by admin|| 01 Desember 2016 || 5.847 kali
                                        Yogyakarta, Indonesia – www.gudeg.net Sangat  disayangkan jika generasi muda tak mengenalnya. Murid tersayang dari  pencipta lagu Bagimu Negri, Kusbini ini menunjukkan ketekunan dan rasa  cinta kepada pilihan hiduplah yang membuatnya sukses.
 
 Namanya Subardjo Purwo Hartono. Lelaki berusia sekitar 70 tahun ini  mengisahkan pengalamannya saat menjadi murid almarhum Kusbini.  Sebelumnya  ia penyanyi lagu-lagu pop saat menjadi murid di SMA 6  Yogyakarta. Karena rasanya kurang “sreg” ia mencoba mengenali musik  beraliran berbeda. Berdasarkan arahan temannya, ia disarankan belajar  keroncong  kepada maestro yang tinggal di kampung Pengok, Yogyakarta  itu.
 
 Subardjo sembunyi-sembunyi belajar bernyanyi di rumah Kusbini. “Kalau  ditanya orang tua, saya bilangnya mau belajar bersama,” kata Subardjo  saat dijumpai di Yogyatourium, Gedong Kuning, Yogyakarta. Ia merasa  kalau ayahnya yang bernama Hardjo Sumarto itu tahu pasti tidak  diijinkan. Seperti halnya penduduk Kotagede pada umumnya, Subardjo dan  saudara-saudaranya diarahkan menjadi pengrajin perak. Meski begitu,  sampai sekarang justru inisial “HS” dari ayahnya yang terus digunakan.
 
 Sedangkan untuk biaya kursus privat, Subardjo merogoh koceknya sendiri.  Untuk tahun 1962, harganya sekitar Rp. 1700,00. “Saya tidak minta  bapak,” katanya. “Saya punya uang dari jualan ikan hias.”
 
 Secara berturut-turut Subardjo selalu memenangkan kontes menyanyi.  “Tahun ‘63 saya juara 3. Tahun ‘64 saya juara 1. Lalu terus menang jadi  juara satu.” Sekitar tahun 1980 ia kembali meraih juara pertama. “Kalau  menang dua kali berturut-turut di kompetisi yang sama nanti tidak bisa  ikut lagi,” katanya. “Akhirnya di kompetisi berikutnya saya, gimana  caranya jadi juara dua.”
 
 Meski menang terus di berbagai kejuaraan, ada satu peristiwa yang  membuat Subardjo benar-benar bangga. Sekitar tahun 1982 dilangsungkan  final kompetisi menyanyi di Surabaya. Saat itu Subardjo sakit dan tidak  siap tampil. “Badan saya panas. Saya sakitnya kayak dari tenggorokan,”  katanya.  Meski begitu, Subardjo tetap menjadi juara.
 
 “Hadiahnya Rp. 350.000,00. Utang saya Rp. 325.000,00,” katanya. “Sisanya  Rp.25.000,00.”  Sambil tertawa, ia mengatakan, ada yang bilang Subardjo  tergila-gila ikut lomba. “Bukan itu masalahnya. Saya ikut lomba juga  buat makan anak-anak saya. Saya harus membiayai sekolah 4 anak saya.”
 
 Setelah lebih dari 40 tahun bergelut sebagai penyanyi keroncong,  Subardjo teringat kembali kata-kata almarhum Kusbini. “Saya waktu itu disepatani (disumpahi),” katanya. “Jo, sesuk kowe urip soko nyanyi (besok  kamu hidup dari bernyanyi).” Ia menirukan kata-kata gurunya itu,  ujarnya, mungkin sekarang kamu tidak dapat apa-apa, tapi besok bakal  kaya.
 
 Lewat keroncong Subardjo merasa dimanusiakan. Sampai sekarang, katanya,  banyak orang masih menganggapnya artis. “Saya buang sampah di rumah,”  katanya. “Ada yang bilang masak selebritis mbuang sampah.”   Bahkan, di usianya yang terbilang sudah tak produktif, Subardjo masih  mendapat rejeki dari teman-temannya. “Undangan nyanyi ya masih terus  menerima,” ujarnya.
 
