by admin|| 15 September 2014 || 43.602 kali
DWI AGUS/Radar Jogja
Pemantaban fungsi desa budaya terus dilakukan oleh Dinas Kebudayaan DIJ. Salah satu
wujudnya dengan mengadakan Festival Kethoprak Antar Desa Budaya se DIJ. Ajang ini pun
mampu mengumpulkan potensi seni budaya Kabupaten Kota yang ada DIJ.
DWI AGUS, Sleman
Auditorium RRI Jogjakarta yang ada di jalan Affandi Sleman, selama dua hari ini hidup. Jumat
(12/9) dan Sabtu lalu (13/9) gedung ini menjadi saksi kehebatan Desa Budaya se DIJ. Dimana
dalam kesempatan ini setiap Desa atau Kampung Budaya menunjukan potensi mereka melalui
festival kethoprak.
Uniknya dalam festival kali ini suasana layaknya pertandingan basket. Dimana sorak sorai
penonton terus menggema mengikuti penampil diatas panggung. Bangku penonton yang tertata
rapi pun dipenuhi oleh para pendukung masing­masing kontingen.
Kepala Dinas Kebudayaan DIJ, GBPH Yudhaningrat mengungkapkan setiap desa budaya
memiliki potensi. Dengan adanya festival kethoprak desa budaya, mampu mengemas semua
potensi. Keunggulan ini dikolaborasikan dengan pementasan kethoprak.
“Itulah mengapa digarap dengan model garapan. Sehingga setiap desa budaya mampu
menampilkan potensi mereka. Contohnya ada angguk, atau yang kita lihat tadi tentang sejarah
Bakda Kupat Kampung Pandeyan Jogjakarta,” kata Gusti Yudha (13/9).
Adik dari Sri Sultan Hamengku Buwono X ini menambahkan format ini pas. Selain menjadi usaha
wujud pelestarian juga mengenalkan potensi. Tentunya dengan kemasan tampilan kethoprak
yang disesuaikan.
Meski begitu dirinya berharap setiap kontingen tetap serius menggarap. Dengan format kethoprak
garapan bukan berarti pakem kethoprak ditinggalkan. Tetap mempertahankan etika dan estetika
bertujuan menjaga nilai penting dari kethoprak.
“Kedepan lebih berhati­hati terlebih untuk tata bahasa dan pengucapannya. Masih terasa belum
Njawani dan logatnya belum matang.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh salah seorang dewan juri Gandung Jatmiko. Gandung
mengungkapkan penggunaan bahasa Jawa masih belum matang. Terlebih tata bahasa dari yang
tua ke muda dan sebaliknya.
Padahal penggunaan bahasa ini penting terlebih untuk bahasa Jawa. Tujuan menjaga nilai dan
tata bahasa ini menjaga unggah­ungguh. Gandung pun berharap agar kethoprak ini tidak hanya
sebuah momentum saja.
Sebagai kekayaan Jogjakarta, kethoprak juga dapat menjadi nilai potensi desa budaya. Sehingga
sebagai corong kebudayaan, para pelakunya dapat memahami etika dan estetikannya. Terlebih
festival ini dikonsep sebagai pengenalan potensi desa budaya di DIJ.
“Selain itu juga mempelajari karateristik panggung. Missal auditorium RRI ini adalah stage
procenium jadi flat saperti melihat wayang kulit. Sebaiknya kalau masuk dari kanan bukan kiri
penonton. Berkembang tentu saja boleh tapi jangan sembrono karena akan hilang nilainya,” kata
Gandung.
Festival yang berlangsung selama dua hari tersebut menampilkan lima kontingen. Hari pertama
(12/9) menampilkan Triwidadi Pajangan Bantul dengan lakon dahuru Banyu Ngantru,
Sendangsari Pengasih Kulonprogo dengan lakon Satriya Kulonprogo dan Sinduharjo Ngaglik
Sleman dengan lakon Dhendhang Asmara.
Kehebohan inipun berlanjut dengan pementasan hari kedua (13/9). Dimana menampilkan
kontingen Kepek Gunungkidul dengan lakon Babad Alas Nangka Dhoyong, dan kontingen
Kampung Pandeyan Jogjakarta dengan lakon Sirepe Prahara Pandeyan. Turut hadir pula
selingan Jenggleng Mataraman.
