Topeng Bentuk Ekspresi Kebudayaan Manusia

by admin|| 04 April 2017 || 54.590 kali

...

YOGYA (KRJOGJA.com) - Perang besar antara Negara Alengka dengan Pancawati tidak dapat terelakkan lagi. Jalannya perang sangat dahsyat. Akibatnya, senopati perang di kedua belah pihak berguguran.

Melihat situasi ini, Raja Alengka, Prabu Rahwana sangat gusar. Tapi ia tetap kukuh pada pendiriannya, tidak akan melepaskan Dewi Sinta yang menjadi alasan perang tersebut.

Rahwana makin geram saat sang patih yang juga pamannya sendiri, Patih Prahastha gugur di medan laga. Seketika ia meminta putranya, Raden Indrajid Begananda atau yang akrab disebut Raden Megananda maju perang. Berbekal panah Kyai Nagapasa, ia berhasil melumpuhkan prajurit kera yang dipimpin Prabu Ramawijaya dan Raden Lesmana.

Begitulah keseruan lakon 'Megananda Jurit' yang dihadirkan kontingen Yogyakarta dalam rangkaian Pergelaran Wayang Topeng 2017 di Concert Hall TBY, Senin (3/4) malam. Pementasan ini berlangsung dua hari hingga Selasa (04/04/2017) malam.

"Topeng telah menjadi salah satu bentuk ekspresi paling tua yang diciptakan peradaban manusia. Dalam beberapa kehidupan masyarakat, topeng memegang peran penting terkait dengan sisi magis dan suci. Hal tersebut terlihat dari penggunaannya di beragam upacara adat di tiap daerah," sebut Kepala Dinas Kebudayaan DIY Drs Umar Priyono MPd.

Namun begitu, dalam perkembangannya menurut Umar topeng juga menjadi bagian dalam kesenian, seperti halnya tari hingga wayang. Hal ini yang lantas mendasari agar seni wayang topeng yang dimiliki beberapa daerah tetap lestari dan berkembang.

Dalam kesempatan tersebut, dihadirkan enam pementasan wayang topeng dari Bali, Indramayu, Malang, Lamandau Kalimantan Tengah, Yogyakarta dan Madura selama dua hari penyelenggaraan. Kegiatan ini ternyata menyedot antusiasme penonton yang hampir memadati lokasi acara.

"Saya suka dengan pentas tari-tarian klasik. Karena itu saya sengaja datang melihat bersama teman-teman," jelas Abraham, mahasiswa asal Inggris yang sedang belajar di Yogyakarta.

Lakon 'Megananda Jurit' sendiri dihadirkan dalam gaya wayang orang klasik gaya Yogyakarta. Hal tersebut terlihat dalam tiap gerak penarinya yang selalu 'jengkeng' atau menggunakan tumpuan lutut saat bergerak. Gerakan ini hampir sama seperti pentas Langen Mandra Wanara yang menjadi salah satu seni klasik Yogyakarta.

Cerita berlanjut saat panah Nagapasa yang dilepaskan Megananda menerjang Pertapan Suwelagiri hingga mengakibatkan banyak pasukan kera pingsan. Bahkan Prabu Rama dan Lesmana juga tak berdaya. Beruntung, Raden Wibisana dan Anoman tidak terpengaruh. Kera putih tersebut segera mengejar Megananda dan menangkapnya.

Namun, Megananda ternyata hanya bisa dikalahkan sang paman, Gunawan Wibisana. Saat berhadapan dengan Wibisana, Megananda berhasil diringkus hingga usailah perlawanan Alengka yang menyisakan sang raja, Rahwana untuk maju ke medan laga. (Ivan Aditya)

Berita Terpopuler


...
Raden Ayu Lasminingrat Tokoh Intelektual Pertama

by museum || 24 Oktober 2022

Raden Ayu Lasminingrat terlahir dengan nama Soehara pada than 1843, merupakan putri seorang Ulama/Kyai, Penghulu Limbangan dan Sastrawan Sunda, Raden Haji Muhamad Musa dengan Raden Ayu Ria. Lasmi ...


...
Batik Kawung

by museum || 02 Juni 2022

Batik merupakan karya bangsa Indonesia yang terdiri dari perpaduan antara seni dan teknologi oleh leluhur bangsa Indonesia, yang membuat batik memiliki daya tarik adalah karena batik memiliki corak ...


...
Siklus Air: Definisi, Proses, dan Jenis Siklus Air

by museum || 04 Juli 2023

Air merupakan salah satu sumber daya alam yang diperlukan untuk kelangsungan hidup makhluk hidup di bumi. Untungnya, air adalah sumber daya alam terbarukan. Proses pembaharuan air berlangsung dalam ...


...
Pahlawan Perintis Pendidikan Perempuan Jawa Barat Raden Dewi Sartika (1884-1947)

by museum || 24 Mei 2022

Raden Dewi Sartika dilahirkan tanggal 4 Desember 1884 di Cilengka, Jawa Barat, puteri Raden Somanagara dari ibu Raden Ayu Rajapermas. Dewi Sartika menumpuh Pendidikan di Cicalengka. Di sekolah ia ...


...
Laksamana Malahayati Perempuan Pejuang yang berasal dari Kesultaan Aceh.

by museum || 12 September 2022

Malahayati adalah salah seorang perempuan pejuang yang berasal dari Kesultanan Aceh. Sebagai perempuan yang berdarah biru, pda tahun 1585-1604, ia memegang jabatan Kepala Barisan Pengawal Istana ...



Berita Terkait


...
Inilah Sabda Tama Sultan HB X

by admin || 11 Mei 2012

YOGYA (KRjogja.com) - Sabda tama yang disampaikan oleh Raja Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Sri Sultan HB, secara lugas menegaskan akan posisi tawar Kraton dan Pakualaman dalam NKRI. Sabda tama ini ...


...
Permasalahan Pakualaman Juga Persoalan Kraton

by admin || 11 Mei 2012

YOGYA (KRjogja.com) - Kerabat Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, KRT Hadi Jatiningrat menafsirkan sabda tama Sri Sultan Hamengku Buwono X, sebagai bentuk penegasan bahwa persoalan yang menyangkut ...


...
PENTAS TEATER 'GUNDALA GAWAT'

by admin || 18 Juni 2013

"SIFAT petir itu muncul secara spontan, mendadak, tidak memilih sasaran. Beda dengan petir yang di lapas Cebongan. Sistemik, terkendali," ujar Pak Petir.Pernyataan tersebut lalu dikomentari super ...





Copyright@2024

Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Daerah Istimewa Yogyakarta