by admin|| 11 April 2017 || 54.095 kali
BANTUL (KRJOGJA.com) - Bathara Kala sangat kecewa. Pemimpin pasukan Baju Barat tersebut merasa dikhianati raja dewa Sang Hyang Bathara Guru dan para dewa lainnya. Hal itu karena wanita pujaan hatinya, Dewi Sri Sekar, ternyata sudah dijodohkan dengan Bathara Wisnu.
Situasi ini menjadikan Bathara Kala sangat murka. Segera ia menuju Taman Sriwedari, tempat Sri Sekar berada. Ia ingin memaksa sang dewi menjadi istrinya. Tapi, Sri Sekar menolak. Bathara Kala yang kalap lantas membunuh adik Sri Sekar, Suwanda dan Soka. Bahkan, wadbalaya Bathara Kala dari Selamangumpeng ikut mengamuk yang kemudian bisa diredam Bathara Wisnu.
Suasana yang tintrim dan menegangkan inilah inti cerita dari lakon 'Sri Tumurun' yang dibawakan Yayasan Siswa Among Beksa dalam Pergelaran Wayang Orang Klasik Gaya Yogyakarta di Pendapa Akademi Komunitas Yogyakarta, Jalan Parangtritis Km 4,5 Sewon Bantul, Senin (10/4/2017) malam. Pementasan ini masih akan digelar hingga Rabu (12/4/2017) mendatang menghadirkan enam sanggar seni tari klasik yang ada di Yogyakarta.
"Pada sejarahnya, wayang orang klasik gaya Yogyakarta ini lahir dan berkembang di dalam Kraton Yogyakarta. Seiring waktu, akhirnya seni tradisi klasik ini juga berkembang pesat di luar benteng kraton. Lahirnya wayang orang di dalam kraton tidak lepas dari sarana pembentukan karakter sehingga bukan cuma semata tontonan," tutur Kepala Bidang Adat dan Seni Tradisi Dinas Kebudayaan DIY Setyawan Sahli sela kegiatan.
Upaya pembentukan karakter melalui pergelaran wayang orang ini menurut pria yang akrab disapa Iwan tersebut, karena dalam cerita yang disajikan berisi banyak pilihan bagi manusia apakah ingin menjadi orang baik atau jahat. Sebab, banyak karakter tokoh yang dihadirkan bisa menjadi teladan dalam kehidupan keseharian manusia.
"Karena itu sudah menjadi tanggungjawab dan kewajiban pemerintah untuk menghidupkan kembali pentas wayang orang sebagai tontonan yang sarat tuntunan sekaligus media pembelajaran dan pendidikan bagi masyarakat" kata Iwan.
Terpisah Kepala Seksi Seni Tradisi Klasik Dinas Kebudayaan DIY Purwiani mengatakan pementasan ini menjadi upaya untuk memetakan potensi wayang orang di Yogyakarta melalui keberadaan sanggar seni klasik. Sehingga ke depan akan lebih mudah dalam upaya pembinaan.
Cerita 'Sri Tumurun' sendiri berlanjut saat Dewi Sri Sekar diminta turun ke dunia dan dilahirkan kembali menjadi Dewi Citrawati. Sementara Raden Suwanda menitis ke tubuh Bambang Sumantri dan Raden Soka menjelma menjadi Bambang Sokrasana.
Sedang keenam sanggar seni yang tampil dalam kesempatan ini, yakni Yayasan Siswa Among Beksa, Yayasan Pamulangan Beksa Sasminta Mardawa, Pusat Olah Seni Retno Aji Mataram, Perkumpulan Irama Tjtra, Paguyuban Krida Beksa Wirama dan Paguyuban Kesenian Suryo Kencono. (Danar Widiyanto)
by museum || 04 Juli 2023
Air merupakan salah satu sumber daya alam yang diperlukan untuk kelangsungan hidup makhluk hidup di bumi. Untungnya, air adalah sumber daya alam terbarukan. Proses pembaharuan air berlangsung dalam ...
by museum || 02 Juni 2022
Batik merupakan karya bangsa Indonesia yang terdiri dari perpaduan antara seni dan teknologi oleh leluhur bangsa Indonesia, yang membuat batik memiliki daya tarik adalah karena batik memiliki corak ...
by museum || 24 Oktober 2022
Raden Ayu Lasminingrat terlahir dengan nama Soehara pada than 1843, merupakan putri seorang Ulama/Kyai, Penghulu Limbangan dan Sastrawan Sunda, Raden Haji Muhamad Musa dengan Raden Ayu Ria. Lasmi ...
by museum || 24 Mei 2022
Raden Dewi Sartika dilahirkan tanggal 4 Desember 1884 di Cilengka, Jawa Barat, puteri Raden Somanagara dari ibu Raden Ayu Rajapermas. Dewi Sartika menumpuh Pendidikan di Cicalengka. Di sekolah ia ...
by museum || 18 September 2023
Limbah merupakan masalah besar yang dirasakan di hampir setiap negara. Jumlah limbah akan semakin bertambah seiring berjalannya waktu. Permasalahan sampah timbul dari berbagai sektor terutama dari ...
by admin || 11 Mei 2012
YOGYA (KRjogja.com) - Sabda tama yang disampaikan oleh Raja Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Sri Sultan HB, secara lugas menegaskan akan posisi tawar Kraton dan Pakualaman dalam NKRI. Sabda tama ini ...
by admin || 11 Mei 2012
YOGYA (KRjogja.com) - Kerabat Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, KRT Hadi Jatiningrat menafsirkan sabda tama Sri Sultan Hamengku Buwono X, sebagai bentuk penegasan bahwa persoalan yang menyangkut ...
by admin || 18 Juni 2013
"SIFAT petir itu muncul secara spontan, mendadak, tidak memilih sasaran. Beda dengan petir yang di lapas Cebongan. Sistemik, terkendali," ujar Pak Petir.Pernyataan tersebut lalu dikomentari super ...