Kontingen Gunungkidul yang disutradarai oleh Sukisni Hadi mampu meraih juara I. Gandung
mengungkapkan kemasan tampilan sudah matang. Selain itu nilai­nilai pementasan sangat kuat
dengan mengangkat sejarah kabupaten Gunungkidul.
Dalam kisahnya digambarkan bahwa dahulu Gunungkidul merupakan Tlatah Gunungsewu. Lakon
ini menyoroti kisah perpindahan kota kabupaten ke wilayah strategis. Untuk mengangkat lakon
ini, Sukisno melibatkan lintas generasi Gunungkidul.
“Potensi ini tentunya harus digarap secara matang. Keterlibatan lintas generasi ini juga untuk
membuktikan bahwa kethoprak itu milik kita semua. Tapi dari segi garapan memang perlu
mengikuti dinamika masyarakat,” kata Sukisno.
Berkat garapannya ini, Sukisno pun mearih predikat sutradara terbaik. Gunungkidul mampu
meraih 2274 poin, sedangkan Kontingen Kulonprogo juara II dengan 2225 poin dan Bntul juara III
dengan 2168 poin. Untuk juara harapan I diraih Sleman dengan 2074 poin dan harapan II oleh
kota Jogja dengan 2064 poin.
Gusti Yudha mengungkapkan pementasan kethoprak desa budaya ini akan rutin
diselenggarakan. Tentunya dengan wujud kemasan yang lebih baik. Harapannya dengan adanya
festival ini dapat mengangkat seluruh potensi desa budaya.
Gusti Yudha beranggapan dengan naiknya potensi desa budaya turut berimbas pada
kesejahteraan masyarakat. Ini karena nilai ini bersandingan dengan nilai kesenian dan budaya.
Imbasnya dapat meningkatkan jumlah kunjungan dan menaikan perputaran ekonomi warga desa
budaya.
“Ini salah satu wujud pendampingan desa dan kampong budaya di DIJ. Masih ada puluhan lagi
desa budaya di Jogjakarta yang wajib kita angkat potensinya. Baik itu nilai unggah ungguh, seni
budaya, kuliner dan potensi lainnya,” kata Gusti Yudha.
by museum || 04 Juli 2023
Air merupakan salah satu sumber daya alam yang diperlukan untuk kelangsungan hidup makhluk hidup di bumi. Untungnya, air adalah sumber daya alam terbarukan. Proses pembaharuan air berlangsung dalam ...
by museum || 02 Juni 2022
Batik merupakan karya bangsa Indonesia yang terdiri dari perpaduan antara seni dan teknologi oleh leluhur bangsa Indonesia, yang membuat batik memiliki daya tarik adalah karena batik memiliki corak ...
by museum || 24 Oktober 2022
Raden Ayu Lasminingrat terlahir dengan nama Soehara pada than 1843, merupakan putri seorang Ulama/Kyai, Penghulu Limbangan dan Sastrawan Sunda, Raden Haji Muhamad Musa dengan Raden Ayu Ria. Lasmi ...
by museum || 12 September 2022
Malahayati adalah salah seorang perempuan pejuang yang berasal dari Kesultanan Aceh. Sebagai perempuan yang berdarah biru, pda tahun 1585-1604, ia memegang jabatan Kepala Barisan Pengawal Istana ...
by museum || 24 Mei 2022
Raden Dewi Sartika dilahirkan tanggal 4 Desember 1884 di Cilengka, Jawa Barat, puteri Raden Somanagara dari ibu Raden Ayu Rajapermas. Dewi Sartika menumpuh Pendidikan di Cicalengka. Di sekolah ia ...
by admin || 11 Mei 2012
YOGYA (KRjogja.com) - Sabda tama yang disampaikan oleh Raja Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Sri Sultan HB, secara lugas menegaskan akan posisi tawar Kraton dan Pakualaman dalam NKRI. Sabda tama ini ...
by admin || 11 Mei 2012
YOGYA (KRjogja.com) - Kerabat Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, KRT Hadi Jatiningrat menafsirkan sabda tama Sri Sultan Hamengku Buwono X, sebagai bentuk penegasan bahwa persoalan yang menyangkut ...
by admin || 18 Juni 2013
"SIFAT petir itu muncul secara spontan, mendadak, tidak memilih sasaran. Beda dengan petir yang di lapas Cebongan. Sistemik, terkendali," ujar Pak Petir.Pernyataan tersebut lalu dikomentari super ...