mengisahkan Sumedi, seorang pemuda yang bercita-cita menjadi penulis dan wartawan lepas. Ia memilih Pasar Kembang sebagai lokasi latihan menulis, menyaksikan berbagai kejadian di sana, serta berinteraksi dengan penghuni kompleks lokalisasi. Artikel yang ia tulis akhirnya mengantarkannya menjadi tokoh pembaharu yang menyuarakan masalah sosial melalui tulisan.

Selanjutnya, penonton dimanjakan dengan pertunjukan ketoprak dari Kabupaten Sleman, yang menampilkan lakon "Kidung Sriwedari" karya Brian Riangga Dhita. Ketoprak ini mengisahkan perjalanan hidup Brambang Sumantri dan Sukrasana, dua saudara dengan kisah emosional yang penuh dengan pengorbanan dan dilema kehidupan. Alur cerita yang menggugah ini membuat penonton terbawa dalam suasana haru, dan ketegangan yang terus terjaga hingga akhir pertunjukan.

Sebagai penutup yang menyegarkan, dagelan Mataram bertajuk "Arwah Gugat" dari Kabupaten Bantul hadir dengan nuansa horor komedi. Naskah yang ditulis oleh Ari Purnama tampil menghadirkan tawa dari elemen humor yang diselipkan dalam kisah horor. Interaksi spontan para pemain dengan penonton semakin mempererat hubungan mereka, menciptakan suasana yang ceria dan penuh gelak tawa. Tata panggung yang kreatif semakin menambah keseruan pertunjukan.

Gelaran Pentas Rebon kali ini juga sejalan dengan rangkaian peringatan Hari Jadi ke-270 Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), yang puncaknya akan berlangsung pada 13 Maret 2025. Dengan gelaran ini, TBY kembali mempertegas komitmennya dalam melestarikan dan mengembangkan seni budaya Jawa, serta memastikan bahwa setiap pertunjukan yang digelar dapat memberikan pelajaran dan renungan bagi masyarakat.

Berita Terpopuler


...
Siklus Air: Definisi, Proses, dan Jenis Siklus Air

by museum || 04 Juli 2023

Air merupakan salah satu sumber daya alam yang diperlukan untuk kelangsungan hidup makhluk hidup di bumi. Untungnya, air adalah sumber daya alam terbarukan. Proses pembaharuan air berlangsung dalam ...


...
Batik Kawung

by museum || 02 Juni 2022

Batik merupakan karya bangsa Indonesia yang terdiri dari perpaduan antara seni dan teknologi oleh leluhur bangsa Indonesia, yang membuat batik memiliki daya tarik adalah karena batik memiliki corak ...


...
Raden Ayu Lasminingrat Tokoh Intelektual Pertama

by museum || 24 Oktober 2022

Raden Ayu Lasminingrat terlahir dengan nama Soehara pada than 1843, merupakan putri seorang Ulama/Kyai, Penghulu Limbangan dan Sastrawan Sunda, Raden Haji Muhamad Musa dengan Raden Ayu Ria. Lasmi ...


...
Pahlawan Perintis Pendidikan Perempuan Jawa Barat Raden Dewi Sartika (1884-1947)

by museum || 24 Mei 2022

Raden Dewi Sartika dilahirkan tanggal 4 Desember 1884 di Cilengka, Jawa Barat, puteri Raden Somanagara dari ibu Raden Ayu Rajapermas. Dewi Sartika menumpuh Pendidikan di Cicalengka. Di sekolah ia ...


...
Laksamana Malahayati Perempuan Pejuang yang berasal dari Kesultaan Aceh.

by museum || 12 September 2022

Malahayati adalah salah seorang perempuan pejuang yang berasal dari Kesultanan Aceh. Sebagai perempuan yang berdarah biru, pda tahun 1585-1604, ia memegang jabatan Kepala Barisan Pengawal Istana ...



Berita Terkait


...
Inilah Sabda Tama Sultan HB X

by admin || 11 Mei 2012

YOGYA (KRjogja.com) - Sabda tama yang disampaikan oleh Raja Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Sri Sultan HB, secara lugas menegaskan akan posisi tawar Kraton dan Pakualaman dalam NKRI. Sabda tama ini ...


...
Permasalahan Pakualaman Juga Persoalan Kraton

by admin || 11 Mei 2012

YOGYA (KRjogja.com) - Kerabat Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, KRT Hadi Jatiningrat menafsirkan sabda tama Sri Sultan Hamengku Buwono X, sebagai bentuk penegasan bahwa persoalan yang menyangkut ...


...
PENTAS TEATER 'GUNDALA GAWAT'

by admin || 18 Juni 2013

"SIFAT petir itu muncul secara spontan, mendadak, tidak memilih sasaran. Beda dengan petir yang di lapas Cebongan. Sistemik, terkendali," ujar Pak Petir.Pernyataan tersebut lalu dikomentari super ...





Copyright@2025

Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Daerah Istimewa Yogyakarta