by admin|| 31 Agustus 2017 || 12.887 kali
Film membutuhkan kata-kata untuk mengungkapkan, sastra membutuhkan ruang untuk visualisasi atau presentasinya. Untuk melihat karya sastra yang dialihrupakan sebagai film, mungkin banyak dari kita yang pernah menyaksikan filmnya. Akan tetapi, bagaimana dengan sastra yang diilhami dari film, apakah ada? Apakah ada timbal balik sastra dengan film?
Pertanyaan tersebut dikemukakan Hendi Setio Yulianto (pengamat dan produser), salah satu dari empat narasumber, Brisman HS, Erwito Wibowo, dan Agus Juniarso, pada lokakarya (workshop) sastra film, yang diadakan pada Jumat malam, 25 Agustus 2017, di Kampung Winong, Prenggan, Kotagede, Yogyakarta. Hendi belum mendapatkan referensi yang memadai di Indonesia, untuk menjawab hal itu, sastra yang diilhami dari film. Berbeda dengan di luar negeri, dicontohkan dia, kritikus pengamat film David Thompson menyebutkan bahwa sebagian besar karya novelis Ernest Miller Hemmingway berhubungan erat dengan teknik film, yaitu seolah-olah sang penulis terus mencari kata untuk mengganti kamera.
Hubungan film dengan sastra sangat kompleks untuk terus dipelajari. Masing-masing keduanya bisa membangun (construct) atau dibangun (constructed) dari kedua hal tersebut. Pembahasan di antara keduanya bukanlah vis a vis film dan sastra, melainkan secara epistemis, keduanya bisa saling memadukan dan saling memengaruhi, agar terwujud karya yang bermutu.
Ditegaskan Hendi bahwa hubungan sastra dengan film bergantung pada pola pendekatan epistemologisnya, membaca penulis, teks dan konteksnya. Hal ini perlu terus dikembangkan, agar dapat muncul pemahaman baru tentang ilmu pengetahuan (euristika), serta harapan membawa pengaruh baik (manfaat) yang luas bagi masyarakat dan peradaban.
Seperti halnya sastra dan film, yang keduanya terikat untuk menghasilkan karya yang bermutu, demikian pula Serat Sastra Gending, magnum opus atau masterpiece pada masa Sultan Agung. Menarik diungkap bahwa sastra dan gending pun keduanya tidak terpisah sebagai bagian yang utuh untuk membaca konsep harmoni. Antara teori dan praktik, antara ucapan dan tindakan, dan lain sebagainya.
Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta pernah memproduksi sandiwara atau film televisi pada 2017, dengan judul “Sastra Gending”, yang ditayangkan TVRI sebanyak lima episode. Film ini mengarah pada upaya membaca Serat Sastra Gending dalam konteks sosiologis, yang digarap dalam balutan cerita masa sekarang. Permasalahan sosial yang terjadi pada masa kini yang ’diselesaikan’ dengan Serat Sastra Gending. Jadi, mencoba menjabarkan historisitas pada ranah normativitas.(hen/ppsf)
by museum || 04 Juli 2023
Air merupakan salah satu sumber daya alam yang diperlukan untuk kelangsungan hidup makhluk hidup di bumi. Untungnya, air adalah sumber daya alam terbarukan. Proses pembaharuan air berlangsung dalam ...
by museum || 02 Juni 2022
Batik merupakan karya bangsa Indonesia yang terdiri dari perpaduan antara seni dan teknologi oleh leluhur bangsa Indonesia, yang membuat batik memiliki daya tarik adalah karena batik memiliki corak ...
by museum || 24 Oktober 2022
Raden Ayu Lasminingrat terlahir dengan nama Soehara pada than 1843, merupakan putri seorang Ulama/Kyai, Penghulu Limbangan dan Sastrawan Sunda, Raden Haji Muhamad Musa dengan Raden Ayu Ria. Lasmi ...
by museum || 24 Mei 2022
Raden Dewi Sartika dilahirkan tanggal 4 Desember 1884 di Cilengka, Jawa Barat, puteri Raden Somanagara dari ibu Raden Ayu Rajapermas. Dewi Sartika menumpuh Pendidikan di Cicalengka. Di sekolah ia ...
by museum || 18 September 2023
Limbah merupakan masalah besar yang dirasakan di hampir setiap negara. Jumlah limbah akan semakin bertambah seiring berjalannya waktu. Permasalahan sampah timbul dari berbagai sektor terutama dari ...
by admin || 11 Mei 2012
YOGYA (KRjogja.com) - Sabda tama yang disampaikan oleh Raja Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Sri Sultan HB, secara lugas menegaskan akan posisi tawar Kraton dan Pakualaman dalam NKRI. Sabda tama ini ...
by admin || 11 Mei 2012
YOGYA (KRjogja.com) - Kerabat Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, KRT Hadi Jatiningrat menafsirkan sabda tama Sri Sultan Hamengku Buwono X, sebagai bentuk penegasan bahwa persoalan yang menyangkut ...
by admin || 18 Juni 2013
"SIFAT petir itu muncul secara spontan, mendadak, tidak memilih sasaran. Beda dengan petir yang di lapas Cebongan. Sistemik, terkendali," ujar Pak Petir.Pernyataan tersebut lalu dikomentari super ...