 Saat tampil di Pasar Keroncong Kotagede 2016, Subardjo bakal menunjukkan  kemampuannya bersama orkes Keroncong Rinonce. “Besok konsepnya mini  orkestra. Pemusiknya 14 orang,” katanya. “Kalau penyanyinya sekitar 10  orang.”
 
 Kegiatan yang berlangsung di panggung Sayangan, Sopingen serta Loring  Pasar ini juga menampilkan kelompok Swastika Muda, Jempol Jenthik Orkes,  Gambang Semarang Art, Lolycong, Smindo, Kos Atos, Irama Tongkol Teduh  serta Wurlitheng.
 
 Acara yang berlangsung dari pukul 19.00 – 24.00 WIB juga menampilkan  orkes keroncong dari Kotagede. Antara lain Cahaya Muda, Chandra Kirana,  Erwina, Irama Guyub, Pesona Irama, Sarlegi, Sukanada, serta Timpasku.  Meski gratis, kegiatan seni yang sudah berlangsung dua kali ini juga  mengundang artis ibukota. Selain bakal dimeriahkan penyanyi Oppie  Andaresta, Woro (Diatas Rata-Rata), serta Syaharani, kegiatan ini juga   diramaikan hadirnya Yati Pesek, Retno Handayani serta seniman serba bisa  Slamet Raharjo.
Penulis: Albertus Indratno
 Editor : Albertus Indratno
                                            by museum || 04 Juli 2023
Air merupakan salah satu sumber daya alam yang diperlukan untuk kelangsungan hidup makhluk hidup di bumi. Untungnya, air adalah sumber daya alam terbarukan. Proses pembaharuan air berlangsung dalam ...
                                            by museum || 02 Juni 2022
Batik merupakan karya bangsa Indonesia yang terdiri dari perpaduan antara seni dan teknologi oleh leluhur bangsa Indonesia, yang membuat batik memiliki daya tarik adalah karena batik memiliki corak ...
                                            by museum || 24 Mei 2022
Raden Dewi Sartika dilahirkan tanggal 4 Desember 1884 di Cilengka, Jawa Barat, puteri Raden Somanagara dari ibu Raden Ayu Rajapermas. Dewi Sartika menumpuh Pendidikan di Cicalengka. Di sekolah ia ...
                                            by museum || 18 September 2023
Limbah merupakan masalah besar yang dirasakan di hampir setiap negara. Jumlah limbah akan semakin bertambah seiring berjalannya waktu. Permasalahan sampah timbul dari berbagai sektor terutama dari ...
                                            by museum || 24 Oktober 2022
Raden Ayu Lasminingrat terlahir dengan nama Soehara pada than 1843, merupakan putri seorang Ulama/Kyai, Penghulu Limbangan dan Sastrawan Sunda, Raden Haji Muhamad Musa dengan Raden Ayu Ria. Lasmi ...
                                            by admin || 11 Mei 2012
YOGYA (KRjogja.com) - Sabda tama yang disampaikan oleh Raja Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Sri Sultan HB, secara lugas menegaskan akan posisi tawar Kraton dan Pakualaman dalam NKRI. Sabda tama ini ...
                                            by admin || 11 Mei 2012
YOGYA (KRjogja.com) - Kerabat Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, KRT Hadi Jatiningrat menafsirkan sabda tama Sri Sultan Hamengku Buwono X, sebagai bentuk penegasan bahwa persoalan yang menyangkut ...
                                            by admin || 18 Juni 2013
"SIFAT petir itu muncul secara spontan, mendadak, tidak memilih sasaran. Beda dengan petir yang di lapas Cebongan. Sistemik, terkendali," ujar Pak Petir.Pernyataan tersebut lalu dikomentari super ...